Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Marx
Sosiologi Marx Sampai sekarang, setidak-tidaknya masih ada empat alasan yang menyebabkan pemikiran Marx masih sering dibenci oleh penganut teori sosiologi konservatif. Empat alasan ini pula yang secara teoritik akademik membuat pokok-pokok sosiologi Marx sulit berkembang sebagai teori dominan selain dari teori-teori lainnya. Pertama karena pemikiran Marx masih dikait-kaitkan dengan komunisme sebagai ideologi. Bahkan bagi penganut teori sosiologi konservatif, pemikiran Marx adalah ideologi komunisme itu sendiri. Akibat dinilai sebagai ideologi, pemikiran Marx tidak jauh berbeda dilihat sebagaimana agama yang secara karaktarestik tidak mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebagaimana agama, pemikiran Marx yang dinyatakan sebagai ideologi bukanlah proposisi-proposisi ilmu pengetahuan yang dititikberatkan kepada penelitian empirik masyarakat. Walaupun demikian yang ditolak oleh sosiolog konservatif bukanlah eksistensi ideologi dari pemikiran Marx itu sendiri, tapi ciri-ciri ideol...
Individualisme-metodologis Max Weber-lah yang pertama mengembalikan posisi individu menjadi inti teori sosiologi. Pembalikan ini bagi eike adalah cara Weber meninggalkan secara radikal karakter teori-teori sosiologi yang bertumpu pada sistem. Sejarah, sistem ekonomi, kebudayaan, dan kesatuan holistik yang mengandaikan totalitasi atas individu dirombak Weber menjadi hanya sebatas implikasi dari keberadaan individu. Individulah pusatnya, begitu kira-kira pendakuan Weber. Artinya, peralihan perspektif historisisme, atau misalnya developmentalisme menuju orientasi individual adalah upaya Weber mengembalikan individu sebagai agen aktif yang memiliki motif-motif ketika membentuk kehidupannya. Pendakuan Weber ini menurut eike memberikan model pemahaman yang bersandar pada pelacakan tindakan individu, makna di balik gagasan-gagasannya, motif psikisnya, maupun nilai dan norma apa yang dikandung dalam batin individu sehingga memberikannya peluang keluar dari kerangkeng totalitasi masyarakat....

Kewarganegaraan dalam Tinjauan Sosiologi Kewarganegaraan

Penulis: Robertus Robert & Hendrik Boli Tobi Penerbit: Marjin Kiri ISBN 978-979-1260-32-9 ix + 219 hlm, 14 x 20,3 cm Tiga pengertian kewarganegaraan: Pertama, kewarganegaraan sebagai bagian dari demokrasi yang dinyatakan dalam bidang politik bahwa semua warga negara setara di hadapan negara. Kedua, kewarganegaraan dimengerti sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Ketiga, kewarganegaraan sebagai keberanggotaan dari komunitas yang khas dan hubungan-hubungan sosialnya yang khas pula. Ditinjau dari teori-teori sosiologi, kewarganegaraan disebutkan Brian S. Tunner sebagai gejala yang beciri sosiologis. Dari teori-teori sosiologi klasik, dua pemikir sosiologi awal, yakni Karl Marx dan Max Weber, secara tersirat sudah membahas kewarganegaraan melalui tulisan-tulisan mereka. Marx misalnya, seperti yang dikemukakan dalam buku ini, memunculkan konsep kewarganegaraan yang khas melalui pemikirannya setelah sebelumnya mengajukan kritik terhadap Bauer yang meng...

