Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Yang lain

Filsafat Indomie Mi Goreng

Seharusnya siapa pun Anda berterima kasihlah kepada makanan satu ini: Mi Goreng Indomie Instan. Makanan paling instan di jaman serba instan. Ini bukan iklan. Tapi sekadar memfilsafati makanan sejuta umat ini. Makudnya, dari makanan remeh temeh ini, apakah ada sesuatu yang substantif tinimbang sekadar merasai gurihnya minyak sayur dan bumbunya yang asinasin sedap itu. Ya. Kita ingin mencari keugaharian dari makanan seharihari ini. Sesuatu yang utama. Yang falsafati. Lantas, bagaimana caranya menemukan keutamaan dari makanan yang paling banyak dicecap mahasiswa ini. Mari dibahas satu dua tiga hal. Pertama dari cara dibuatnya. Sadarkah Anda bahwa mi goreng ini mengandung kontradiksi? Jika belum, coba Anda membuatnya. Kadang melalui praktik, beberapa hal akhirnya nampak terang. Jika sudah, dapatkah Anda menemukannya? Ya, tepat sekali. Mi goreng ini hanya namanya saja mi goreng, sebab saat Anda membuatnya ternyata dengan cara direbus. Bukankah itu kontradiksi? Sesuatu ...

Flow di Era Socmed

Buku ini baru saja saya membelinya. Belum cukup dua tiga halaman membacanya, saya merasa buku ini cocok untuk sesiapa saja yang ingin belajar menulis. Rekomended buat penulis pemula.  Di bab pertama, sudah ada kalimat dari Jalaluddin Rakhmat, seorang scholar ilmu komunikasi, yang mengatakan tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Maksudnya tiada lain, menulis --sebagai media komunikasi, juga bermanfaat sebagai sejenis terapi melatih diri agar tertib berbahasa. Menulis tanpa bermaksud menyampaikan dan membentuk pengertian, dimaksudkan agar orang mampu menulis dengan suasana yang riang. Menulis dengan model seperti ini berbeda dengan suasana menulis yang dibatasi deadline, atau demi tugas profesional akademik, yang kadang menuntut intensi konsentrasi yang tinggi. Akibatnya, dengan tekanan sedemikian rupa, membuat orang gagal menyalurkan idenya ketika menulis. Menulis dengan riang, saya menduga adalah suasana menulis tanpa teka...

Tere Liye dan Kesadaran Sejarah

Mendadak novelis kondang, Tere Liye, jadi sorotan. Statusnya di lini masa FB biangnya. Status yang tidak lebih dari tiga paragraf itu dianggap buta sejarah. Pasalnya dia menamsil, selain pejuang agamawan, tidak ada pejuang semisal pemikir komunis, sosialis, HAM, maupun liberal yang pernah berjibaku membela tanah pertiwi. “Coba cari,” kalau ada katanya. Selanjutnya, Tere Liye bilang, jangan mau terpesona dengan pemikiran dari luar, seakanakan tak ada sejarah dan kearifan dalam negeri yang bisa diambil hikmahnya. Sikap Tere Liye ini bisa disebut sebagai orang yang naif melihat sejarah Indonesia. Kalau mau jujur, banyak namanama pejuang pra dan pasca kemerdekaan yang berhaluan sosialis atau bahkan komunis. Di mulai dari Syarikat Islam, Partai Komunis Indonesia, sampai   Founding Father , contoh yang paling terang. Yang paling lucu adalah kalau dibilang tak ada “kearifan dalam” yang bisa digali untuk dijadikan pelajaran. Di sini, agaknya Tere Liye terjebak dengan cara p...

Kawan Lama

Bertemu kawan lama itu seperti peristiwa yang anti sejarah. Apalagi tak banyak kenangan yang tersimpan. Tapi, ketika kita duduk bersama dan membincang hal yang tak dipikirkan sebelumnya, kita dipaksa untuk ditawan kenangan yang tibatiba muncul bagai matahari dan tenggelam sebelum sinarnya hilang di balik punggung lautan. Kawan lama ketika bertemu begitu saja, akan sulit untuk mengambil satu topik yang menyenangkan untuk dibicarakan. Apalagi ingin mendahului pertanyaan seperti dilakukan kepada kekasih. Terpaksa yang dibicarakan adalah masamasa ketika pernah bersama, saat sepulang sekolah berpanaspanas ria jalan kaki menuju rumah. Atau saat di tiap sore menghampar di tanah lapang bermain sepak bola sampai magrib tiba. Tapi yang paling mengejutkan adalah cerita tentang orangorang di masa lalu, yang tak tahu lagi bagaimana ukuran badannya sekarang, seperti apa bentuk mukanya, sudah seperti apa pekerjaannya sekarang, menjadi orang asing yang kita tanyakan. Di saat itu, tibatiba ...

