Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2020

Modernitas, Masyarakat Berisiko, dan Subpolitik

Orang-orang Jerman saat meruntuhkan Tembok Berlin Tembok ini sebelumnya membagi dua wilayah Jerman menjadi Jerman Timur dan Jerman Barat ERA  modernitas berbeda dari masa masyarakat pra pencerahan yang ditandai dari kemampuan masyarakat melakukan refleksi. Semenjak identitas individu menguat, manusia menemukan suatu pendasaran dalam dirinya untuk mememungkinkannya melakukan tindakan-tindakan antara proyeksi dan refleksi. Dalam keadaan itu manusia sebagai agen atas kehidupannya, tidak lagi sepenuhnya menempatkan penemuan kesadarannya kepada institusi-institusi di luar darinya, melainkan dilakukan dengan cara dialektis antara kemampuan berpikirnya dengan himpunan-himpunan struktur di lingkungannya. Itu artinya, konsep mengenai diri merupakan korpus terbuka yang bisa berubah, dibentuk, dan dinegoisasikan ke dalam tegangan tarik menarik antara diri dengan lingkungan sosialnya. Kata Anthony Giddens, seorang sosiolog Inggris, refleksi m...

Pandemi, Sampar, dan Kepandiran Abad 21

Sampar (La Peste) Karangan Albert Camus dialihbahasakan NH. Dini BARU kali ini saya dibuat deg-degan atas suatu penyakit. Tidak seperti virus SARS dan MERS dua nama penyakit yang serba mengapung di telinga, corona nampak berbeda akibat gembar-gembor pemberitaan media, dan penanganan pemerintah yang seolah-olah sedang menghadapi wabah Tuberkulosis . Sekarang jenis penyakit jadi aneh-aneh setelah manusia dibuat kaget. Kok, ada penyakit imporan hewan yang bikin keder. Bukankah manusia lebih sering mengekspor segala capaiannya ke luar wilayah kehidupannya? Lah, ini malah kita kayak dijajah binatang. Kali ini hewan tertentu memberikan serangan balik setelah tubuh mereka jadi olahan kuliner dengan menyebarkan virus ke umat manusia. Sejak tiga hari lalu, tubuh saya seperti mengalami kelainan terutama di sekitar kerongkongan. Ini gejala saat Anda akan mengalami flu yang membuat wilayah antara hidung dan tenggorokan seperti ditumbuhi selaput lendir. Tidak ingin mene...

Memanggil MPO

HMI MPO dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia Hmi-Mpo yang Mulai Tercemar dan Tersusupi. Esai kritik Alto Makmuralto ini—jika tidak pantas disebut pledoi—betul-betul mewakili unek-unek saya mengenai perjalanan HMI MPO yang seret satu dekade belakangan. Saya orang yang kerap ogah menulis latar belakang ke-MPO-an di riwayat organisasi curriculum vitae jika sesekali mengisi forum diskusi. Label MPO di belakang singkatan HMI itulah sebabnya. Saya merasa takut lebih-lebih tidak pantas menuliskannya karena dimensi moralitas MPO sudah bikin keder sejak awal. Suatu waktu melalui diskusi via chatting whatsapp, dengan nada bercanda saya mengajukan pertanyaan jebakan kepada salah seorang senior MPO: kanda, tahu apa kutukan MPO pasca Basic Training? Senior yang saya tanyai bingung. Tidak mengerti arah pertanyaan saya. ”Siapapun ia, apapun latar belakangnya, sekalipun memang seorang preman mahasiswa, jika dinyatakan lulus dari Bastra, dia seketika itu langsung ”di...

Dorong Elite Membaca Buku

Muhidin M. Dahlan Penulis "Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur" ---Tanggapan atas esai Muhidin M. Dahlan ESAI  Muhidin M. Dahlan bertitel  Jangan Paksa Masyarakat Membaca Buku  di kolom Apresiasi Fajar (15/02) demikian memukul. Kritik keras Gus Muh, sapaan akrab Muhidin, ini mesti ditanggapi serius, terutama bagi elemen penggerak literasi. Inti sari esai Gus Muh itu menurut saya merupakan pisau bedah atas tradisi literasi yang coba dikembangkan elemen penggerak literasi, yang diyakini Gus Muh salah sasaran. Selama ini, literasi menjadi trend wacana yang jika perlu apa pun tema perbincangannya perlu dikait-kaitkan dengan literasi. Mendadak buku menjadi penting dan setiap masyarakat mesti didekatkan dengan dunia buku. Menyanggupi ”panggilan peradaban” itu, hampir semua elemen perubahan, terutama di Makassar, mengubah kiblat perhatiannya ke dalam satu isu bersama: literasi. Di dunia aktivisme, perkubuan penggerak literasi, sejauh pengamatan...

Esai Pengantar Kebebasan Berpendapat

Judul buku: Kebebasan Berpendapat  dan Berorganisasi (Persepsi Mahasiswa UNM) Penulis: Muhammad Ridhoh Cetakan: Pertama, Januari, 2020 Penerbit: Sampan Insitute ISBN: 978-623-92109-2-2 BUKU di tangan Anda ini demikian menarik karena didorong oleh suatu  kebutuhan mendesak. Ari—demikian saya memanggilnya—menyebutnya sebagai ”situasi objektif tentang kebebasan sipil” yang ia temukan dan sadari selama menempuh aktivisme kampus. Memang terkesan simplistis mengurai penerapan kebebasan sipil dari ruang lingkup kampus dibanding kehidupan demokrasi berbangsa dan bernegara. Tapi, selain karena ini awalnya merupakan hasil riset Ari untuk menulis skripsinya, mesti dimaklumi kampus sejauh ini adalah satu-satunya ruang publik yang menjadi wahana uji coba demokrasi sebelum sampai di gelanggang sebenarnya. Oleh karena itu, frasa kampus adalah miniatur negara, dapat kita kontekskan ke dalam buku ini. Kebebasan sipil, kebebasan berorganisasi, dan demokrasi adal...

Tiga Pertanyaan dari Sapiens

Penampakan Homo Sapiens di museum Prancis ”Akhirnya, dan mungkin paling mengganggu, internet membuat kita lebih kejam, bersumbu pendek, dan tidak mampu melakukan diskusi yang berfaedah.” Tom Nichols dalam The Death of Expertise . SEJAK internet menjadi wahana belajar, dan kian hari semakin canggih, rasa-rasanya otak manusia di saat itu mulai berkeinginan berhenti berpikir. Kalimat ini bisa saya tulis dalam bentuk yang lain semisal, ketika internet menjadi sahabat para pelajar, rasa-rasanya para guru akan segera berhenti bekerja dan memilih masuk ke hutan dan kembali bertani saja. Sekolah hanya akan menjadi sia-sia jika lalu lintas pengetahuan dan arus informasi, kian hari membuat internet dikukuhkan sebagai guru pertama. Kali pertama para ahli purbakala menemukan tulang belulang manusia purba, saat itu juga Homo Sapiens ditasbihkan sebagai makhluk paling efisien. Homo Sapiens disebut-sebut sebagai generasi penjelajah dan mampu bermigrasi berjarak ribuan mil   ...