Langsung ke konten utama
Sosiologi Marx
Sampai sekarang, setidak-tidaknya masih ada empat alasan yang menyebabkan pemikiran Marx masih sering dibenci oleh penganut teori sosiologi konservatif. Empat alasan ini pula yang secara teoritik akademik membuat pokok-pokok sosiologi Marx sulit berkembang sebagai teori dominan selain dari teori-teori lainnya. Pertama karena pemikiran Marx masih dikait-kaitkan dengan komunisme sebagai ideologi. Bahkan bagi penganut teori sosiologi konservatif, pemikiran Marx adalah ideologi komunisme itu sendiri. Akibat dinilai sebagai ideologi, pemikiran Marx tidak jauh berbeda dilihat sebagaimana agama yang secara karaktarestik tidak mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebagaimana agama, pemikiran Marx yang dinyatakan sebagai ideologi bukanlah proposisi-proposisi ilmu pengetahuan yang dititikberatkan kepada penelitian empirik masyarakat. Walaupun demikian yang ditolak oleh sosiolog konservatif bukanlah eksistensi ideologi dari pemikiran Marx itu sendiri, tapi ciri-ciri ideologis yang ada dalam cara radikal Marx melihat kenyataan masyarakat. Dimensi inilah yang disinyalir menjadi penolakan dari pemikiran sosiologi Marx, karena secara kritis implikasi dari radikalisasi Marx ketika merumuskan teorinya tiada lain memiliki dampak epistemik yang mampu membuka kedok kepentingan yang bersembunyi di balik mantel teori-teori sosiologi konservatif. Kedua, secara biografis Marx tidak seperti dua pendahulunya, yakni Auguste Comte dan Emile Durkheim yang dilihat sebagai ekonom tinimbang sosiolog. Meski sosiolog awal mengakui nilai penting dimensi ekonomi dari sisi kehidupan manusia, namun mereka melihat ekonomi hanya merupakan satu bagian dari keseluruhan kehidupan sosial masyarakat. Perhatian yang berbeda dari Marx nampak mencolok dari perhatian para sosiolog awal yang menekankan aspek-aspek harmonisasi dari kekacauan dua gejolak revolusi Perancis dan Inggris. Sementara Marx justru tidak terlalu mementingkan kekacauan masyarakat pasca dua revolusi yang dimaksud, melainkan jauh lebih kritis dengan mempertanyakan nilai keadilan yang terselenggara secara timpang akibat sistem kapitalisme pasca revolusi industri di Inggris. Dengan kata lain, Marx ingin mengembangkan suatu dalil penjelas yang menerangkan suatu fenomena khas kemunculan masyarakat pasca industri berupa ekses buruk dari sistem kapitalisme dan bagaimana cara mengubahnya secara radikal. Ketiga, ini salah satu yang paling mencolok karena para sosiolog awal melandasi dasar-dasar teori sosiologinya melalui filsafat Kantian. Sementara Marx membangun sistem pemikirannya melalui cara berpikir yang dikenal dengan nama dialektika. Berbeda dari cara berpikir filsafat Kant yang digerakkan dengan pola linear matematis, hukum sebab-akibat dalam dialektika Hegel, filsuf di mana Marx mengambil dialektika-nya, dipikirkan secara timbal balik dan atau bahkan saling memengaruhi. Artinya secara sederhana, melalui konsep dialektika, hukum sebab-akibat tidak dipahami secara hipotetik, melainkan melingkar dan saling berperan antara sebab bisa menjadi akibat, dan sebaliknya akibat bisa berubah posisi menjadi sebab. Keempat, akibat pemikiran Marx disebut-sebut sebagai biang keladi dari pelbagai kekacauan sosial di belahan dunia ketiga. Di hadapan teori sosiologi konservatif, terutama yang berpandangan struktural fungsional, pokok-pokok sosiologi Marx memiliki dampak yang melebihi kapasitasnya sebagai suatu teori yang secara akademik-etis hanya bertugas memberi pendasaran deskripsional bagi fenomena yang menjadi objek pengamatannya. Sementara teori-teori Marx tidak sebatas akademik-etis menggambarkan dan merumuskan pelbagai gejala sosial yang dinyatakannya melalui kerja ilmiahnya, melainkan secara politik-moral-etik mendorong hadirnya sikap terlibat bagi dan di dalam untuk mengubah fenomena sosial yang dihadapinya. Tepat dititik inilah makna radikal dari ucapan Marx ketika menyindir bentuk idealistik dari pemahaman sosiologi Hegel, filsuf (sosiolog) memiliki tugas bukan sekadar mengintrepetasi kehidupan sosial, melainkan mengubahnya.

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...