Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Trinitrotoluena

Belakangan eike sulit mengucapkan kata “sensitif”, apalagi kalau itu ditambahi imbuhan dan akhiran seperti menjadi “ke-sensitiv-an”. Lidah eike sulit mendesiskan bunyi “e” kemudian “i” di waktu yang hampir bersamaan, sekaligus bunyi “a” di akhir katanya. Peralihan bunyi itulah yang membuat lidah eike sulit mengejanya. Tidak mulus, tidak lincah, bahkan. Hal yang sama apabila eike mengucapkan kata “kreatifitas” menjadi “ke-kreatif-an”. Lidah eike seperti sulit diajak “bergoyang” dari bunyi “e”, “a”, “i”yang berubah seketika. Akhirnya eike mencari kata-kata yang mirip gejalanya dari dua kata di atas semisal kata “pemimpin” menjadi sulit ketika diubah ke bentuk “ke-pemimpin-an”, kata “aktif” menjadi “ke-aktiv-an”, atau terma “kritis” berganti menjadi “ke-kritis-an”, atau yang paling sulit eike katakan: “eike cinta je!” Baiklah, yang terakhir itu bukan sulit diucapkan, tapi ah, puki mak ! Betapa kompleks sekaligus rumitnya konsekuensi dan arti dari kalimat yang terakhir itu. A...

Pribumi

Tidak ada pengetahuan yang bebas nilai. Demikianlah yang didakukan aliran sosiologi mazhab Frankfurt. Setiap pengetahuan mencerminkan kebutuhan sosialnya. Kebutuhan praktisnya. Dalil ini sekaligus kritik mendasar terhadap positivisme logis, suatu aliran pemikiran yang berkeyakinan bahwa pengetahuan itu mesti bebas nilai. Harus objektif. Seperti apa yang ditampakkan di dalam kenyataan. Tapi, adakah kenyataan yang sebenarnya-benarnya bebas dari infiltrasi pengetahuan manusia. Dengan kata lain kenyataan yang murni tanpa bias pandangan manusia. Kenyataan objektif yang didamba-dambakan dalam sains modern? Tepat melalui pertanyaan inilah, eike kira pemahaman kita terhadap suatu segala adalah medan yang sarat kepentingan. Ketika kita mempersepsi sesuatu, menilai sesuatu, pengetahuan bukanlah kapas putih tanpa muatan noda. Setiap fakta yang kita terima, sudah dari awal dibentuk oleh keyakinan kita. Kitalah yang menghendaki fakta itu berdasarkan apa yang ingin kita terima. Manusialah yang men...

5 Lagu Mahasiswa-Perjuangan yang Tidak Lagi Akrab di Telinga Generasi Mahasiswa Zaman Now

Tidak bisa dimungkiri, karakter, kecenderungan, dan cara pandang mahasiswa era kiwari jauh berbeda dari dua generasi sebelumnya. Perbedaan ini sangat terasa dari perubahan kehidupan kultural yang mereka lakonkan. Terutama generasi Z, cara mereka menjalani hidup jauh lebih variatif dan unik. Seperti hasil riset dari Tirto.id, jika ditilik, dari segi fesyen, mahasiswa-generasi Z lebih menyukai membeli produk di mal-mal atau pusat-pusat perbelanjaan yang dirasa lebih mewakili selera berbusana mereka. Sehari generasi ini bisa menghabiskan tiga sampai lima jam mengakses internet melalui gawai canggih mereka. Jika hendak memenuhi hajat perut, generasi Z gampag ditemui di tempat makan siap saji semisal KFC, Pizza Hut, atau pun McD. Pilihan liburan dan hiburan generasi Z juga mengalami perubahan. Generasi Z banyak menghabiskan uangnya di tempat-tempat wisata alam semisal gunung atau pun pantai. Mengenai hiburan di bidang musik, generasi Z senang mendengarkan musik-musik pop dari manc...
Sosiologi Marx Sampai sekarang, setidak-tidaknya masih ada empat alasan yang menyebabkan pemikiran Marx masih sering dibenci oleh penganut teori sosiologi konservatif. Empat alasan ini pula yang secara teoritik akademik membuat pokok-pokok sosiologi Marx sulit berkembang sebagai teori dominan selain dari teori-teori lainnya. Pertama karena pemikiran Marx masih dikait-kaitkan dengan komunisme sebagai ideologi. Bahkan bagi penganut teori sosiologi konservatif, pemikiran Marx adalah ideologi komunisme itu sendiri. Akibat dinilai sebagai ideologi, pemikiran Marx tidak jauh berbeda dilihat sebagaimana agama yang secara karaktarestik tidak mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebagaimana agama, pemikiran Marx yang dinyatakan sebagai ideologi bukanlah proposisi-proposisi ilmu pengetahuan yang dititikberatkan kepada penelitian empirik masyarakat. Walaupun demikian yang ditolak oleh sosiolog konservatif bukanlah eksistensi ideologi dari pemikiran Marx itu sendiri, tapi ciri-ciri ideol...

