Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2015

madah duabelas

Daniel Bell pernah menyeru, dalam bukunya; ideologi telah mati. Dan ini tidak sepenuhnya salah, sebab dia berbicara tentang jatuhnya sosialisme dan keyakinankeyakinan politik peninggalan abad sembian belas. Seruan ini pernah gaung di pertengahan enam puluhan, tetapi hingga saat ini nampaknya pernyataan sosiolog itu masih terasa benarnya. Namun nampaknya ia menyebut ideologi yang lain. Ia menyebut  ideologi yang pernah dianut hampir sepertiga kawasan dunia. Kini, dunia telah berganti rupa. Ia sepertinya salah memperhitungkan, bahwa ada yang lain, dan juga sebenarnya adalah ideologi. Kapitalisme yang tak pernah matimati itu, kini di sini, dengan kemasan yang dibungkus menarik; iklan. Iklan yang disebut sebagai media yang mengagungagungkan objek oleh Baudrillard, memang sudah menggusur apa yang kita yakini. Simulakrum yang disebutnya sebagai realitas virtual yang semu sepertinya sudah kita anggap sebagai kenyataan. Ini persis dengan mahluk gua Plato; yang nyata adalah apa yang ...

madah sebelas

Agama adalah usaha manusia dalam membangun suatu kosmos yang keramat. Ini bahasa yang dipakai Berger untuk membangun pengertian agama. Dan nampaknya tidak sepenuhnya salah. Ia melanjutkan, “keramat adalah suatu kualitas misterius dan menakjubkan”. Artinya, agama adalah pengalaman terhadap yang keramat, dan yang disebut pengalaman sepertinya adalah sebuah sikap yang tidak berjarak; menyatu. Namun sepertinya dalam mengalamatkan yang mana keramat justru kita bisa semenamena. Atau bahkan salah kaprah. Justru yang keramat akhirakhir ini malah  nampak menjadi sebuah sikap yang klenik. Yang keramat bukan lagi sebagai sebuah misterium dan hal yang menakjubkan, tetapi sebaliknya adalah sebuah sikap yang banal. Ini berarti sepertinya agama yang keramat itu sudah merupakan salah kaprah. Agama yang banal. Agama yang kehilangan semangat dan misterianya. Agama yang bukan pengalaman. Kosmos yang keramat sebenarnya adalah apa yang ditegakkan dengan cara yang transenden. Sebuah ihwal...

madah sepuluh

“Agama adalah suara keluhan orangorang tertindas, jiwa dan dunia yang tak berperasaan, semangat dari kemandegan yang tak berjiwa. Agama adalah candu masyarakat.” (Karl Marx-Enggels,   Works ) Agama itu satu dan yang lainnya hanyalah penafsiran. Dan dari tafsir inilah kita membangun keyakinan hingga iman. Dengan kata lain, iman adalah urusan yang tidak sematamata teologis tetapi juga sosiologis. Di dalam yang sosiologis inilah agama yang satu berkelindan dan membangun diri. Dari yang satu menjadi padu. Padu berarti ada dialog, berarti ada pertukaran antara perbedaan dari yang banyak. Padu mirip dengan sebuah iringan musik; bebunyian yang saling timbul tenggelam, ganti bergantian dari alat musik yang berbeda, tetapi justru di dalamnya membangun keselarasan.  Berpadu berarti harus tahu di mana batasbatas, kapan harus membunyikan alat musik, kapan harus dinaikkan nadanya, dan kapan harus berhenti. Dengan begitulah berpadu berarti mengikutkan yang lain dalam sebuah iram...

madah sembilan

Manusia bisa saja bebas dan bertindak merdeka, tetapi sepertinya juga tidak sepenuhnya benar betul. Manusia dengan segala supremasinya harus juga tahu, bahwa dunia tak sepenuhnya bisa ditaklukkan. Dunia punya hukum objektif, dunia punya semacam mekanisme yang sulit ditebak, dan di luar sana, dunia memang begitu cepat berubah. Nasib atau takdir memang objektif tetapi bagaimana nasib dan juga takdir bekerja adalah perkara yang subjektif. Dalam keyakinan agama, takdir sudah dinisbahkan kukuh dan tak tersentuh perubahan. Tak ada pergantian apalagi perubahan rencana. Teos sudah sedari awal membangun skenario, hingga telos juga sudah merupakan bagian yang tak bisa diganggu gugat. Segala peristiwa memang sudah terprediksi. Ini berarti sejarah, apa yang telah sudah terjadi, atau bagaimana hari depan di alami, merupakan garis yang telah ditetapkan. Manusia jika sudah hidup, maka hanya tinggal bekerja dan berperilaku seperti peran yang telah disuratkan. Dan di saat demikianlah, takdir...

