Tidak bisa dimungkiri, karakter,
kecenderungan, dan cara pandang mahasiswa era kiwari jauh berbeda dari dua
generasi sebelumnya. Perbedaan ini sangat terasa dari perubahan kehidupan
kultural yang mereka lakonkan.
Terutama generasi Z, cara mereka
menjalani hidup jauh lebih variatif dan unik. Seperti hasil riset dari
Tirto.id, jika ditilik, dari segi fesyen, mahasiswa-generasi Z lebih menyukai
membeli produk di mal-mal atau pusat-pusat perbelanjaan yang dirasa lebih
mewakili selera berbusana mereka. Sehari generasi ini bisa menghabiskan tiga
sampai lima jam mengakses internet melalui gawai canggih mereka. Jika hendak
memenuhi hajat perut, generasi Z gampag ditemui di tempat makan siap saji
semisal KFC, Pizza Hut, atau pun McD.
Pilihan liburan dan hiburan
generasi Z juga mengalami perubahan. Generasi Z banyak menghabiskan uangnya di
tempat-tempat wisata alam semisal gunung atau pun pantai. Mengenai hiburan di
bidang musik, generasi Z senang mendengarkan musik-musik pop dari mancanegara
atau dari tanah air sendiri. Bahkan, untuk urusan film, streaming adalah salah
satu cara mereka menikmati film-film yang sedang naik daun. Dan yang paling
mencolok, generasi Z senang menghabiskan waktu mereka dengan game online atau berbasis aplikasi melalui gawai
kece mereka.
Eike punya pengalaman subjektif
berkaitan dengan tradisi intelektualisme yang generasi Z perankan di dalam
kampus. Terkhusus pengalaman atas lagu-lagu mahasiswa-perjuangan yang di zaman
eike masih saban hari terdengar di sekretariat-sekretariat kemahasiswaan, kini
sudah sangat jarang eike temu-dengarkan.
Memang jika diperhatikan, 5 lima
daftar lagu mahasiswa perjuangan di bawah ini sudah tidak lagi menjadi bagian
dari idealisme, pengalaman, dan kebudayaan intelektualisme mahasiswa zaman now.
1. Apa Guna- Wiji Thukul/Sanggar
Satu Bumi/Jaker
Lagu ini diambil dari puisi Wiji
Thukul yang berjudul Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu. Di masa-masa eike
menjadi mahasiswa, lagu ini kerap dipakai untuk menyindir-nyindir golongan
mahasiswa yang masuk kategori “pembelajar tanpa aksi”. Yang menarik dan
sekaligus asyik dari lagu ini ketika dinyanyikan adalah pesannya yang lugas
tanpa bersembunyi dibalik kata-kata yang bersayap. Kemungkinan ini karena sifat
puisi Wiji Thukul yang memang lugas membahasakan pesan puisinya itu sendiri.
Belakangan lagu ini diaransemen
ulang oleh anak Wiji Thukul yang tergabung dalam band indi Merah Bercerita.
2. Darah Juang- Aktivis Partai
Rakyat Demokratik (PRD)
Saat Pramoedya Ananta Toer
dikebumikan, sejumlah mahasiswa mengiringi jazad sastrawan yang dimusuhi Orba
dengan lagu ini. Ada juga versi yang mengatakan di saat dikebumikan malah lagu
Internasionale-lah yang mengiringinya.
Di tahun 1991, John Tobing, Dadang
Juliantara, dan Boediman Sudjatmiko adalah nama-nama yang melahirkan lagu ini
yang saat itu adalah anggota dari Partai Rakyat Demokratik, organisasi
mahasiswa kiri yang bercita-cita melawan rezim represif Orde Baru.
Berdasarkan pengalaman eike, Darah
Juang adalah lagu yang paling sering menjadi pilihan utama ketika musim ospek
dilakukan. Lagu ini juga kerap dikumandangkan jika mahasiswa “turun aksi” di
jalanan. Bagi sebagaian mahasiswa lagu ini bahkan punya arti tersendiri, tapi
bukan untuk dipakai memikat mahasiswi baru yang “unyu-unyu” itu, loh…
3. Kesaksian- Kantata Takwa
Lagu yang liriknya ditulis oleh W.S Rendra ini
menurut eike adalah lagu perjuangan yang besar pengaruhnya terhadap emosi
pendengarnya. Walaupun bukan sepenuhnya bercerita tetang kematian, jika lagu
ini dinyanyikan dalam momen-momen mengenang mahasiswa, aktivis, maupun orang-orang
semisal pejuang kemanusiaan yang mati secara tidak adil di bawah kekuasaan yang
tiranik, mampu membuat pendengarnya
berlinang air mata. Melalui suara Iwan Fals, walaupun bukan diciptakan oleh
kelompok mahasiswa tertentu, lagu ini kudu wajib dihapal bagi Je yang mendaku
sebagai agen perubahan.
4. Pembebasan a.k.a “Buruh Tani” –
Syafi’I Kemamang aktivis PRD
Inilah salah satu lagu
mahasiswa-perjuangan yang lahir dan ikut dinyanyikan sebelum dan sesudah
reformasi. Lagu ini diciptakan Safi’i Kemamang, seorang aktivis dari Partai
Rakyat Demokratik (PRD) Jawa Timur.
Seperti dinyatakan penulisnya, lagu
ini memiliki semangat untuk menyatukan elemen pergerakan dari pihak mahasiswa,
buruh, kaum tani, dan golongan miskin kota, yang menjadi pihak paling tertindas
dari kebijakan rezim Orba saat itu.
Seperti halnya lagu Darah Juang,
lagu ini diciptakan dalam rangka untuk menyemangati perjuangan rakyat dan
mahasiswa.
5. Internasionale- Eugene Pottier
Jika ada lagu yang mewakili kelas
tertindas nan papa, Internasionale-lah lagunya. Bagi kawan-kawan berhaluan
pemikiran kiri, lagu ini bukan sekadar lagu, melainkan suatu paradigma kelas
yang dinotasikan melalui musik. Lagu ini diciptakan Eugene Pottier, seorang
penyair proletariat, tukang kayu dan sekaligus anggota Komune Perancis di tahun
1871. Eugene menciptakan sajaknya untuk
menyemangati perjuangan kelas pekerja di masa-masa Eropa, terkhusus Perancis
mengalami pergolakan sosial. Uni Soviet pernah menjadikan lagu ini sebagai lagu
kebangsaannya dari tahun 1922-1940.
Yang menarik dari lagu ini adalah
beragamnya versi setelah diterjemahkan melalui bermacam-macam bahasa. Di
Indonesia lagu ini diterjemahkan Ki Hajar Dewantara melalui bahasa Belanda.
Walaupun demikian, terjemahan Ki Hajar Dewantara banyak menuai kritik dari kaum
komunis internasional lantaran menghilangkan semangat proletariat yang sangat
kental dari bahasa aslinya.
Itulah lima lagu
mahasiswa-perjuangan yang secara organik menjadi penyemangat dan ikut mewarnai
perjuangan mahasiswa dan golongan masyarakat yang selama ini terpinggirkan.
Sekarang apa boleh buat, PDI perjuangan memang sudah berubah!