Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label bahruamsal for literacy

Hannah Arendt dan Obrolan yang Tersisa

Muhajir mengungkap banyak hal soal pemikiran Hannah Arendt. Pertama, dia bilang, yang subtil dari Hannah Arendt adalah pemikiran politiknya. Pemikiran politik Hannah Arendt dibilang antitesa dari konsep politik kontemporer. Secara tidak langsung itu juga memberikan makna baru tentang politik. Soalnya, bilang Muhajir, politik di mata Arendt adalah "tindakan". Antitesa politik Hannah Arendt, bilang Muhajir harus dimulai dari bagaimana Arendt melihat manusia. Manusia harus dilihat sebagai "siapa dia", bukan "apa dia". Hajir, begitu sering dipanggil, bilang pembedaan ini penting sebagai jalan masuk dalam memahami konsep politik Arendt. "Siapa dia" sebagai suatu horison pengertian dengan sendirinya akan memberikan arti kekhasan atas manusia yang memang berbeda. Defenisi macam ini dengan sendirinya menempatkan perbedaan sebagai entitas yang tak tertolak. Manusia bukan "apa dia" yang mengaburkan pengertian manusia sebagai mahluk uni...

bahrulamsal for literacy; maret omongomong hannah arendt

Bulan Februari segera berakhir. Besok sudah Maret. Awal Februari bahrulamsal for literacy pertama kalinya gelar bincangbincang ringan, soal novel “Titisan Cinta Leluhur” dan “Djarinah” karya perempuan Bantaeng, Atte Sherlynia Maladevi. Waktu itu penyertanya juga seorang perempuan; Jusnawati. Dia diundang agar mau bicarakan karya tulisnya yang terbit di koran Fajar. Saat itu isinya tentang dua novel tadi. Kalau boleh bilang dia meresensinya. Soal bagaimana persisnya forum mini itu, sudah sempat saya ulas di bawah tajuk “Yang Tinggal dari ‘Geliat Atte dalam Dua Novel.’” Saya sebagai penanggung jawab penuh page bahrulamsal for literacy merasa harus menulisnya. Biar bagaimanapun ini salah satu metode menjaga semangat literasi. Kala Maret nanti bahrulamsal for literacy sudah punya agenda. Barangkali di dua minggu pertama. Kali ini soal pemikiran Hannah Arendt, perempuan filsuf abad 20. Perkara yang mau dibincangkan soal manusia dan kebebasan. Penyertanya seorang muda; Muhajir. ...

yang tinggal dari "geliat atte dalam dua novel"

Jusnawati bilang, tulisannya mengandung dua hal; segi informatif dan evaluatif. Berdasarkan itulah dia membangun perspektif. Di tulisannya, dia banyak omong tentang hal yang patut diketahui, dan yang patut dievaluasi. Ini posisi yang dia tempuh. Dia memberi tahu, Titisan Cinta Leluhur dan Djarina, dua novel yang patut dibaca. Setidaknya yang senang dengan sejarah suatu kaum. Jusna bilang kalau dia tidak suka baca sejarah. Tapi, dari dua novel yang diresensinya, dia mulai mempertimbangkan minatnya. Pemaparan Jusna lumayan banyak. Saya agak kurang perhatikan. Tidak tahu kawankawan yang lain. Banyak suara bising. Motormotor berkejaran. Apalagi mobil yang macet. Tapi ada hal yang saya tangkap. Hubungannya dengan nuansa feminin yang dibilangnya. Di warkop yang ramai sayupsayup saya dengar Jusna juga bilang kalau Titisan Cinta Leluhur punya judul yang filosofis. Judulnya menarik, ada kesan filosofis. Begitu dia bilang. Tapi dia kritik balik, bahwa dia tidak menemukan kesan yan...

geliat atte dalam dua novel