Sosiologi Waktu: Suatu Tilikan Sederhana

Waktu dalam pendakuan Emile Durkheim adalah cermin dari pengalaman kolektif masyarakat. Sebagaimana fakta sosial, waktu bukan semata-mata dimensi subjektif manusia belaka, melainkan dia dibentuk secara bersama-sama seiring pengalaman masyarakat yang ikut menyertainya. Bahkan, waktu tidak saja dapat mengungkapkan irama aktivitas kolektif masyarakat, melainkan juga sebaliknya mengatur aktivitas kolektif masyarakat di dalamnya. Waktu yang berasal dari kehidupan sosial secara historis-sosiologis memiliki ragam bentuk, terutama yang berkaitan dengan hal ihwal yang prinsipil. Pandangan dunia, sistem religi, sistem ekonomi, sistem pendidikan, serta beragam faktor lainnya adalah hal-hal yang ikut membentuk paras waktu dari masa ke masa, dari satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Waktu reflektif Yunani Kuno Waktu di Yunani kuno identik dengan skolae. Skolae adalah waktu yang dimaksimalkan demi pencerahan akal budi dan jiwa. Bagi masyarakat Yunani kelas atas --selain budak-- w...
Keberanian Sipil Sepertinya tidak cukup hanya keberanian teologis, atau keberanian filosofis yang dibutuhkan saat ini. Melainkan suatu keberanian yang disebut keberanian sipil. Je boleh saja memiliki keberanian teologis menyatakan iman religius dalam masyarakat pasca-kebenaran, atau memiliki kebebasan menyatakan keberanian berpikir melalui pernyataan-pernyataan cerkas di media sosial, tapi sejauh je belum melihat keberanian secara sipil, itu berarti tidak cukup untuk mengawal agenda-agenda penting dalam konteks masyarakat demokrasi modern. Belakangan banyak keberanian literasi yang meng-cover dua keberanian di atas, namun belum banyak yang mau mengawalnya dalam kerangka sipil. Keberanian sipil eike kira mesti dipahami dalam konteks politik secara legal formal. Itu artinya bukan saja secara teologi dan pengetahuan kebebasan itu dijamin hak dan kewajibannya, namun juga secara politik dan legal formal setiap kebebasan yang dimiliki individu dijamin dan dilindungi kedaulatannya. Kebera...
PB Syndicate PB Syndicate Momen seperti inilah yang eike kira mesti dipertahankan. Kelak, yakin dan percaya, momen-momen seperti ini yang bakal memberikan dan menjadi fondasi intelektual ketika je sekalian sudah melakoni beragam pengalaman kemanusiaan. Mau apalagi, eike harus berterus terang, kampus hari ini tidak banyak memberikan kemungkinan pengalaman yang lebih diskursif. Kebanyakan pengalaman belajar dalam kampus ibarat panggung sirkus yang berisi pawang singa dan gerombolan singa jinak yang mangut di ujung tongkat sang pawang. Sementara pengetahuan ibarat instruksi kepolisian yang tidak memberikan pilihan lain selain menjadi tersangka. Pendidikan a la kampus sekarang menurut eike lebih menyerupai apa yang dinyatakan Bourdieu sebagai penjajahan dengan gaya halus. Penyelenggaraan pendidikan di kampus umumnya bukan hal yang merangsang jiwa ingin tahu mahasiswa, melainkan menjadi ancaman yang menyiutkan nyali kritis mereka. Akibatnya, pendidikan kampus seperti pabrik penceta...
Individualisme-metodologis Max Weber-lah yang pertama mengembalikan posisi individu menjadi inti teori sosiologi. Pembalikan ini bagi eike adalah cara Weber meninggalkan secara radikal karakter teori-teori sosiologi yang bertumpu pada sistem. Sejarah, sistem ekonomi, kebudayaan, dan kesatuan holistik yang mengandaikan totalitasi atas individu dirombak Weber menjadi hanya sebatas implikasi dari keberadaan individu. Individulah pusatnya, begitu kira-kira pendakuan Weber. Artinya, peralihan perspektif historisisme, atau misalnya developmentalisme menuju orientasi individual adalah upaya Weber mengembalikan individu sebagai agen aktif yang memiliki motif-motif ketika membentuk kehidupannya. Pendakuan Weber ini menurut eike memberikan model pemahaman yang bersandar pada pelacakan tindakan individu, makna di balik gagasan-gagasannya, motif psikisnya, maupun nilai dan norma apa yang dikandung dalam batin individu sehingga memberikannya peluang keluar dari kerangkeng totalitasi masyarakat....

