Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label esai

Fakhrizadeh, Sains, dan Terorisme

Pendek saja: Mohsen Fakhrizadeh. Catat nama ini. Dia barangkali satu dari sedikit nama ilmuwan dunia yang dikhawatirkan Barat, terutama Amerika dan Israel. Barangkali pula jarang seorang prajurit seperti Fakhrizadeh, yang sekaligus ilmuwan ahli nuklir. Di Indonesia, sulit menemukan seorang mantan tentara mengabdikan seragamnya di kancah sains, kecuali menderetkan namanya sebagai pemilik saham di perusahaan tambang berskala nasional. 

Socrates, Diogenes, dan Kegilaan

”Kegilaan”, saya kira adalah jalan alternatif, agar hidup lebih “berisi”, terutama ketika menghadapi keadaan yang dinormalisasi mirip sekarang; di aras politik, perbedaan prinsip demokrasi terancam berkembang ke arah totalitarianisme massa. Di saat bersamaan, demi stabilitas, kekuasaan negara kerap menempuh cara kekerasan menumpas kritisisme sekaligus mengampanyekan rezim autokrasi; di medan budaya, pasar—banyak orang menyebutnya kapitalisme—melalui budaya high consumption, menormalisasi masyarakat menjadi ”pelahap” simbol-simbol; di tataran global, tidak usah dikatakan, kebangkitan dua fundamentalisme kanan (pasar dan agama) jadi tren pemerintahan dunia. Di aras dunia harian, gaya hidup mengatasnamakan ”kebersamaan”; cara berpikir, praktik kerja, gaya belajar; bahkan cara berseragam jadi fenomena lawas, tapi tidak pernah dilihat sebagai jalan lapang terciptanya masyarakat—meminjam istilah Herbert Marcuse—masyarakat satu dimensi. Dalam kajian cultural studies, masyarakat satu dimen...

Korona, Tubuh, dan Mutilasi

  Tubuh era korona adalah korban ”mutilasi”. Setelah berharap agar lebih kebal virus, tubuh dipartisi dari dunia hariannya. Tubuh tidak bisa lagi meruang seperti biasanya. Daya geraknya dipisah-pisah, dibatasi, dan dibagi-bagi ke dalam dunia lebih sempit dan mini. Ia seketika menjadi organ terpotong-potong terpisah dari interaksi sosialnya.   Singkat cerita, korona ini hari telah menunda, atau bahkan menghentikan kerja organ tubuh ke part-part sosial terbatas.   Jauh sebelum korona, praktik mutilasi tubuh sudah lama dipraktikkan. Bukan saja dalam pengertian sosial, yakni dari satuan tubuh universal berupa; kelompok, keluarga, komunitas, atau bangsa, yang membuatnya menjadi unit parsial individu per individu, melainkan ke dalam mekanisme “kekerasan” yang dibenarkan melalui ideologi kebudayaan, nasionalisme, bahkan agama.  Itu artinya, tubuh dalam budaya, atau nasionalisme, atau agama, tidak sekadar dipandang sebagai unit dan bagian dari struktur o...

Bung dan Bing, Book Challenge, Bukan Sekadar Mengunggah Sampul Buku!

  ”Pada saat inilah dia sepenuhnya menyerah membaca. Sampul buku tampak seperti peti mati baginya, entah lusuh atau hiasan, dan apa yang ada di dalamnya mungkin juga debu.” —Alice Munro Don’t judge the book by its cover. Ini kiasan yang saya rasa tepat untuk melihat kebiasaan sebagaian netizen di linimasa Fb, yang belakangan melakukan aksi bergantian mengunggah buku bacaan meski hanya menampilkan sampulnya saja. Sekadar gaming memang—dan mungkin hanya gimmick, dan ini sah-sah saja dilakukan dengan alasan sebagai cara memeriahkan kecenderungan suka membaca buku yang kian kemari dirasa menjadi satu gaya hidup tersendiri. Sampul buku bukan segalanya, dan itu tidak berarti ia dapat mewakili kecenderungan positif mengenai suatu komunitas pembaca buku. Dari sampul buku, saya kira, masih sangat jauh dengan isi bukunya, yang membutuhkan kerja jaringan syaraf otak mencernanya, lewat aktivitas membaca, mencatat, dan menganalisis. Sampul buku hanya halaman depan yang mengandalkan keca...

