Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label rasio

Histrionic Personality Disorder dan Cuitan Sang Mantan dan Demokrasi

Sebenarnya banyak hal bisa dituliskan. Bisa saja salah satunya soal pilkada di beberapa daerah di Tanah Air. Termasuk pilkada Jakarta yang banyak menyedot perhatian. Yang menarik dari pilkada Jakarta, selain karena Jakarta adalah ibu kota Indonesia sehingga apa pun yang terjadi di Jakarta bisa menjadi “meriam” atas peristiwa yang bakal terjadi di Indonesia, juga karena Jakarta menyu guhkan calon kontroversial yang sudah membuat gempar hampir semua umat muslim di Tanah Air.  Selain itu, dua kandidat lainnya juga tidak kalah penting mengapa pilkada Jakarta selalu mengisi ruang wacana masyarakat Indonesia. Keduanya adalah tokoh nasional dan atau bakal menjadi tokoh nasional. Perlu dicatat, kata tokoh di sini mengandung arti yang relatif. Tergantung dari sudut pandang apa orang melihatnya. Pasca hari pencoblosan semua tegang. Jakarta menunggu hasil siapa yang bakal terpilih. Bahkan hampir semua orang tidak berani mengambil kesimpulan siapa bakal peroleh suara terbanyak. Beberap...

madah duapuluhtujuh

Suatu kota bisa jadi ruang yang begitu bising, tetapi barangkali justru asing.   Kota, sudah jadi bagian dari sebuah skema   kemajuan . Sejak suatu tempat tersentuh perencanaan pembangunan, maka di saat yang bersamaan di sana ada maksud untuk membangun keramaian. Tapi keramaian suatu kota, justru bukan dalam arti soliditas yang kolektif, melainkan justru adalah penanda betapa keterasingan adalah suatu hal yang kronik. Suatu kota memang membikin asing. Suatu kota memang tak hendak untuk membangun suatu hidup yang hening. Filsuf Jerman Martin Heidegger pernah menyitir suatu hal yang subtil; keheningan dan kesepian. Kota menurut Heidegger adalah tempat yang tak mampu mencandra keheningan. Justru di desa, tempat di mana langit menjadi ruang yang bersih dari polusi, dan tanah yang lapang dengan ilalang, adalah dunia tempat keheningan akrab ditemui. Keheningan disebutnya adalah kekuatan asli yang khas dari manusia. Sesuatu yang tak pernah mengisolasi diri manusia. ...

madah duapuluh

Layla dan Majnun Kisah cinta legendaris karangan Nizami CINTA, seperti di waktu sekarang, zaman yang sudah tercemar sanasini, tidak seperti Layla dan Majnun melihatnya; sesuatu yang menggelora, sesuatu yang hendak digambarkan bahasa tetapi seperti tak sempat diucapkan dalam kosa kata yang hanif. Juga tidak seperti bagaimana ahli suluk menggambarkan cinta sebagai jalan tanpa pamrih dan absennya ego untuk menuju yang baka. Justru cinta, untuk seperti sekarang kalau tidak ditafsirkan dalam hasrat, malah menjadi hal yang justru mengerikan; pembunuhan. Peradaban seperti yang dibilang Sigmund Freud, Psikoanalisis Austria, ibarat kekang kendali kuda yang diikat kusir. Peradaban di mata Freud tak sekalipun memberikan peluang di luar rasio dapat eksis. Tak ada lini kehidupan lolos dari rasionalitas. Manusia ditundukkan atas inisiasi rasio yang  menjadi cara kerja peradaban. Nietzsche menyebutnya, zaman yang dikerdilkan. Kebudayaan yang memuja formalisme seperti yang diingin...

madah sembilanbelas

Sepertinya kita harus kembali mencurigai semangat P encerahan. Seperti yang dibilangkan Adorno dan Horkeimer, Pencerahan adalah kata yang juga punya cacat. Semangat Pencerahan, seperti yang dibayangkan Kant, nampaknya tak selamanya adalah prinsip yang  sempurna. Sebagai sebuah peristiwa sejarah, pencerahan harus maklum, waktu adalah hakim yang tak pernah pandang bulu. Dalam sejarah, Pencerahan tidak bisa lagi dibayangkan seperti saat di awal kelahirannya, sebab pencerahan yang di dalamnya ada "aku" yang tegak dan otonom juga ternyata bermakna sesuatu yang lain;  cogito  yang soliter. Descartes barangkali tak pernah membayangkan,  cogito  yang ia temukan dalam terang kesadaran itu juga punya arti  yang lain.  Cogito  yang terang dan jelas itu, justru menjadi  cogito  yang terasing dari keterlibatan dunia. Aku yang berpikir, sebagai subtansi yang menjadi pusat, sudah dengan sendirinya adalah “aku” yang mengasingkan dunia dari diri...