Karl Marx di Dean Street Soho

"Penulis boleh menghasilkan uang untuk bisa hidup dan menulis, tapi tidak sedikit pun ia boleh hidup dan menulis untuk menghasilkan uang. Tidak sedikit pun penulis boleh menganggap karyanya sebagai harta. Baginya, karyanya adalah tujuan dalam dirinya sendiri; dan sama sekali bukan harta baginya sampai bila perlu si penulis siap mengorbankan hidupnya demi karyanya. Sampai taraf tertentu, sebagaimana yang diperbuat alim ulama terhadap agama, penulis mengem ban prinsip ‘patuhi Tuhan sebelum manusia’ ketika berurusan dengan makhluk manusia yang di dalamnya ia terkekang oleh hasrat-hasrat dan kebutuhan manusiawinya." Karl Marx   Salah satu olok-olok, atau bahkan ironi bagi Karl Marx barangkali datang dari suatu nama jalan; Dean Street. Panjangnya kurang lebih 400 yard. Di peta, letaknya di antara Oxford Street dengan   Shaftesbury Avenue. Di situ tidak berbeda dengan jalan-jalan di Soho, London: banyak toko-toko mentereng, klub-klub malam, bar, restoran, penjual-penjual kemb...

Sejarah Perkembangan Masyarakat

Herbert Spencer 27 April 1820 –8 Desember 1903 Filsuf Inggris dan seorang pemikir teori liberal klasik dia lebih dikenal sebagai bapak Darwinisme sosial --suatu catatan singkat Ilmu-ilmu sosial klasik memandang masyarakat sebagai entitas yang stabil dan statis. Ini mesti dimaklumi akibat pengaruh cara pandang positivistik yang menghinggapi ilmuwan sosial  ketika merepresentasekan masyarakat sebagai satuan konsep atomistik. Paling banter, jika mengisyaratkan adanya tanda-tanda gerak di dalamnya, masyarakat umumnya dipahami ibarat satuan organik. Terbangun atas sistem kehidupan, jaringan interaksi sel-sel, bertingkat-tingkat, dan memiliki karakteristik yang monoton. Tapi tetap saja, konseptualisasi demikian masih ditawan pandangan biologistik, yang sebenarnya sangat tidak representatif menggambarkan masyarakat sebagai entitas yang cair, kompleks, bergerak, rumit, dan menyejarah. Abstraksi masyarakat yang demikian mengandung kecacatan  mendasar. Pe...

Neurosis dan Praktik Berbahasa

F. Budi Hardiman.  Penulis buku Seni Memahami.  Pengajar Filsafat Setelah membaca sedikit tulisan Menuju Masyarakat Komunikatif-nya F. Budi Hardiman, terbersit dalam benak saya, tanpa dihubungkan kekuatan di luar kesadaran manusia, semua apa yang kita omongkan, ataupun yang sering dituliskan (juga yang sering diperbuat) bisa jadi merupakan hasil dari “sensor diri”. Maksudnya, jangan-jangan hampir semua praktik berbahasa dan tindakan kita merupakan imbas dari penyakit yang tidak kita duga-duga: neurosis. Pengertian ini memang agak melenceng dari yang dibilangkan F. Budi Hardiman mengenai konsep “sensor”, dan di mana konsep itu diberlakukan. Konsep sensor itu sendiri sebenarnya diambil dari pemikiran Sigmund Freud dalam menerangkan pengalaman mimpi yang dialami pengidap neurosis. Budi Hardiman menjelaskan, mimpi yang kerap menjadi “dunia pelarian” bagi harapan-harapan yang tidak terealisasi di alam praksis, selalu terbentuk dan terdistorsi oleh mekanisme ...

Kelas, Klas

Kelas di suatu waktu bisa bermakna sepetak ruang, yang membagi sesuatu menjadi partisi-partisi. Tapi di lain waktu ia tanda dari kesenjangan. Sesuatu yang membangun jarak.  Kelas sebagai sesuatu istilah, dipopulerkan pertama kali oleh seorang sosialis tulen berkebangsaan Jerman, Karl Heinrich Marx. Tapi, kelas yang dia maksudkan bukan untuk menunjuk pada batas-batas tentang ruang, bukan ruang petak yang berbentuk kubus, apalagi ruangan yang menggelantung di dalamnya gambar dua muka penguasa sebuah negeri. Kelas yang ia istilahkan menunjuk pada entitas yang berjarak sekaligus diskriminatif. Suatu tingkatan sosial yang ia bagi menjadi dua entitas atau kelompok: proletar dan borjuis. Dua mata sosial yang saling tolak menolak. Di hadapan Marx ada masyarakat yang ingin tumbuh. Eropa baru saja kuncup dari keadaan menyesakkan. Harapan hidup tak lagi semata-mata urusan dominan dogma-dogma gerejawan. Eropa sedang dalam transformasi besar-besaran. Orang-orang menaruh harap pada p...