Esai Seri Kritik Pendidikan (5): Dari Scola ke Keluarga: Siasat Bertahan Era Korona

  (Proses belajar mengajar belakangan ini, menimbulkan banyak keluhan para orangtua siswa dikarenakan proses belajar dari rumah tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Banyak orangtua siswa mengeluh, peralihan mengajar yang berpusat dari guru ke dan melalui  screen  gawai, menimbulkan masalah teknis berupa miskomunikasi, turunnya konsentrasi belajar, gaptek teknologi, dan bahkan ada yang mesti meminjam gawai tetangga agar dapat melaksanakan proses belajar mengajar. Ini hanya satu dari banyaknya masalah dalam bidang pendidikan saat ini. Mau tidak mau, sekolah dan konsep belajar hari ini mesti dievaluasi ulang untuk menemukan rumus yang pas agar menyelamatkan sekolah dari gulung tikar. Selain tulisan di bawah ini, d i sini saya sertakan empat tulisan ringkas mengenai masalah pendidikan kontemporer:  Esai Seri Kritik Pendidikan (1):  S cola Materna ,  Esai Seri Kritik Pendidikan (2): Frantz Fanon, Luce si Murid Unggulan dan Sekolah Merdeka ,  Esai Seri Krit...

Esai Seri Kritik Pendidikan (4): Sekolah Lewat Radio

  (Proses belajar mengajar belakangan ini, menimbulkan banyak keluhan para orangtua siswa dikarenakan proses belajar dari rumah tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Banyak orangtua siswa mengeluh, peralihan mengajar yang berpusat dari guru ke dan melalui  screen  gawai, menimbulkan masalah teknis berupa miskomunikasi, turunnya konsentrasi belajar, gaptek teknologi, dan bahkan ada yang mesti meminjam gawai tetangga agar dapat melaksanakan proses belajar mengajar. Ini hanya satu dari banyaknya masalah dalam bidang pendidikan saat ini. Mau tidak mau, sekolah dan konsep belajar hari ini mesti dievaluasi ulang untuk menemukan rumus yang pas agar menyelamatkan sekolah dari gulung tikar. Selain tulisan di bawah ini, d i sini saya sertakan tiga tulisan ringkas mengenai masalah pendidikan kontemporer:  Esai Seri Kritik Pendidikan (1):  S cola Materna ,  Esai Seri Kritik Pendidikan (2): Frantz Fanon, Luce si Murid Unggulan dan Sekolah Merdeka , dan Esai Seri Kritik...

Esai Seri Kritik Pendidikan (3): Nasib Kelas 4.0

(Proses belajar mengajar belakangan ini, menimbulkan banyak keluhan para orangtua siswa dikarenakan proses belajar dari rumah tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Banyak orangtua siswa mengeluh, peralihan mengajar yang berpusat dari guru ke dan melalui  screen  gawai, menimbulkan masalah teknis berupa miskomunikasi, turunnya konsentrasi belajar, gaptek teknologi, dan bahkan ada yang mesti meminjam gawai tetangga agar dapat melaksanakan proses belajar mengajar. Ini hanya satu dari banyaknya masalah dalam bidang pendidikan saat ini. Mau tidak mau, sekolah dan konsep belajar hari ini mesti dievaluasi ulang untuk menemukan rumus yang pas agar menyelamatkan sekolah dari gulung tikar. Selain tulisan di bawah ini, d i sini saya sertakan dua tulisan ringkas mengenai masalah pendidikan kontemporer:  Esai Seri Kritik Pendidikan (1): S cola Materna , Esai Seri Kritik Pendidikan (2): Frantz Fanon, Luce si Murid Unggulan dan Sekolah Merdeka , dan  tulisan yang lebih panjang--ma...