madah delapan

Barangkali malam ini memang tak ada yang bisa dijadikan bahan dari tulisan ini. Memang sepertinya demikian, sebab untuk malam ini memang tak ada ide yang bisa dikembangan menjadi tulisan. Inilah barangkali keadaan yang harus dilampaui oleh seorang yang menginginkan setiap malamnya dapat menuliskan sesuatu. Ide atau apapun itu memang sepertinya tertahan entah di mana? Atau barangkali ia telah hanyut terbawa arus hujan? Entahlah. Tentang kondisi ini, harus saya katakan adalah pertama kalinya saya kehilangan ide untuk dituliskan. Perhitungan ini semenjak saya memutuskan niat untuk dapat menulis di tiap malam dari dua minggu yang lalu. Dan ini hari ke lima belas saya mengalami kehilangan ide dan juga inspirasi untuk menulis. Tepat di hari kelima belas. Tetapi jangan dulu, bukankah ini juga adalah sebuah catatan? Atau lebih tepatnya sebuah catatan yang menuliskan tentang tiadanya ide sebagai bahan tulisan. Bukankan itu juga adalah sebuah ide yang implisit di dalamnya? Artinya say...

madah tujuh

Tulisan ini tak bermaksud menjadi catatan yang panjang. Catatan ini hanya bermaksud untuk menulis tentang artikel yang terbit beberapa hari lalu di kolom literasi Tempo Makassar. Tulisan ini terbit di hari jumat, dua tiga Jaunari. Saya membacanya melalui media Fb yang ditandakan oleh penulisnya langsung. Penulisnya adalah orang yang saya kenal. Dan aktivitasnyalah yang membuat saya salut dan magut terhadap semangatnya. Membaca tempo apalagi koran bukanlah aktivitas seharihari saya. Begitu juga kolom literasi koran Tempo makassar jarang saya membacanya. Tetapi untuk kali ini beda, apalagi sebelumnya saya melihat penulis yang saya maksudkan telah menandai saya untuk membaca hasil tulisannya. Tetapi beberapa hari ada aktivitas praktik lapangan, maka baru sore tadi saya membacanya melalui fb. Tulisannya berjudul “Memberilah dengan Sari Diri” Sejauh yang bisa saya tangkap, dari tiga belas paragrafnya, tulisan ini hendak mengingatkan bahwa memberi sebenarnya adalah peristiwa yang ...

madah enam

Malam tadi saya tak sempat melakukan rutin; menulis sebuah catatan. Menyisihkan waktu untuk menulis memang ternyata bukan hal yang mudah. Apalagi jika suatu hal yang tak didugaduga datang mengambil waktu yang telah dipersiapkan. Itulah sebabnya mengapa menulis membutuhkan perebutan dari yang dirampas, sebuah kondisi yang tarik menarik. Dengan cara begitu menulis sering saya alami sebagai usaha "yang membebaskan." Yang membebaskan berarti tak ada pagar yang memancang batas. Tak ada yang disebut teritori hasil dominasi. Membebaskan berarti usaha untuk meloncati batas: sebuah peristiwa tanpa penjajahan. Dengan waktu yang disisihkan itu, usaha saya untuk membebaskan diri dari batas yang sering kali dominan itu mesti ditaklukkan. Entah sesibuk apapun, mesti ada waktu untuk dimerdekakan, untuk menulis. Dan ini adalah usaha yang memang tak mudah. Maka itu usaha ini sama berarti dengan apa yang akhirakhir ini saya sebut melawan diri sendiri. Ini berarti adalah kondisi yang ing...