Che Guevara

yang pinggir terpinggirkan

Sabtu Pagi dengan Eka Kurniawan

Eka Kurniawan lagilagi membuat saya berdecak kagum. Sabtu pagi tanpa sengaja, saya menemukan cerpennya: Jimat Sero.  Kesengajaan yang menyenangkan. Seperti biasa, membaca cerita pria ini membuat kita harus bersabar dengan ending yang tak didugaduga, sementara di saat yang bersamaan kita tak tahu alur apa yang bakal terjadi.  Membaca cerpennya seperti mengetahui ada misteri yang menunggu di ujung cerita  tanpa diketahui seperti apa misteri yang di maksud.  Jimat Sero   by Eka Kurniawan, Suara Merdeka, 24 Januari 2010 Ia mengingatkanku pada masa kecil kami. Saat itu ibuku baru melahirkan adik, dan bapak menitipkanku ke rumah nenek di kampung. Di sekolah yang baru, hanya aku yang pakai sepatu dan hanya aku yang punya rautan pensil. Sial sekali memang. Dengan tubuh kecil, ringkih, hidung penuh ingus dan sering pilek, aku menjadi bulan-bulanan teman sekelas. Setiap hari mereka merampok uang jajanku. Satu hari tiga anak memukuliku, karena aku sengaja tid...

Tempo Makassar, 5 September 2015

5 September 2015

Membaca Eka Kurniawan

Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimp i NAMA Eka Kurniawan kali pertama saya temukan melalui salah satu blog di dunia maya. Bisa dibilang, dari blog itu pertama kali saya mengenal sastrawan yang berkacamata ini. Dari blog itu juga saya bisa tahu ternyata Eka Kurniawan seorang satrawan yang sedang naik daun.   Saya melihat dari blog yang sama, salah satu bukunya;  Perempuan Patah Hati Yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi . Saat itu, disertai tulisan yang mengulas karyanya ini, blog itu berhasil membuat saya penasaran untuk membaca karya-karyanya. Sebenarnya, nama Eka Kurniawan tak begitu saya ketahui. Selain saya bukan pembaca karangan sastra yang baik, saya juga tidak banyak bersentuhan dengan perkembangan diskursus sastra. Tapi melalui blog yang saya baca, akhirnya saya bisa mengetahui bahwa Eka ternyata punya situs pribadi. Dari website itulah saya berusaha berkenalan dengan Eka melalui tulisan-tulisannya. ...

Malaikat Buku-Buku

Lukisan Jibril (Arab)/Gabriel (Inggris) dari Abad 12 FILSUF muslim menyebutkan segala yang ada memiliki malaikatnya masingmasing. Misalnya, untuk urusan wahyu ada malaikat Jibril, urusan rezeki ada malaikat Mikail, untuk soal nasib ada Mungkar dan Nakir. Di Islam, sepuluh malaikat dan tugastugasnya wajib diketahui, walaupun disebutkan oleh beberapa literatur bahwa jumlah malaikat sebanyak bintangbintang di langit. Jika demikian, saya berandaiandai ada juga malaikat buku. Namanya adalah malaikat Al Alim. Tugas utamanya adalah menjaga bukubuku agar dapat terawat dengan baik. Tujuannya agar bukubuku tak punah hingga akhir zaman. Selain itu, tugasnya adalah mencatat seluruh nama dan jenis buku yang ada di muka bumi. Seharihari, tugas lainnya adalah mengatur peredaran bukubuku di dunia.  Tugas malaikat buku tak kalah berat dari malaikat Mikail yang mengatur setiap rezeki seluruh mahluk di setiap sudut mayapada. Berbeda dari itu, malaikat Al Alim mengatur dan mencatat ...