Sosiologi Emosi; Suatu Tilikan Sederhana

Di masa sekarang, emosi begitu gampang diekspresikan melalui pelbagai cara. Salah satu misal paling mutakhir, emosi di era digital sudah lazim diekspresikan melalui beragam emoticon. Dalam interaksi dua arah melalui gawai, dua orang bisa menyampaikan emosinya hanya dengan memilih beragam emoticon yang mewakili dirinya. Emosi, dengan begitu bukan saja sekadar fenomena kejiwaan. Emosi, juga adalah ekspresi kebudayaan. Paul Ekman, seorang scholar ilmu jiwa cum antropolog setelah menyelidiki emosi di beberapa negara, menyimpulkan secara global manusia sejatinya memiliki enam paras emosi dasar: kemarahan, kejengkelan, ketakutan, kebahagiaan, kesedihan, dan keterkejutan. Tidak semata-mata manusia adalah animal rationale, manusia juga disebut homini affectio: mahluk emosional. Itulah sebabnya, Paul Ekman juga menyatakan keenam emosi dasar ini, merupakan formasi emosi yang sudah tertanam secara biologis dalam gen manusia. Jika enam emosi ini disepadankan dalam dua bahasa jiw...

Epik Jiwa Setelah Nainawa

Ilustrasi Kesyahidan Imam Husain di Karbala SIANG itu di sekitar rumah-rumah penduduk Madinah, pecah isak tangis seorang perempuan baya. Tanah di sebuah cawan, yang disimpannya tiba-tiba berubah berwarna merah menjadi darah.  Parasnya beruraikan air mata.  Isak pilu tangis itu, menandai suatu ramalan yang pernah ia dengarkan melalui mulut mendiang suaminya. Suatu pesan penting seorang Rasul terakhir. Di suatu padang nun jauh dari rumahnya pesan itu akhirnya terjadi juga:  Seorang pemuda cucu kesayangan Nabi Terakhir telah gugur dikepung ratusan pasukan berkuda. *** Ummu Salamah menemukan suaminya dalam keadaan resah. Sang Nabi disebutnya ”berbaring untuk tidur, kemudian bangun kembali dalam keadaan resah, berbaring kembali lalu bangun kembali.” Seperti ada yang tak bisa didamaikan dalam jiwa manusia suci itu. Ada sebongkah tanah dalam genggaman Sang Nabi yang tengah gelisah. ”Apa yang membuatmu gelisah ya Rasul Allah?” ”Baru saja Jibril...