madah lima

Politik memang kisruh yang berkepanjangan. Dalam politik selalu mengandaikan antagonisme. Tanpa itu, politik hanya peristiwa yang hampa dan lurus tanpa kritik.  Politik dengan demikian adalah proses jalin kelindan kekuasaan yang saling tumpang tindih, menyilang, menyeberang dan sulit untuk padu. Sebab dalam politik kepentingan menjadi tujuan tanpa akhir di mana di dalamnya negoisasi dan komunikasi menjadi kebutuhan yang tak terelakkan. .  Tetapi bagaimana jika politik yang penuh dengan negoisasi itu justru adalah perlintasan dialog yang tanpa katalog? Atau politik yang tanpa arah? Suatu peristiwa berkepentingan tanpa disertai perhitungan tanpa etiket. Politik  tanpa etiket adalah politik tanpa gagasan. Tak bisa dibayangkan jika politik demikian akhirnya banyak menyedot kepentingan dari kesepakatan tanpa maksud. Jika memang sedari awal tak ada bangunan yang sama untuk dinegoisasikan. Atau sedari awal memang tak ada kesepakatan yang tak ingin dibangun. Barangkali...

Dari Teologi Hingga Ideologi Dan Keluarga Berwawasan Gender

Dalam agama, konsep gender selalu bermuara dari tindak baca teologis. Perempuan dalam teologi, islam misalnya, direduksi sampai pada tingkat yang subordinat; sebagai tulang rusuk yang patah. Cara baca yang demikian mengandung problema yang berkepanjangan hingga mengakibatkan perempuan sulit mendapatkan posisi yang sepatutnya. Persoalannya semakin menjadi rumit pada saat penafsiran terhadap teks-teks primer juga mengandung pandangan yang misoginis. Pandangan yang bias terhadap gender ini disinyalir oleh pemikir feminis islam sebagai dalang dari keterbelakangan perempuan. Ternyata teologi, ilmu yang mendasari iman itu juga tidak bersih dari pandangan yang timpang. Untuk itulah pemikiran islam kontemporer juga memperturutkan isu gender sebagai wacana kritis untuk memasukan peran perempuan di dalam keterlibatannya terhadap dunia publik. Teologi yang implisit dalam ideologi gender juga ditemukan dalam pemahaman keagamaan yang lain; kristiani. Doktrin dosa awal secara eksplisit mengac...

madah empat

Menjadi manusia dan memilih menjadi manusiawi adalah dua ihwal yang berbeda. Apalagi di dalam situasi yang dibilangkan Ulrich Beck; masyarakat berisiko. Beck mencurigai dan juga meresahkan pencapaian yang telah direkam dalam peradaban saat ini. Terlalu banyak hal yang di luar perhitungan, terlalu banyak resiko. Peradaban atau masyarakat yang kita sebut modern, sudah terlalu banyak menciptakan kemajuan, tetapi juga kesenjangan.  Lahirnya kapitalisme hanya berpusat di dalam pusaran kekuasaan, di luarnya; ada kaum miskin kota yang tergusur; buruh yang tak diupah; petani yang kehilangan lahan; nelayan yang tak kunjung melaut; dan kita sendiri yang masih saja resah terhadap nasib yang paspasan. Di dalam nasib yang paspasan itulah menjadi manusia atau memilih menjadi manusiawi adalah urusan yang bisa subtil. Walau terlalu banyak bahaya. Terlalu banyak resiko. Di saat resiko kemajuan menciptakan dunia yang penuh bopeng, justru kita hidup dengan topeng.  Itulah barangkali saat ...

madah tiga

Belakangan ini waktu senggang jadi demikian langka. Nampaknya dinamika zaman yang dimisalkan Giddens ibarat juggernaut, memang bukan main-main: berlari kencang dan tanpa arah. Juggernaut sebagai macan besar memang masalah. Pertama ia tak bisa dikendalikan, dan kedua ia buta tujuan. Itu sebabnya, waktu bagi masa sekarang demikian berharga. Tiap detik, menit, jam, bahkan hari mesti dikalkulasi menjadi kapital. Waktu adalah uang, begitu adagium masyarakat modern. Di titik ini, manusia modern kehilangan kepekaan atas waktu. Kehilangan penghayatan atas waktu. Lalu untuk apa waktu dihayati? Martin Heidegger punya jawabannya. Filsuf gaek Jerman ini mengajukan satu pilihan, menjadi das Sein atau das Man ? Das Sein adalah istilah khas Heidegger bagi mahluk yang berkemampuan menanyakan eksistensinya selama di dunia. Das Sein secara etimologis berarti ”yang ada di sana”. Dalam bahasa khas fenomenology Heidegger, das Sein adalah satu-satunya mahluk berkesadaran yang mampu menga...

