Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label feminisme

Perempuan dan Media

Seringkali saya menyaksikan pengalaman saudara perempuan saya di waktu ia beranjak remaja. Ketika itu menulis diari adalah suatu kebiasaan --barangkali bagi sebagian besar perempuan seumuran di zamannya. Di tiap malam, pengalaman itu membentuk persepsi saya, bahwa perempuan memiliki rahasia yang diucapkannya melalui "bibir kedua", tempatnya berbicara. Berhari-hari kebiasaan itu dilakukannya. Menulis apa saja yang datang dari pikiran dan perasaannya. Berlembar-lembar halaman dihabiskan hingga selanjutnya dia harus bersekolah jauh dari rumah. Sampai akhirnya, saya tidak pernah lagi melihatnya menulis di buku yang disimpannya entah di mana. Setelah selama ini sedikit mempelajari posisi dan peran perempuan dalam sejarah perkembangan masyarakat, peristiwa itu saya refleksikan kembali. Saya cari apa hubungan diari perempuan sebagai medan ekspresifnya dengan alam kebudayaan tempat perempuan hidup. Berdasarkan pemikiran Luce Irigaray, seorang feminis Prancis, yang mengandaika...

madah empatpuluhtujuh

Hari ini hari kepunyaan perempuan. 8 Maret, dengan serentak, perempuan tetiba ditempatkan pada suatu titik yang agung. International womens day memang punya gema seruan yang lantang. Perempuan dalam 8 Maret adalah suara emansipatif untuk merebut posisi yang sewajarnya dalam sejarah. Hari ini pasti banyak yang kembali menengok jenis kelamin yang berabadabad disingkirkan dari pentas cosmos. Hari ini, entah itu pria juga wanita, bersuara dalam satu intonasi yang kuat: hidup perempuan. Yang sewajarnya dalam sejarah bagi perempuan, sebenaranya adalah deret peristiwa kelam yang tak pernah stabil untuk kukuh pada relasi yang sejajar. Di mulai dalam sejarah pengetahuan, perempuan sudah selalu dipandang sebagai mahluk yang tak lengkap. Di Yunani purba, filsuffilsuf yang galibnya adalah kaum lakilaki sudah mengukuhkan pandangan semacam itu. Perempuan seperti mahluk yang keluar dari lintasan cosmos yang semestinya. Itulah mengapa, perempuan dianggap pelengkap dari susunan hirarki t...

Dari Teologi Hingga Ideologi Dan Keluarga Berwawasan Gender

Dalam agama, konsep gender selalu bermuara dari tindak baca teologis. Perempuan dalam teologi, islam misalnya, direduksi sampai pada tingkat yang subordinat; sebagai tulang rusuk yang patah. Cara baca yang demikian mengandung problema yang berkepanjangan hingga mengakibatkan perempuan sulit mendapatkan posisi yang sepatutnya. Persoalannya semakin menjadi rumit pada saat penafsiran terhadap teks-teks primer juga mengandung pandangan yang misoginis. Pandangan yang bias terhadap gender ini disinyalir oleh pemikir feminis islam sebagai dalang dari keterbelakangan perempuan. Ternyata teologi, ilmu yang mendasari iman itu juga tidak bersih dari pandangan yang timpang. Untuk itulah pemikiran islam kontemporer juga memperturutkan isu gender sebagai wacana kritis untuk memasukan peran perempuan di dalam keterlibatannya terhadap dunia publik. Teologi yang implisit dalam ideologi gender juga ditemukan dalam pemahaman keagamaan yang lain; kristiani. Doktrin dosa awal secara eksplisit mengac...

Catatan Ketujuh

Kita pernah hidup di masa lampau, yang primitif, yang jahil. Sejarah memang nampaknya berjalan dengan dua hal: peradaban dan kejahilan. Tetapi bagaimana jika sejarah tak pernah beranjak? Atau dengan kata lain, kita sebenarnya tak pernah ke mana-mana. Di India, negeri hindustan yang padat itu punya kisah kelabu. Di India masyarakat berdesak-desakan tak bisa melawan hukum urbanisasi: kriminalitas. Dan inilah jahiliah itu: meledaknya perkosaan, diskriminasi perempuan, dan apa lagi ini: seorang anak perempuan dikubur dengan cara hidup-hidup. India adalah negara yang mencerminkan kepelikan dua arus besar: sistem kasta dan modernisme. Tradisi keagamaan yang kuat dan keinginan untuk maju. Tetapi kemajuan tak selamanya dapat mengelak tradisi yang sudah mendarah daging. Urbanisasi maklum terjadi pada daerah-daerah berkembang harus berhadapan dengan anomalitas kemajuan. Di saat demikianlah kemiskinan bertaut dengan kebodohan, dan cerita selanjutnya sudah jelas, kejahatan yang menumpu...

memilih jadi ibu; Architeksture

Catatan ini adalah hal yang baru dari rutin saya. Kenapa baru? Sebab tidak seperti biasanya saya menyempatkan waktu untuk menyimpan memori saya dalam sebuah catatan. Terutama tentang seluruh aktifitas selama saya bergelut dengan harihari.  Ini setidaknya mengikuti kebiasan pengalaman seorang perempuan centil galau dan tak kuasa atas lingkungannya, sehingga akhirnya memilih merekam suasana emosinya di balik tutur catatan. Yang memilih katup bibirnya bersuara dari ujung penanya.  Di waktu saya kecil saya sering menemukan kebiasaan perempuan semacam itu; menulis semacam diari sebelum mereka mengakhiri hari di  pertengahan malam. Dan barangkali semacam itulah yang akan saya lakukan di harihari depan saya; menyisakan waktu untuk menyimpan memori saya, ingatan saya, atau kesan saya selama seharian.   Mungkin juga ini akan menjadi aktifitas yang sedikit feminin; berdiam diri untuk merehabilitasi ingatan dalam pugar katakata. Dan memang menurut saya menulis itu...