Gandhi, orang tua yang ringkih itu,
barangkali tak menyangka, bahwa manusia bisa cepat berubah hanya dengan sebuah
fanatisme. Gandhi, yang melakukan gebrakan di India, akhirnya tersungkur oleh
tembakan, bukan dari musuh yang dikecamnya, justru dari orang yang gigih
membela pandanganpandangannya. Di suatu waktu saat ia keluar menemui kumpulan
orang yang menunggunya dalam suatu acara doa, tibatiba terjadilah insiden itu.
Fanatisme membunuh dua korban; ingatan sang penembak dan tentu Gandhi sang
penganjur perubahan.
Aksi penembakan itu membuat kita sadar bahwa
betapa rentannya sebuah ide yang diperjuangkan bisa mendatangkan luka, atau
bahkan kematian.
Di India, saatsaat sebuah ide diperjuangkan
adalah masamasa yang kritis. Ketika sebuah ide menuntut kepastian akan sebuah
komitmen. Tapi Gandhi tahu, ideide pembebasannya tak ingin membawa India pada
kepemimpinan yang berdiri atas nama keyakinan, sebab dia menyaksikan sebuah
keadaan yang jamak, orangorang yang menyembah banyak tuhan. Maka itulah ia tak hendak membawa sebuah ide untuk mengakui satu
kelompok kepercayaan. Apalagi ini adalah urusan negara, bukan seperti urusan
semacam parade yang sebentar saja bubar. Negara membutuhkan ide yang universal,
bukan yang fanatik.
Tapi India harus mengenang kehilangan Bapunya yang kharismatik itu. Orang yang setia dengan cara persuasif dalam menggugat kesewenanwenangan. Dari itu justru yang menggugat juga berarti menggugah.
Itu kejadian yang jauh di India. Di negeri
kita, sejarah yang hampir sama juga terjadi. Yakni betapa susahnya membangun
ide menyeluruh yang bisa mengikat keseluruhan tanpa menanggalkan sesuatu yang
khas dari partikularitas. Soekarno sudah pasti tahu itu, sebab Indonesia bukan
kepunyaan segelintir kelompok. Sebab negeri ini adalah jerih dan payah
orangorang banyak. Ada pemikiran yang dikuras dan tenaga yang dikorbankan. Maka
itu ia perlu dialog, maka itu ia perlu diskusi panjang.
Dan gagasan universal itu dibincang, para
tokoh berdebat panjang. Kritik dan pertukaran pikiran tibatiba ramai. Namun
suatu hal tak pernah luput bahwa semuanya demi negeri bukan kelompok. Dan ide
universal itu bernama pancasila. Ide universal yang merangkum partikularitas
Indonesia.
Tapi adakah pembunuhan di sana? Seperti yang
di alami Gandhi? Nampaknya bisa iya, tapi sudah pasti tidak. Sejarah kita
menuliskan, bahwa tak ada orang seperti Nathuram Godse yang berkepala penuh
fanatisme dengan pistol ditangannya dan nekat membunuh seorang semisal Bung
Karno. Tapi banyak yang harus dibunuh saat harihari perumusan yang melibatkan
para tokoh untuk mencari ide yang universal. Mereka pasti yakin, sebuah ide
universal yang melingkupi, harus mampu menyisihkan ego apapun di dalamnya.
Sebab betapa bahayanya sebuah fanatisme. Betapa berisikonya sebuah ide tanpa
akal panjang.
Apa yang diperjuangkan Gandhi di india dan
Founding Father di negeri ini, sering disebut sebagai ideologi. Sebuah ide yang
menjaring dan mampu mengikat keseluruhan dari bagianbagian. Di negeri ini
bagianbagian itu begitu jamak. Banyak yang berbeda dan tak bisa serta merta
dibayangkan sama. Maka itu, ideologi, atau pancasila, sebenarnya adalah ide
yang fleksibel sekaligus ketat. Fleksibel berhadapan dengan kejamakan dan ketat
sebagai panduan.
Tapi, ideologi juga bisa menyulut emosi
seperti yang ditunjukkan Nathuram Godse. Tak bisa dibayangkan bagaimana India
di kepala Godse yang pengikut hindu garis keras itu. Atau bagaimana pula India
yang dikehendakinya dengan cara membunuh orang yang disebut Bapu itu. Tapi
barangkali bisa kita tebak, kepala yang penuh dengan keyakinan yang fanatis,
akan tak siap menerima beragamnya perbedaan. Kepala yang penuh ide yang sempit
sudah pasti memiliki jiwa yang sempit.
Barangkali itulah yang sering terjadi di
negeri ini. Orangorang seperti Nathuram Godse di mana ada keyakinan yang tak
pernah tumbuh bersamaan dengan yang lain. Orangorang yang menginginkan negeri
yang tanpa perbedaan dengan mengenyahkan keberagaman. Orangorang yang fanatik
atas ide tunggal hingga menjadi orangorang yang antik.
Tapi mudahmudahan itu tak terjadi. Kita tak
ingin jika di suatu pagi seluruh koran di negeri ini memberitakan berita
kematian seorang tokoh, akibat tembakan pistol orangorang fanatik semisal
Nathuram Godse.