madah dua

DALAM arti apa Muhammad kita katakan sebagai nabi, dan dengan maksud seperti apa Muhammad, orang yang hidup di Mekkah berabad lalu, disebut manusia biasa? Persoalan ini penting dan sekaligus juga genting. Penting sebab ia seorang nabi, genting oleh karena ia juga manusia. Berarti sampai di sini ada yang mesti kita jernihkan. Muhammad ”yang teologis” dan Muhammad ”yang antropologis” dua maksud yang berbeda. Walaupun kita menyadari, dia, Muhammad, sebagai ”yang ilahiat” dan ”manusiawi” merupakan Muhammad yang sama. Belakangan ini hari-hari genting. Bahkan kita sudah sampai pada masa yang perlu diinterupsi. Zaman, seperti yang didorong semangat modernisme, atau bahkan pascamodernisme, sudah meninggalkan ”yang ilahiat” jauh di belakang sejarah. Saat ini, penting membuat penanda di antara tegangan zaman ”yang profan” dan ”yang sakral”. Untuk mengguncang, mengingatkan. Bahwa ”yang ilahiat” nampaknya masih punya denyut dan detak. Bahwa ”yang ilahiat”, ”yang transenden”, se...

madah satu

Catatan ini tidak akan menjadi tulisan yang panjang. Seperti catatan sebelumnya yang memang diniatkan hanya untuk merekam serpih-serpih pikiran ataupun ingatan saya. Yang semuanya memang tak lebih dari beberapa paragraf, bahkan nyaris tak lebih dari empat atau lima paragraf. Dari apa yang ingin saya ungkap di sini rasarasanya nyaris tidak ada. Tetapi untuk saat ini, barangkali hanya niat saya untuk mengganti judul catatancatatan saya dengan nama yang berbeda. Ada keinginan untuk menggantinya dengan nama Madah. Seperti nama tokoh dalam cerpencerpen saya. Sedikitnya saya ingin mengungkapkan bagaimana Madah menjadi nama sentral dalam cerpen saya, dan apa hubungannya dengan aktivitas saya dengan ingin menggunakannya dalam catatan saya seperti ini ke depannya. Madah, nama yang awalnya tak punya arti itu, saya temukan dengan cara yang tibatiba. Saya menemukannya saat membutuhkan sebuah nama bagi tokoh di cerpen yang saya buat. Tentu dalam hal nama, banyak yang bisa saya pungut da...

Catatan Ketujuh

Kita pernah hidup di masa lampau, yang primitif, yang jahil. Sejarah memang nampaknya berjalan dengan dua hal: peradaban dan kejahilan. Tetapi bagaimana jika sejarah tak pernah beranjak? Atau dengan kata lain, kita sebenarnya tak pernah ke mana-mana. Di India, negeri hindustan yang padat itu punya kisah kelabu. Di India masyarakat berdesak-desakan tak bisa melawan hukum urbanisasi: kriminalitas. Dan inilah jahiliah itu: meledaknya perkosaan, diskriminasi perempuan, dan apa lagi ini: seorang anak perempuan dikubur dengan cara hidup-hidup. India adalah negara yang mencerminkan kepelikan dua arus besar: sistem kasta dan modernisme. Tradisi keagamaan yang kuat dan keinginan untuk maju. Tetapi kemajuan tak selamanya dapat mengelak tradisi yang sudah mendarah daging. Urbanisasi maklum terjadi pada daerah-daerah berkembang harus berhadapan dengan anomalitas kemajuan. Di saat demikianlah kemiskinan bertaut dengan kebodohan, dan cerita selanjutnya sudah jelas, kejahatan yang menumpu...

