Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label ideology

Ilmu atau Ideologi?

John Locke (1632-1704) Filsuf berkebangsaan Inggris Bapak liberalisme, terkenal dengan konsep Tabula Rasa-nya ILMU dan ideologi dua hal yang berbeda, walaupun keduanya bisa saling berkelindan. Ilmu ditelusuri dari fakta-faka, ilmiah, dan sifatnya mesti objektif nan bebas nilai. Sementara ideologi justru berbeda, berkebalikan sifatnya, bisa bukan atas fakta-fakta, sifatnya nonilmiah, dan bertendensi subjektif. Pengertian umum ini kadang masih diyakini ilmuwan Barat akibat konteks sejarah pemikiran yang mendasarinya. Dominannya cara pandang saintis yang merelatifkan pandangan-pandangan metafisika, sedikit banyak membuat antinomi ini masih berlaku hingga sekarang. Sebagai contoh, agama yang sebagian besar dibangun dari pandangan metafisis tidak dimungkinkan untuk dijadikan optik atas suatu soal akibat sifatnya yang tidak ilmiah. Bahkan, kecenderungan metafisika yang dimiliki agama disamakan sebagai ideologi yang alih-alih mampu dipertanggungjawabkan sebagai ilmu yang ...

Cantik itu Memang Luka

Malam itu  saya tidak sengaja menyaksikan pagelaran pemilihan Putri Indonesia 2017. 38 perempuan dari pelbagai provinsi menjadi finalisnya. Acara itu dibuka oleh dua master ceremoni, Choky Sitohang salah satu MC memulainya dengan berkata: “Selamat malam dan inilah perempuan-perempuan cantik…dan bla dan bla, bla, bla, sambil membuka acara. Mendengar kata cantik, pikiran saya tidak karuan.  Apakah yang dimaksudkan cantik di situ? Bagaimanakah cantik dibayangkan seperti dalam acara demikian? Apakah itu berarti akan mewakili konsep cantik berdasarkan persepsi kebudayaan tertentu? Atau memang cantik yang dikatakan Choky, seperti yang hari ini diketahui, merupakan imajinasi yang banyak dibentuk media? Kadang, cantik, menjadi kata yang obsesif diinginkan perempuan. Berbagai upaya  banyak dilakukan sebagian besar perempuan-perempuan untuk terlihat cantik. Tidak sedikit untuk memenuhi ambisi kecantikannya, banyak perempuan rela mengeluarkan uang yang banyak. Mulai dari u...

Subjek Sinis

Kalau percaya terhadap pikiran Marx, di bawah kekuasaan kaum pemodal tersemat ideologi yang menipu. Di balik ideologi, suatu rekayasa dibuat demi meraup kewenangan penuh. Ideologi ditaruh untuk mengelabui. Realitas yang terang jadi abuabu. Orangorang yang hidup di bawahnya tak banyak tahu, kalau mereka bekerja hanya untuk menopang satu kekuasaan tetap bertahan. Ideologi sudah dirumuskan Marx dengan defenisi yang terang: kesadaran palsu. Dalam kalimat yang lain, ideologi adalah sesuatu yang kita ketahui adalah sesuatu yang menipu namun tetap melakukannya. Lakilaki tahu kalau rokok berbahaya secara medik, tapi kesadaran atas mode bilang lain. Lakilaki akan   macho   sembari menghisap rokok. Perempuan muda sadar kalau mau dapat tubuh indah, salah satu caranya lewat operasi plastik. Operasi plastik butuh banyak uang, tapi atas keindahan semuanya rela dilakukan. Ideologi disebut ideologi karena punya selimut kepalsuan. Atas nama mode dan keindahan, rokok dan operasi plastik ...

madah empatpuluhsembilan

Ketika akal menemukan dirinya bangkit, dunia tampak terang. Yang semula samar dan terselubung dibalik tirai mitos, jadi transparan. Dunia akhirnya terkuak dengan pengetahuan yang menjadi jembatan. Kant, di era renaisans menyebutnya pencerahan. Tapi dengan semangat pencerahan, Kant juga membangun kritik terhadap nalar pencerahan yang superior. Kritisismenya akhirnya menyingkap cacat inheren dalam akal. Ternyata akal, yang begitu superior membuka terang, tak selamanya jadi bohlam yang sempurna. Akal yang selalu ingin menjelaskan lengkap fenomena, ternyata juga retak. Yang ditangkap hanyalah lapisan fenomena yang tampak dengan cahayanya yang redup. Akal ternyata tak mampu menangkap  noumena ;  das ding an sich , inti kenyataan yang sesungguhnya. Sebab itulah Kant tak percaya suatu yang metafisis seperti subtansi bendabenda. Akal tak bisa menjangkau itu. Akal justru adalah jembatan atas keyakinan Kant yang agonistik itu. Tiada yang metafisis dibalik daya akal. Yang murn...

