Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label filsafat

Gara-Gara Foucault

Eike kira kekuasaan tidak serta merta hanya berurusan dengan negara sebagai institusi koersif yang selama ini sering dianggap sebagai satu-satunya sumber. Atau bahkan kekuasaan adalah legitimasi yang dimiliki negara secara “ekslusif” untuk menundukkan warganya kepada suatu kepatuhan tertentu. Kekuasaan, seperti yang dikatakan Michel Foucault –seorang sosiolog cum filsuf pasca strukturalis– hanya dapat diandaikan dalam hubungan relasional. Artinya, setiap ada relasi, maka di situ ada kekuasaan. Eike mengganggap ini perlu diangkat (kembali) ke permukaan untuk memahami bahwa selain melalui negara, kekuasaan itu tersebar di mana-mana. Jadi tidak seperti dalam pengertian klasik, kekuasaan di mata Foucault lebih bersifat menyebar dari pada fenomena tunggal seperti yang diyakini selama ini. Implikasi dari cara memahami kekuasaan seperti ini, maka dalam konteks sehari-hari, kekuasaan sangatlah mungkin diidentifikasi secara konkrit (dan kompleks) di dalam setiap hubungan yang je a...

Sekali Lagi, Filsafat itu Bercakap-Cakap, Bung!

Kemiskinan sejatinya bukanlah sehari tanpa makanan, melainkan sehari tanpa berpikir.  Dr. Ali Syariati Percuma saja mempelajari filsafat jika masih mengandaikan tindakan subjektif sebagai satu-satu kemungkinan perubahan. Di mana-mana filsafat tidak dimulai di dalam kamar kosong. Bukan dimengerti dengan cara memaksa diri ke dalam kubangan kesendirian. Mirip petapa yang terasing dan mengasingkan diri. Filsafat lahir dan hidup dengan cara melibatkan dua atau lebih subjek. filsafat itu kata kuncinya bercakap-cakap, berdialog. Itulah kenapa filsafat bermakna  sahabat, kekasih ( philos ), yang berarti kita harus mencari sahabat untuk berbincang-bincang. Dengan begitu lahir cinta ( philia)  dan dengan sendirinya akan saling mencintai ( philein ). Bukankah percakapan yang didasari rasa cinta di antara dua sahabat dengan sendirinya menimbulkan kebijaksanaan ( sophia ). Dengan kata lain, itu berarti kebijaksanaan hanya mungkin terjadi jika ada saling pengertian di a...

Memahami Seni Memahami: Pengantar ke Hermeneutika Friedrich Schleiermacher

---catatan singkat atas Seni Memahaminya F. Budi Hardiman Manusia mahluk simbolik. Begitu pendakuan scholar kebudayaan. Bahkan Clifford Geertz, antropolog abad 20 menyatakan, manusia adalah mahluk yang tidak lepas dari jebakan simbol. Lebih radikal lagi, Gertz mengatakan manusia dalam kehidupannya senantiasa dijerat makna-makna. Itu artinya secara sosiologis interaksi manusia tidak terlepas dari cara mereka menangkap makna. Bagaimana diartikan dan diaplikasikan melalui hubungan tingkah laku antara sesama. Dengan kata lain, interaksi manusia hanya mampu dimungkinkan jika diperantai makna. Tanpa makna, hampir semua hubungan manusia dalam masyarakat mengalami defisit eksistensi dan tanpa arti. Makna sebagai satuan pengikat yang memperantai komunikasi antar individu, komunitas, bangsa, agama, ras, kebudayaan dlsb., sangat rentan mengalami bias yang mendatangkan kesalahpemahaman. Disebabkan bentuk, tingkatan, situasi, tradisi, tempat, waktu, dan latar belakang pengetahuan, pem...