Esai Seri Kritik Pendidikan (2): Frantz Fanon, Luce si Murid Unggulan dan Sekolah Merdeka

(Proses belajar mengajar belakangan ini, menimbulkan banyak keluhan para orangtua siswa dikarenakan proses belajar dari rumah tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Banyak orangtua siswa mengeluh, peralihan mengajar yang berpusat dari guru ke dan melalui  screen  gawai, menimbulkan masalah teknis berupa miskomunikasi, turunnya konsentrasi belajar, gaptek teknologi, dan bahkan ada yang mesti meminjam gawai tetangga agar dapat melaksanakan proses belajar mengajar. Ini hanya satu dari banyaknya masalah dalam bidang pendidikan saat ini. Mau tidak mau, sekolah dan konsep belajar hari ini mesti dievaluasi ulang untuk menemukan rumus yang pas agar menyelamatkan sekolah dari gulung tikar. Selain tulisan di bawah ini, d i sini saya sertakan dua tulisan ringkas mengenai masalah pendidikan kontemporer: Esai Seri Kritik Pendidikan (1): Scola Matterna , dan   tulisan yang lebih panjang--masih menyoal pendidikan-- dapat dibaca di   Pendidikan dan Aib: Takdir Hidup si Automaton...

Esai Seri Kritik Pendidikan (1): Scola Matterna

(SEKOLAH kali ini mesti dirumuskan ulang. Terutama strategi saat menghadapi korona. Jika korona tidak berakhir dalam waktu dekat ini, maka bisa saja sekolah akan tidak ada. Atau setidaknya pertemuan tatap muka, yang selama ini dilakukan bakal bergeser ke layar smartphone . Jika begini, masalah pendidikan akan makin banyak. Salah satunya adalah masalah kultural tentang interaksi siswa dengan teknologi canggih. Sebelum itu terjadi, di bawah ini adalah dua tulisan tentang pendidikan, yang ditulis di waktu berdekatan. Tulisan yang lebih panjang--masih menyoal pendidikan-- dapat dibaca di Pendidikan dan Aib: Takdir Hidup si Automaton . Untuk versi rekam-suaranya dapat didengarkan di Seri critical pedagogy )   FONDASI pendidikan, kini, jadi makin runyam. Akibat korona berkepanjangan, sekolah nyaris rontok. Buku absen salah sedikit tutup buku. Guru dan siswa meripuh. Kepala sekolah sampai menteri, bekerja memburu waktu memikirkan rumus kebijakan yang tepat. Jika semua salah antisipasi, ...

Pendidikan dan Aib: Takdir Hidup si Automaton

(1) OTAK manusia, menurut ahli psikologi perkembangan, tidak sempurna kali pertama dilahirkan. Sebagai organ paling kompleks, otak manusia membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyempurnakan pertumbuhan jaringan sel syarafnya. [1] Para ahli neurologi, karena itu menyebut otak manusia organ paling lemah dan prematur dibandingkan otak makhluk lainnya . Berbeda dari binatang, manusia menciptakan kebudayaan demi menutupi lubang-lubang dalam kehidupannya. Melalui kebudayaan, dan dalam waktu yang sangat panjang, ia belajar menyempurnakan jaringan sel otaknya melalui revolusi kognitif. Di waktu-waktu itu juga, ia membangun rumah meninggalkan gua-gua demi berlindung dari alam rimba, menemukan sawah dan ladang-ladang, dan menciptakan revolusi agrikultur untuk bertahan hidup, [2] dan menciptakan pakaian agar berbeda dengan simpanse atau kera, kerabat dekatnya, yang masih berkeliaran bebas di hutan-hutan. Manusia, karena itu, tampak menjadi makhluk yang paling maju dibanding hewan lai...