catatan enam

Tidak terlalu banyak yang dapat saya tuliskan untuk malam ini. Barangkali hanya menyangkut eksekusi hukuman mati terpidana kasus narkotika. Saya sulit membayangkan atau merasakan, bagaimana menjalani waktu yang sudah mendekati ajal. Kematian memang keadaan yang tak didugaduga, tetapi bagaimana jika itu sudah pasti kedatangannya. Apalagi dengan cara ditembak.  Butuh banyak hal untuk itu, dan juga iman yang kukuh. Dua ribu delapan silam, kita juga pernah menghadapi hal yang sama. Waktu itu tiga pidana kasus bom Bali yang akan menjalani kematiannya. Juga dieksekusi dengan cara ditembak. Kematian adalah kejadian yang dahsyat. Juga situasi yang purba, oleh sebab ia penanda eksistensi manusia. Untuk itu kematian punya ragam dan cara bagaimana ia datang. Terpidana bisa saja siap lahir dan juga menturutkan batin yang kokoh untuk menghadapi batasnya, tetapi kematian sebagai tindak eksistensi barangkali adalah hal yang absen. Artinya kematian dalam hal ini bisa berarti p...

catatan lima

Agama memang banyak menyimpaan sisi kelam. Saya pikir, sepertinya tak ada agama yang bersih daricerita yang kronik, sebab saat agama datang, setelahnya adalah penegakan hak atas yang bathil; bagaimana terang agama menampik iman yang salah.  Lantas di mana kroniknya? Masalahnya adalah jika “yang terang” sudah dengan perang hendak membentuk keyakinan yang tunggal dengan cara memenggal. Atas itulah agama dalam sejarah hingga kini menyimpan kelam dan kelabu. Seperti sekarang ini, cara yang kronik itu ingin betul mencipta terang dengan pedang, demi yang tunggal melalui pasung dan penggal. Akhirakhir ini umat muslim jadi kisruh atas ulah terbitan majalah di Prancis. Sebabnya adalah terbitan dengan gambar kartun yang dianggap mengejek nabi umat muslim. Tentu kita dibuat jengkel dan marah. Bahkan marah menjadi cara kita mengidentifikasi keyakinan kita. Dan juga marah, sepertinya  merupakan tanda selama ini yang kerap kita pakai untuk menunjukkan sentimental iman kita.  ...

catatan empat

Minggu ini, perempuan, kekuasaan, dan harta menjadi tema tontonan yang menghebohkan. Bahasa rasul itu memang terjadi dan tak jauh dari penyebaran pemberitaan saat ini; penetapan tersangka calon kepala polisi RI oleh KPK dan beredarnya fotofoto panas yang mirip pimpinan KPK juga turut Putri Indonesia.  Apa lagi ini? Masalah siapa lagi ini? Tibatiba awal tahun kita dibawa kepada situasi politik yang ituitu lagi; kekisruhan yang membuat daftar panjang bagaimana penyelenggaraan pemerintahan selalu ditandai dengan intrik dan taktik. Politik memang medan yang antagonis. Bahkan politik sudah merupakan skenario yang disiapkan ceritanya sedari awal; siapa sutradaranya, pemeran utamanya, tokoh kuncinya, kapan cerita harus didramatisir, kapan penjahatnya kalah dan menang, dsb. Politik dengan skenario yang sudah diatur memang adalah panggung yang awalnya minim dialog; mulanya disiapkan diamdiam, kemudian, riuh rendah suara mulai mengisi dialog para pemerannya hingga akhir cerita....

Beragama dengan Tindak Filsafat

Filsafat di hadapan agama dalam sejarah adalah ilmu yang selalu mengandung perselisihan. Di dalam peradaban Barat maupun Timur, filsafat  selalu disisihkan dari khalayak umum. Dijatuhmatikannya orang-orang semisal Socrates, Galileo, dan juga Bruno dalam sejarah sosial politik Barat, dan pembunuhan terhadap Suhrawardi, kecaman Al Gazali, dan Ibn Taimiyah terhadap filsafat di sejarah pemikiran Islam, adalah ilustrasi bagaimana agama menjadi hakim atas tindak berpikir filosofis yang dianggap membahayakan keberlangsungan tatanan masyarakat. Filsafat sebagai tindak berpikir kritis dan radikal dianggap dapat mempengaruhi atau merusak tatanan iman yang merupakan inti dari keyakinan agama. Jika meminjam analisis Alain Badiou,  ada empat faktor yang dimiliki filsafat sehingga dapat membahayakan agama. Yang pertama adalah apa  yang ia istilahkan  revolt.  Dalam kasus Soscrates,  revolt  adalah diskursus pengetahuan yang merupakan cara berpikir baru atas pe...