Langsung ke konten utama

catatan dua

Bagaimana saya harus memulai tulisan ini? Sebab kebiasan ini adalah hal yang baru bagi saya. Ini adalah hari kedua di mana kemarin dengan tibatiba saya berniat untuk menyisihkan waktu demi catatan atas apa yang saya alami seharian. Barangkali akan terdengar klise bagaimana aktifitas semacam ini akan saya pertahankan sampai seterusnya. Tetapi ada satu hal yang membuat saya terdorong untuk melakukannya, yakni dengan aktifitas ini, saya dapat terus menulis. Selain itu, dengan melalui catatan seperti ini saya dapat merangkum dan menjaga ingatan saya.

Tak banyak yang dapat saya tuliskan di sini, barangkali hanya menyangkut situasi intelektualisme mahasiswa yang menjadi hal dalam catatan kedua ini.

Banyak hal yang harus dibenahi untuk menemukan situasi ideal kemahasiswaan saat ini. Setidaknya forum diskusi yang aktif dengan pokokpokok bicara yang memungkinkan lahirnya perspektif yang jernih. Atau dinamika keilmuan yang terpancar dari semangat intelektual mahasiswa. Tetapi itu hal yang langka untuk saat sekarang, sebab kebanyakan mahasiswa sekarang tidak dididik untuk dapat berpikir dan berjiwa besar. Juga tidak didukung dengan sistem akademik yang menumbuhkan semangat pencaharian atas ilmu yang maha dahsyat. Dan yang utama adalah tenaga pengajar yang minim perkembangan.

Atas itulah saya berpikir butuh banyak perubahan yang mesti dilakukan, salah satunya adalah hasrat untuk belajar bagi mahasiswa sekarang.

Saya sudahi dulu catatan saya. Saya terlalu lelah untuk meneruskan tulisan ini.

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...