madah tujuhbelas

Tulisan ini dibuat saat azan berkumandang. Magrib tepatnya. Pada sebuah warung kopi di suatu sore yang padat. Berduyunduyun pengendara pulang dan pergi memadati jalanjalan paska hujan. Di sana, pada jalan yang tetiba becek, tetiba saja ramai dan juga abai. Ramai, saya teringat ceritacerita tentang masa di mana azan membahana, seluruhnya siap tanggal, ada yang hendak dituju; masjid. Dan seketika ramai. Tapi juga abai, sebab dijalanjalan, khalayak harus gegas dalam duyun keburuan. Di kota, di suatu magrib, sepertinya kebal dari suara semacam azan. Justru kota disuatu magrib, adalah penting untuk terus bergerak. Masjid bisa tegak berdiri diantara jubeljubel bangunan. Menjadi pusat bagi peribadah.  Menjadi tempat yang ilahi untuk dijumpa. Tapi yang kudus nampaknya tidak selamanya kepunyaan masjid. Sepertinya bangunan yang menandai hijrah nabi berabadabad lalu, tidak selamanya kukuh sebagai bangunan yang memiliki pengaruh. Konon, tujuan masjid adalah pusat perubahan. Dari hid...

madah tiga

Belakangan ini waktu senggang jadi demikian langka. Nampaknya dinamika zaman yang dimisalkan Giddens ibarat juggernaut, memang bukan main-main: berlari kencang dan tanpa arah. Juggernaut sebagai macan besar memang masalah. Pertama ia tak bisa dikendalikan, dan kedua ia buta tujuan. Itu sebabnya, waktu bagi masa sekarang demikian berharga. Tiap detik, menit, jam, bahkan hari mesti dikalkulasi menjadi kapital. Waktu adalah uang, begitu adagium masyarakat modern. Di titik ini, manusia modern kehilangan kepekaan atas waktu. Kehilangan penghayatan atas waktu. Lalu untuk apa waktu dihayati? Martin Heidegger punya jawabannya. Filsuf gaek Jerman ini mengajukan satu pilihan, menjadi das Sein atau das Man ? Das Sein adalah istilah khas Heidegger bagi mahluk yang berkemampuan menanyakan eksistensinya selama di dunia. Das Sein secara etimologis berarti ”yang ada di sana”. Dalam bahasa khas fenomenology Heidegger, das Sein adalah satu-satunya mahluk berkesadaran yang mampu menga...

Masjid

Ramadhan jika dianggapkan semacam kuil, maka dia adalah tempat kita belajar. Sebagai sebuah kontruksi, kuil  bertujuan untuk mengasah dimensi bathin. Tempat berkontemplasi. Di dalamnya manusia mengalami transformasi kualitatif. Di mana yang kualitatif adalah bukan perkara rasio konseptual dalam merumuskan yang suci, tapi penghayatan terhadap yang ilahiat. Melaluinya manusia membangun intensi, bukan kesadaran yang dikonstuksi. Dengannya,  manusia diajak menolak segala unsur duniawi yang menyesakkan; sesuatu yang sering dikalkulasi. Kuil memanglah tempat yang khusus  yang kudus.  Sebab itulah kuil didirikan untuk satu hal:  ibadat. Dalam islam, ibadat, terutama ritual yang kolektif, selalu punya kaitan dengan masjid. Sama halnya dengan kuil, sebagai tempat ritual, masjid adalah ungkapan untuk  mengapresiasi kehadiran atas yang ilahiat. Di dalam masjid suatu hubungan dibangun antara manusia yang kerap pupus dengan tuhan yang kudus. Dengan itu, maka mas...