Hegemoni

Hegemoni sebagai suatu ide berasal dari bahasa Yunani purba  eugemonia  yang merujuk pada kekuasaan negara-negara besar yang menguasai keadaan negara-negara disekitarnya dengan dominasi posisi. Dalam Prakteknya, kekuasaan atasa negara di contohkan oleh negara Athena dan Sparta pada masa Yunani purba. Sebagai suatu istilah, hegemoni diperkenalkan Antonio Gramsci, seorang pemikir marxis Itali untuk merujuk pada keadaan kekuasaan kaum dominan yang menguasai kesadaran masyarakat dengan cara-cara non kekerasan. Batas-batas ide: dari defenisi yang diberikan Gramsci, hegemoni berarti sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional maupun perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral. Hegemoni dalam penggunaan kon...

madah duapuluhempat

Gandhi, orang tua yang ringkih itu, barangkali tak menyangka, bahwa manusia bisa cepat berubah hanya dengan sebuah fanatisme. Gandhi, yang melakukan gebrakan di India, akhirnya tersungkur oleh tembakan, bukan dari musuh yang dikecamnya, justru dari orang yang gigih membela pandanganpandangannya. Di suatu waktu saat ia keluar menemui kumpulan orang yang menunggunya dalam suatu acara doa, tibatiba terjadilah insiden itu. Fanatisme membunuh dua korban; ingatan sang penembak dan tentu Gandhi sang penganjur perubahan. Aksi penembakan itu membuat kita sadar bahwa betapa rentannya sebuah ide yang diperjuangkan bisa mendatangkan luka, atau bahkan kematian. Di India, saatsaat sebuah ide diperjuangkan adalah masamasa yang kritis. Ketika sebuah ide menuntut kepastian akan sebuah komitmen. Tapi Gandhi tahu, ideide pembebasannya tak ingin membawa India pada kepemimpinan yang berdiri atas nama keyakinan, sebab dia menyaksikan sebuah keadaan yang jamak, orangorang yang menyembah banyak tu...

Dari Teologi Hingga Ideologi Dan Keluarga Berwawasan Gender

Dalam agama, konsep gender selalu bermuara dari tindak baca teologis. Perempuan dalam teologi, islam misalnya, direduksi sampai pada tingkat yang subordinat; sebagai tulang rusuk yang patah. Cara baca yang demikian mengandung problema yang berkepanjangan hingga mengakibatkan perempuan sulit mendapatkan posisi yang sepatutnya. Persoalannya semakin menjadi rumit pada saat penafsiran terhadap teks-teks primer juga mengandung pandangan yang misoginis. Pandangan yang bias terhadap gender ini disinyalir oleh pemikir feminis islam sebagai dalang dari keterbelakangan perempuan. Ternyata teologi, ilmu yang mendasari iman itu juga tidak bersih dari pandangan yang timpang. Untuk itulah pemikiran islam kontemporer juga memperturutkan isu gender sebagai wacana kritis untuk memasukan peran perempuan di dalam keterlibatannya terhadap dunia publik. Teologi yang implisit dalam ideologi gender juga ditemukan dalam pemahaman keagamaan yang lain; kristiani. Doktrin dosa awal secara eksplisit mengac...

madah empat

Menjadi manusia dan memilih menjadi manusiawi adalah dua ihwal yang berbeda. Apalagi di dalam situasi yang dibilangkan Ulrich Beck; masyarakat berisiko. Beck mencurigai dan juga meresahkan pencapaian yang telah direkam dalam peradaban saat ini. Terlalu banyak hal yang di luar perhitungan, terlalu banyak resiko. Peradaban atau masyarakat yang kita sebut modern, sudah terlalu banyak menciptakan kemajuan, tetapi juga kesenjangan.  Lahirnya kapitalisme hanya berpusat di dalam pusaran kekuasaan, di luarnya; ada kaum miskin kota yang tergusur; buruh yang tak diupah; petani yang kehilangan lahan; nelayan yang tak kunjung melaut; dan kita sendiri yang masih saja resah terhadap nasib yang paspasan. Di dalam nasib yang paspasan itulah menjadi manusia atau memilih menjadi manusiawi adalah urusan yang bisa subtil. Walau terlalu banyak bahaya. Terlalu banyak resiko. Di saat resiko kemajuan menciptakan dunia yang penuh bopeng, justru kita hidup dengan topeng.  Itulah barangkali saat ...

catatan dua

Bagaimana saya harus memulai tulisan ini? Sebab kebiasan ini adalah hal yang baru bagi saya. Ini adalah hari kedua di mana kemarin dengan tibatiba saya berniat untuk menyisihkan waktu demi catatan atas apa yang saya alami seharian. Barangkali akan terdengar klise bagaimana aktifitas semacam ini akan saya pertahankan sampai seterusnya. Tetapi ada satu hal yang membuat saya terdorong untuk melakukannya, yakni dengan aktifitas ini, saya dapat terus menulis. Selain itu, dengan melalui catatan seperti ini saya dapat merangkum dan menjaga ingatan saya. Tak banyak yang dapat saya tuliskan di sini, barangkali hanya menyangkut situasi intelektualisme mahasiswa yang menjadi hal dalam catatan kedua ini. Banyak hal yang harus dibenahi untuk menemukan situasi ideal kemahasiswaan saat ini. Setidaknya forum diskusi yang aktif dengan pokokpokok bicara yang memungkinkan lahirnya perspektif yang jernih. Atau dinamika keilmuan yang terpancar dari semangat intelektual mahasiswa. Tetapi itu...