Jalan Raya

Apa jadinya jika jalan raya di suatu pagi bertemu dengan modernitas? Maka yang ada adalah keterburu-buruan. Hidup dalam cara modern adalah bagaimana anda dapat menggunakan waktu seefisien mungkin. Dan jalan raya, di pagi hari adalah centangperenang penandanya. Di jalan raya, anda tak boleh menengok; kanan dan kiri, apa lagi berbalik ke belakang hendak kembali, karena menengok dan kembali dalam buku besar modernitas berarti kemunduran. Dan, bisa jadi Anda akan menjadi seorang individu yang tertinggal jauh. Memang modernitas adalah sebuah bus besar yang sedang terburu-buru; bergegas dengan kecepatan yang tinggi, tanpa rem, tanpa rambu jalan dan tanpa terminal pemberhentian. Modernitas adalah bentuk zaman, atau bahkan pikiran baru yang berusaha melupakan ingatan masa lampau; melipat segala sesuatu menjadi sebuntal pakaian yang harus dilipat bahkan diganti, dan memberikan anda sekelumit pakaian dengan cermin yang menaruh visi tentang kemajuan. Dan di dalam modernitas, waktu ...

Filsafat Indomie Mi Goreng

Seharusnya siapa pun Anda berterima kasihlah kepada makanan satu ini: Mi Goreng Indomie Instan. Makanan paling instan di jaman serba instan. Ini bukan iklan. Tapi sekadar memfilsafati makanan sejuta umat ini. Makudnya, dari makanan remeh temeh ini, apakah ada sesuatu yang substantif tinimbang sekadar merasai gurihnya minyak sayur dan bumbunya yang asinasin sedap itu. Ya. Kita ingin mencari keugaharian dari makanan seharihari ini. Sesuatu yang utama. Yang falsafati. Lantas, bagaimana caranya menemukan keutamaan dari makanan yang paling banyak dicecap mahasiswa ini. Mari dibahas satu dua tiga hal. Pertama dari cara dibuatnya. Sadarkah Anda bahwa mi goreng ini mengandung kontradiksi? Jika belum, coba Anda membuatnya. Kadang melalui praktik, beberapa hal akhirnya nampak terang. Jika sudah, dapatkah Anda menemukannya? Ya, tepat sekali. Mi goreng ini hanya namanya saja mi goreng, sebab saat Anda membuatnya ternyata dengan cara direbus. Bukankah itu kontradiksi? Sesuatu ...

Review Kajian Fenomenologi: Jean Paul Sartre (1905-1980)

Jean Paul Sartre Filsuf eksistensilisme Prancis Pemikirannya menjadi unik karena menolak Tuhan sebagai penghambat kebebasan manusia (Dosen pengampu: Muhammad Ashar, Pengasuh Lembaga Kajian Filsafat Lentera Makassar) FILSAFAT  Jean Paul Sartre bukan sekadar pemikiran yang berkelit di antara asumsiasumsi teoritik belaka. Sartre, sejauh dikenal sebagai  filsuf eksistensialis, merupakan pemikir yang menganjurkan barangsiapa berfilsafat, maka pertamatama yang harus dipikirkan adalah bagaimana cara manusia bertindak. Lantas bagaimanakah cara menusia berada dengan tindakannya? Sartre mengemukakan bahwa manusia harus senantiasa mendahului esensinya. Maksudnya, manusia harus senantiasa berada tanpa ditundukkan situasi apa pun yang melingkupinya. Itu artinya, situasi yang dihadapi manusia merupakan tiang jeruji kebebasan yang mesti dijebol dan dilampaui. Akibatnya, manusia adalah mahluk yang memiliki rongga untuk dapat bertindak, bergerak, dan menent...

Review Kajian Fenomenologi Ontologi: Martin Heidegger (1889-1976)

Martin Heidegger muda Filsuf asal Jerman. Ia belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi.  Salah satu jasa Heidegger di bidang filsafat adalah memperkenalkan pemikiran Nietzsche ke tingkat filosofis daripada sastra (Dosen pengampu: Muhammad Ashar, Pengasuh Lembaga Kajian Filsafat Lentera Makassar) *** FILSAFAT di tangan Martin Heidegger, bukan sekadar produk pikiran yang licin dalam benak, dan tangkas ketika berargumentasi. Filsafat, sejauh yang ditunjukkan Heidegger, harus dinyatakan ulang dan dimulai dari pertanyaan, apa arti berfilsafat sesungguhnya? Pertanyaan reflektif dengan tujuan membangun kembali pengertian filsafat itu, dibenahi Heidegger dengan pertamatama menunjukkan bahwa berpikir filosofis, tidak seperti yang selama ini diketahui sebagai upaya argumentatif atas dan dari kesadaran manusia. Yakni yang terpahami sebagai suatu proses yang berpusat dari dalam kesadaran. Berpikir fundamental menurutnya bukan ...