Langsung ke konten utama

catatan lima

Agama memang banyak menyimpaan sisi kelam. Saya pikir, sepertinya tak ada agama yang bersih daricerita yang kronik, sebab saat agama datang, setelahnya adalah penegakan hak atas yang bathil; bagaimana terang agama menampik iman yang salah. 

Lantas di mana kroniknya? Masalahnya adalah jika “yang terang” sudah dengan perang hendak membentuk keyakinan yang tunggal dengan cara memenggal. Atas itulah agama dalam sejarah hingga kini menyimpan kelam dan kelabu. Seperti sekarang ini, cara yang kronik itu ingin betul mencipta terang dengan pedang, demi yang tunggal melalui pasung dan penggal.

Akhirakhir ini umat muslim jadi kisruh atas ulah terbitan majalah di Prancis. Sebabnya adalah terbitan dengan gambar kartun yang dianggap mengejek nabi umat muslim. Tentu kita dibuat jengkel dan marah. Bahkan marah menjadi cara kita mengidentifikasi keyakinan kita. Dan juga marah, sepertinya  merupakan tanda selama ini yang kerap kita pakai untuk menunjukkan sentimental iman kita. 

Tetapi untuk kali ini beda, tidak sekedar marah, kisruh, aksi demonstrasi dan kecaman cara kita memprotes. Justru malah menghentakkan siapa saja dengan cara yang tak biasa; terorisme.

Di beberapa negeri muslim, protes atas terbitan yang sering kali mengejek umat muslim itu memang masih terjadi. Tetapi apa yang terjadi di Prancis atas penyerangan di kantor Charlie Hebdo, memang tak dimaksudkan untuk memprotes, tetapi sudah menjadi “terang yang ingin perang.” 

Di sinilah kita dibuat bingung, agama dengan vulgar menjadi momok yang menakutkan. Kebingungan kita justru meminimkan bahasa dialog daripada cara yang merontokkan kepercayaan terhadap agama yang cinta damai.

Walaupun demikian sudah sepantasnya kita marah, memprotes dan bersuara. Biar bagaimanapun kebebasan menyebar informasi bukan untuk saling singgung apalagi mencela. Sebab di luar sana, agama tidak ditafsir atas nalar yang jernih, tetapi juga dengan iman yang kronik. 

Barangkali apa yang terjadi di seberang benua sana adalah suara-suara yang telah lama diam di bawah kibarkibar demokrasi. Barangkali umat muslim yang menewaskan beberapa orang oleh aksi penyerangannya, punya iman yang menggumpal, punya agama yang meluapluap; bahwa kali ini tidak lagi sekedar protes.


Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...