Michel Foucault dan Kelahiran Klinik

Biografi dan Konteks Intelektual Foucault lahir di Poitiers, Prancis pada 15 Oktober 1926. Ia berasal dari keluarga yang berlatar pendidikan medis, hingga bagi orang tuanya, Foucault diharapkan untuk memilih profesi yang sama. Tetapi studi filsafat, sejarah, dan psikologi menjadi pilihan utamanya, walaupun kelak pemikiran-pemikirannya banyak berkaitan dengan bidang medis, khususnya psikopatologi. Dalam mendalami Studi filsafat dan psikologi di Ecole Normale Superiure, ia bertemu dengan Louis Althusser yang sekaligus memperkenalkannya kepada pemikiran marxisme strukturalis; kemudian mendalami filsafat Hegel di bawah bimbingan Jean Hyppolite; dari Georges Canguilhem tentang sejarah ide; dan Georges Dumezil membuat Foucault tertarik dengan sejarah mitos-mitos, seni dan agama. Pada 1946 ia menyelesaikan pendidikannya dan menerima lisensi filsafat pada 1948 dari Sorbone dan dua tahun kemudian memperoleh ...

rumah

Every writer has an address . Setiap penulis harus memiliki alamat. Ungkapan ini saya temukan ketika membaca Catatan Pinggir , Isaac Bahevhis Singger yang mengatakannya di sana. Atau ungkapan lain; seorang penulis pasti memiliki “rumah”. Di sana Isaac menyatakan, penulis, atau orang yang akrab dengan dunia pemikiran, pastinya memiliki suatu latar belakang, suatu lingkungan pemikiran.  Dan “rumah” kata yang ia pilih. “Rumah” biar bagaimana pun adalah penanda sebuah lingkungan. Sebuah habitus. “Rumah” adalah pengandaian dunia ideide, suatu ekosistem yang membangun gagasangagasan dengan konsisten. Suatu proses dialektis yang panjang. Di dalamnya bergerak lintasanlintasan pemikiran. Budaya dialog tumbuh berkembang.  Kritisisme jadi pengalaman bersama, hingga akhirnya menggempal suatu khas; identitas. Seorang penulis memiliki “rumah”, seorang penulis memiliki identitas. Namun, bagaimana cara identitas, sebuah “rumah” terbangun? Isaac membaca sejarah Indonesia ket...

Perang

Saya sulit membayangkan hidup di tengahtengah masa perang; bangunanbangunan yang runtuh, jalan yang lenggang, desing peluru ketika melubangi tembok, bombom dengan kekuatan luluh lantah, jerit tangis dari tubuh saat dirangsek martil berkekuatan dahsyat. Serta harihari panjang tanpa kepastian. Perang di manapun peristiwanya, pasti melibatkan dua pihak yang bersitegang. Di manapun kejadiannya pasti menyisihkan yang lemah, pasti menundukkan yang kerdil. Dalam perang sudah tentu ada pihak yang menanggung derita. Dalam perang yang menanggung derita selalu ada dominasi, di sana apa yang hendak ditundukkan tahu bahwa kemerdekaan adalah perkara yang tidak bisa datang sendiri, justru di saat peranglah, arti penting kemerdekaan punya maksud perebutan. Di Palestin, perebutan itu sudah berumur panjang. Hingga akhirnya perebutan itu berbuah sengketa. Dan apa yang paling memilukan sekaligus membuat rasa marah dari sebuah sengketa, jika perebutan lahir dari sebuah agama. Dari itu, yang ada ...

Generasi Multitasking

Sebelumnya saya pernah menulis tentang kaum digital natives. Bila dibilangkan kembali, kaum digital natives merujuk pada lapisan generasi yang dibesarkan dan tumbuh oleh kemajuan alat teknologi informasi dan komunikasi canggih. Secara umur, mereka adalah generasi muda yang lahir 90an ke atas yang akrab dibesarkan bersama alam dunia digital. Di alam yang serba terbuka, yakni cairnya arus informasi yang mudah diterima, penggunaan alat komunikasi yang canggih serta produksi waktu yang kerap dihabiskan di depan layar digital, lapisan baru ini sungguh berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih suka mengoleksi lagu mp3, mendownload film kesukaan, mengupdate status di dunia maya, membaca berita digital, asik BBMan bersama dan sebahagiannya menghabiskan waktu dengan bermain game secara online dipusat-pusat game center. Secara sosial, generasi digital natives dalam beberapa sisi menyerupai apa yang dalam novel Douglas Couplan katakan sebagai generasi X. Yakni generasi yang diasuh la...