Manusia

Kuasakah engkau menciptakan tuhan? ...maka diamlah wahai segala tuhan! Tapi, yang pasti engkau dapat menciptakan superman. . Memang manusia mahluk yang tak lengkap. Di balik sejarah, yang tak lengkap itu berusaha dipikirkan, untuk kemudian dirumuskan pada satu pengertian yang umum dan ajeg. Sejarah memang wadah yang bisa kita dalami, di sana manusia selalu disusun dalam pengertian yang esensial; mahluk yang rasional, mahluk sprituil, mahluk kerja dsb. Tentang manusia, dalam sejarah, apa yang telah dirumuskan untuk menambal yang kurang itu memang hanya menyisahkan tekateki, lubang yang tak pernah tertutupi. Manusia bisa saja menciptakan segala hal. Dengan demikian manusia meneguhkan eksistensinya. Eksistensi yang tak utuh itu dalam sistem politik, kebebasan individu dan kolektif dijabarkan, bagaimana kekuasaan harus diterjemahkan untuk kebahagiaan banyak orang. Untuk itu, juga mekanisme ekonomi dirancang, ikhtiar untuk membuat sistem yang egaliter. Demikian budaya dan hukum t...

filsafat

Konon filsafat adalah ilmu yang punya dampak praktis. Dahulu maksud yang praksis itu ditemukan dalam   theorea . Theorea dikenal dengan sikap pikiran yang terbuka terhadap kebajikan, sebuah sikap pikir yang tertib untuk mencandrai   nous , untuk melihat cosmos yang akbar, atau dengan kata lain,   theorea   adalah sebuah jalan untuk menjadi bajik, menjadi hanif dihadapan macrocosmos. Dengan   theorea , manusia diajak untuk menghindari   doxa , dalam pengertian Plato adalah kebenaran yang tak sahih, kenyataan yang cenderung berubah, pernyataan yang kerap kali tak bisa diyakini. Dengan theorea, manusia diajarkan jalan bios theoritikos, sebuah sikap hidup yang mengolah jiwa pada keabadian, pada yang stabil, sesuatu yang tetap. Sehingga dengannya manusia diarahkan untuk hidup bijaksana, untuk mencapai otonomi. Dengannya, otomatis bermaksud praxis. Juga   theorea   ada dalam agama-agama kuno. Yunani misalnya, ada   theoros , seorang wak...

Di Ambang Kenyataan; Beban atau Peluang?

Martin Heidegger, dengan pemikiran ontologinya yang rumit, pernah memaktubkan gejala mendasar dan problematis, pada metafisika Barat- dengan seluruh totalitasnya sudah lupa- terhadap Ada. Di suatu waktu ia berkata, kita lupa terhadap sesuatu yang sederhana namum begitu fundamental; Ada. Yang terlupakan adalah entitas yang mendasari adaan yang lain. Sesuatu yang mengendap pada dasar kenyataan yang nampak, metafisika Barat dengan seluruh tradisinya terjangkiti penyakit yang segera harus dibersihkan dari kategorikategori yang dianggap gagal membaca kenyataan. Demikian sehingga telah membawa manusia melupakan dasar keberadaannya. Semenjak Parmenides sampai Sokrates, Platon hingga Kant; metafisika sebagai filsafat awal, tengah mengalami kecemasan. Filsafat guyah dari sendisendinya. Yang dahulu deskripsi tentang Ada menjadi anasir utama akhirnya harus terpinggirkan. Kemungkinan manusia untuk mendapati dan menggapai Ada; kenyataan sublim, akhirnya mengala...

Alain Badiou dan Hasrat Kebenaran

Lahir di Maroko pada 17 januari 1937. Pada kisaran tahun 60an mengeluarkan novel dengan judul Almagestes (1964) dan Portulans (1967). Badiou dikenal sebagai seorang filsuf Marxian. Banyak dari artikel yang diterbitkannya kental dengan kerangka Althuserian. Badiou, seperti filsuffilsuf yang terlibat aksi demontrasi di tahun 1968, sempat dilarang untuk memperkenalkan pikiranpikirannya untuk kalangan mahasiswa Prancis karena dianggap berbahaya bagi umum. Pada tahun 1988, dunia internasional mulai mengenal namanya ketika ia menerbitkan tulisan utuhnya dengan judul L’etre et l’evenement ( Ada dan Peristiwa). Di tahun 1989 bersama Derrida dan Lyotard mendirikan College Internationale de Philosophie. Menjadi professor emeritus pada tahun 1999 di ENS dan mendirikan pusat pengkajian internasional tentang filsafat Prancis kontemporer. Filsafat di mata Badiou perlu untuk disembuhkan. Filsafat harus melampaui dirinya dan bahasa, sehingga perlu kembali direposisi ke dalam tempatnya se...