takhayul dan komunisme

Comte menandai masa teologik-metafisik sebagai rentang sejarah manusia yang bergerak oleh kekuatan mitos dan takhayul. Dua kekuatan ini adalah cara manusia bertahan hidup dari semesta alam yang asing. Di masa ini, keyakinan jika manusia menghadapi hambatanhambatan dalam kehidupan, mampu diselesaikan dewadewi seperti yang diyakini dalam mitos. Bagi masyarakat prarasional, mitos dan takhayul dipakai sebagai perangkat pengetahuan untuk menjadi pegangan hidupnya. Tapi, kesadaran berkembang. Mitos dan takhayul akhirnya digantikan dengan ilmu pengetahuan. August Comte menyebut masa ini zaman keemasan. Ilmu pengetahuan menjadi ratu peradaban. Berbeda dari dua masa sebelumnya, hal ihwal yang belum terjelaskan selama manusia hidup ternyata bisa dipecahkan oleh sains. Akibatnya, kata Comte, di zaman ini segala hal berbau teologis dan metafisis akan dihapus ilmu pengetahuan. Sainslah keyakinan baru masyarakat positivis. Prediksi Bapak Sosiologi Barat itu bisa benar bisa tidak. Masyara...

Subjek Sinis

Kalau percaya terhadap pikiran Marx, di bawah kekuasaan kaum pemodal tersemat ideologi yang menipu. Di balik ideologi, suatu rekayasa dibuat demi meraup kewenangan penuh. Ideologi ditaruh untuk mengelabui. Realitas yang terang jadi abuabu. Orangorang yang hidup di bawahnya tak banyak tahu, kalau mereka bekerja hanya untuk menopang satu kekuasaan tetap bertahan. Ideologi sudah dirumuskan Marx dengan defenisi yang terang: kesadaran palsu. Dalam kalimat yang lain, ideologi adalah sesuatu yang kita ketahui adalah sesuatu yang menipu namun tetap melakukannya. Lakilaki tahu kalau rokok berbahaya secara medik, tapi kesadaran atas mode bilang lain. Lakilaki akan   macho   sembari menghisap rokok. Perempuan muda sadar kalau mau dapat tubuh indah, salah satu caranya lewat operasi plastik. Operasi plastik butuh banyak uang, tapi atas keindahan semuanya rela dilakukan. Ideologi disebut ideologi karena punya selimut kepalsuan. Atas nama mode dan keindahan, rokok dan operasi plastik ...

Kritik atas Frankfurt School

Herbert Marcuse Salah satu pendiri Mazhab Frankfurt Dikenal melalui bukunya ”One Dimensional Man” PERTAMA , kritik hak milik  ekonomi politik Marx yang mengalami pergeseran dari motif kelas menjadi motif psikologi. Pendasaran segregasi kelas yang menjadi acuan marxisme dalam menelusuri motifmotif penguasaan, di tangan pemikirMazhab Frankfurt malah mengalami penurunan ketajaman dalam menganalisis keadaan objektif masyarakat. Apabila Marx melihat asalusul penindasan secara objektif ditemukan dalam pembagian kelas masyarakat, di mana penguasaan alat produksi oleh kaum borjuasi menjadi sumber penghisapan, melalui cara pandang Mazhab Frankfurt malah dikembalikan kepada unsurunsur subjektif berupa dorongandorongan intrinsik manusia. Akibatnya, kritik Marx yang semula ditujukan kepada analisaanalisa idealistik, justru di tangan Mazhab Frankfurt terjadi repetisi atas apa yang telah Marx kritik sebelumnya. Kedua, dalam kajian Mazhab frankfurt, pendasaran ...