Langsung ke konten utama

Postingan

Gayatri dan Sumpah Pemuda

Gayatri, putri Ambon penguasa 14 bahasa itu harus meregang nyawa. Oleh keluarganya dikatakan karena pendarahan otak. Ia sontak menjadi sorotan setelah kematiannya beberapa waktu yang lalu. Gayatri yang sudah mendapatkan 80 penghargaan itu memang putri bangsa yang cerdas. Sehingga kehilangannya menjadi duka dalam bagi bangsa. Salah satu sebabnya jarang kita temukan pemudi seperti gadis 17 tahun ini. Menguasai banyak bahasa dengan cara yang otodidak. Juga yang membuat kita takjub adalah Gayatri tidak lahir dari keluarga kaya yang mampu menyekolahkan anak dengan dukungan kelas privat bahasa, melainkan ia tumbuh jauh di Ambon bersama keluarga sederhananya. Begitulah kiranya Gayatri, putri bangsa yang menjadi duta ASEAN. Pemudi yang dinobatkan sebagai  The Young Hero oleh acara Kick Andy. Dara yang juga kerap berbicara di forum internasional ini sering kali mengingatkan dunia betapa pentingnya permasalahan anak untuk menjadi perhatian setiap pemerintahan.  Kehadira...

Jokowi dan Kepemimpinan Tanpa Tabu

Sampul Times, majalah yang terkenal di Amerika Serikat itu, pada terbitan tanggal  16 Oktober 2014.  menyebut Jokowi sebagai “the new hope” Barangkali agak berlebihan ekpektasi yang dibangun Times dengan menyebut Jokowi sebagai harapan baru. Pasalnya, “The New Hope” harapan baru, mengandung standar ganda. Pertama, Jokowi di mata internasional harus membuktikan kapasitasnya dalam skema politik luar negeri yang cenderung menguntungkan pihak asing untuk menyeimbangkan kebijakan-kebijakan internasional dengan kepentingan kedaulatan dalam negeri. Kedua, harapan baru di maknai sebagai metafora bagi rakyat indonesia untuk keluar dari pemerintahan yang selama ini terlampau birokratis. Saya membayangkan “the new hope” oleh majalah Times itu di saat Jokowi masih sebagai gubernur Jakarta saat acara puncak  k irab  b udaya  p agelaran  a gung  k eraton  s edunia 2013   silam. Dengan pakaiannya yang persis seperti seorang pendekar dan diarak oleh ...

Agama Teologis Agama Sosiologis

Tulisan ini mengacu kepada pendekatan yang digunakan Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis, berkenaan dengan agama sebagai fakta sosial. Pengertian ini ingin mengutarakan agama, dalam penilaian tertentu, tidak memiliki perbedaan dengan nilai-nilai tertentuyang tumbuh di masyarakat.  Ini berarti agama yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dapat disejajarkan sebagaimana aturan main yang menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam posisi yang demikian, dan dalam pengertian agama sebagai fakta sosial, memberikan indikasi bahwa agama juga bisa diverifikasi menjadi bahan amatan yang empiris. Dalam konteks perubahan sosial, agama dalam pengertiannya yang sakral, harus rela berbaur dengan segala perubahan yang menjadi karakter dasar masyarakat. Ini berarti agama yang selama ini diyakini mengandung nilai teologis, mau tak mau di dalam pendekatan empiris, akhirnya  menjadi seperangkat keyakinan yang sosiologis.  Melalui cara ini, agama menja...

The Violences of Everyday Life

Sejarah dunia, bila meminjam analisis Marxian adalah persitegangan tiada henti. Dunia adalah medan pertarungan dari kepentingan atas dasar kekuasaan. Melalui mekanisme yang antagonistik, dunia banyak disuguhi hororisme, ketakutan, penghancuran, perang, perbudakan, genosida, serta penghisapan.  Awal sejarah, tindak penghancuran seperti juga diakui dalam kitab suci, sejatinya sudah dimulai oleh nenek moyang manusia beberapa milenium sebelumnya. Melalui kisah Qabil dan Habil, agama hendak mengingatkan sebenarnya kekerasan dan penghancuran merupakan tindak manusia yang inheren dan paling purba dalam diri manusia. Dalam abad modern, ingatan umat manusia tertuju pada pembersihan ras oleh Nazi atas dasar pemurnian etnis, perang yang dialami rakyat Bosnia, pendudukan etnis Yahudi di tanah Palestina serta menguatnya tindakan terorisme internasional akhir-akhir ini. Nampaknya tatanan dunia belakangan ini tengah diuji. Aksi-aksi kekerasan yang kerap menelan korban banyak, mau tak m...