Memugar Waktu; Tetiba Januari

Tulisan ini diniatkan sebagai penanda atas peralihan. Niat yang lain sebagai semacam menciptakan jembatan bagi dua tepi masa; jembatan selalu berarti menyambungkan, menghubungkan dua  bebukit yang dipisah jarak yang landai, di sini dan di sana; sekarang dan esok, membangun hubungan. Atau tulisan ini saya maksudkan semisal taut jangkar, yang ditambat di bawah lambung kapal agar kemudi tak guyah. Di luar,  letus api berkembang …juga mendung. Di jalanjalan raya gempita menyambut  tahun yang baru sudah mulai hiruk dan juga ribut. Tahun yang baru sudah siap disongsong, tetapi apa yang baru? Maka saya lebih suka menyebutnya peralihan, bukan baru. Sebab yang namanya baru berarti meninggalkan yang lama, juga tahun. Di luar keramaian jamak membunuh kesan yang dibangun berharihari yang lalu, berbulanbulan yang lalu hingga tahun yang sebentar lagi dikemas dalam kelampauan, dan pada akhirnya membunuhnya. Dan apa yang tersisa dari tahun yang kita namai baru. Sebab ...

dialog imajiner bersama Machiavelli

Suatu ketika di malam awal Juni saatsaat lembayung makin padat. Juni yang mengawali kemarau Juni yang biasanya panas, saya berusaha membangun imajinasi. Tentang sebuah perbincangan dengan seorang realis, orang yang pernah hidup sekitar akhir abad pertengahan. Seorang dari Florence Itali; Niccolo Machiavelli. Saya membayangkan malam awal Juni itu dua bulan setelah hari kelahirannya, duduk bersama orang yang kerap dikutuk berkat gagasannya yang tanpa moral itu. Di mana saya dengannya bertemu di saatsaat karirnya sebagai penasihat politik mendekati anti klimaks. Pada pinggiran selatan kota Florence saya dengannya bersua. Ketika Itali sedang dalam invasi Spanyol. Saya: Kenapa anda tampak murung? Apakah ini karena Itali sedang dalam masa-masa kritis? Niccolo: (Sambil tersenyum) Saya memang murung? Lebih mudah bagi saya kematian seorang ayah daripada kehilangan warisan..Mari anak muda..(sambil memberikan segelas anggur) bagaimana anda bisa sampai kesini? Ini masa kritis.. ...

Madah: Mayangmayang Cerita yang Tertunda

Madah oh madah.. Mungkinkah sesuatu itu berasal dari alam yang sebenarnya tiada? Banyak kisah bermula dari sana, dari apa yang kita sebut legenda ataupun mitos, bahkan Agama sekalipun; awal mula semesta alam adalah sabda. Diyakini bahwa dari sana bermulanya segala sesuatu. Setidaknya harus ada penjelasan yang menetapkan sebab dari awal segala sesuatu. Dimana ketika sebab mulai merunut kejadiankejadian, barangkali pada peritiwa itulah kita mengenal situasi yang menyertakan waktu. Dan di sanalah alaf ruang berima serta waktu dalam membentuk sejarah. Seperti dirimu, awal mulanya adalah penggalpengal kata. Yang dalam runutannya ada rentang yang mesti kau lewati. Diantara yang silih datang dan pergi. Diantara perulangan putaran waktu, ketika peristiwa kerap kali menjadi suatu yang penting.  Dan memang sejarah adalah gores panjang yang merunut kejadian dengan toreh pesanpesan pada pinggiran untuk memberikan asumsi dari apa yang bisa kita terima. Engkau kerap muncul diant...

Surat dari Nietzsche; Kebutuhan untuk Percaya

Di siang itu,  kala hujan lebat, jalanjalan basah tergenangi air, kehidupan kita,  seperti ungkapan Jerman:  lebenswelt  tengah berjalan tanpa penghujung. Dunia yang kita hayati dengan cita dan harap. Kehidupan manusia yang jatuh bangun di tengah harapan yang kembang kempis. Maknamakna yang ditata berdasarkan persentuhan manusia terhadap penghujung sejarah yang panjang; penghidupan yang naik turun, riuh rendah nasib yang diperjuangkan, ketika insting bertahan hidup kerap kali mendapatkan ujiannya pada harapan yang tipis. Maka di siang itu sebuah peristiwa terjadi. Di tengahtengah itu, pada penghujan yang enggan berhenti, saya membayangkan sejulur tangan menulis dengan penanya, untuk zaman kita. Untuk ia kirimkan tepat di tengah jantung peradaban kehidupan kita. Sebuah surat yang datang dari penghujung abad 19 dengan maknanya yang privatif. Pesan yang begitu pribadi, ia memiliki kesan yang tertutup. Ketika segalanya tengah terbuka lebar, ketika perihal y...