rumah

Every writer has an address . Setiap penulis harus memiliki alamat. Ungkapan ini saya temukan ketika membaca Catatan Pinggir , Isaac Bahevhis Singger yang mengatakannya di sana. Atau ungkapan lain; seorang penulis pasti memiliki “rumah”. Di sana Isaac menyatakan, penulis, atau orang yang akrab dengan dunia pemikiran, pastinya memiliki suatu latar belakang, suatu lingkungan pemikiran.  Dan “rumah” kata yang ia pilih. “Rumah” biar bagaimana pun adalah penanda sebuah lingkungan. Sebuah habitus. “Rumah” adalah pengandaian dunia ideide, suatu ekosistem yang membangun gagasangagasan dengan konsisten. Suatu proses dialektis yang panjang. Di dalamnya bergerak lintasanlintasan pemikiran. Budaya dialog tumbuh berkembang.  Kritisisme jadi pengalaman bersama, hingga akhirnya menggempal suatu khas; identitas. Seorang penulis memiliki “rumah”, seorang penulis memiliki identitas. Namun, bagaimana cara identitas, sebuah “rumah” terbangun? Isaac membaca sejarah Indonesia ket...

Perang

Saya sulit membayangkan hidup di tengahtengah masa perang; bangunanbangunan yang runtuh, jalan yang lenggang, desing peluru ketika melubangi tembok, bombom dengan kekuatan luluh lantah, jerit tangis dari tubuh saat dirangsek martil berkekuatan dahsyat. Serta harihari panjang tanpa kepastian. Perang di manapun peristiwanya, pasti melibatkan dua pihak yang bersitegang. Di manapun kejadiannya pasti menyisihkan yang lemah, pasti menundukkan yang kerdil. Dalam perang sudah tentu ada pihak yang menanggung derita. Dalam perang yang menanggung derita selalu ada dominasi, di sana apa yang hendak ditundukkan tahu bahwa kemerdekaan adalah perkara yang tidak bisa datang sendiri, justru di saat peranglah, arti penting kemerdekaan punya maksud perebutan. Di Palestin, perebutan itu sudah berumur panjang. Hingga akhirnya perebutan itu berbuah sengketa. Dan apa yang paling memilukan sekaligus membuat rasa marah dari sebuah sengketa, jika perebutan lahir dari sebuah agama. Dari itu, yang ada ...

Masjid

Ramadhan jika dianggapkan semacam kuil, maka dia adalah tempat kita belajar. Sebagai sebuah kontruksi, kuil  bertujuan untuk mengasah dimensi bathin. Tempat berkontemplasi. Di dalamnya manusia mengalami transformasi kualitatif. Di mana yang kualitatif adalah bukan perkara rasio konseptual dalam merumuskan yang suci, tapi penghayatan terhadap yang ilahiat. Melaluinya manusia membangun intensi, bukan kesadaran yang dikonstuksi. Dengannya,  manusia diajak menolak segala unsur duniawi yang menyesakkan; sesuatu yang sering dikalkulasi. Kuil memanglah tempat yang khusus  yang kudus.  Sebab itulah kuil didirikan untuk satu hal:  ibadat. Dalam islam, ibadat, terutama ritual yang kolektif, selalu punya kaitan dengan masjid. Sama halnya dengan kuil, sebagai tempat ritual, masjid adalah ungkapan untuk  mengapresiasi kehadiran atas yang ilahiat. Di dalam masjid suatu hubungan dibangun antara manusia yang kerap pupus dengan tuhan yang kudus. Dengan itu, maka mas...