![]() |
Nurhidayat “Images dévorantes” (2017). 150 cm x 150 cm, cat
akrilik di atas kanvas.
FOTO: Nurhidayat. Sumber:
|
SELAMA ramadan kali ini, tubuh dan jiwa mengalami ujian dua kali lipat dari biasanya. Masa PSBB membuat jiwa, terutama tubuh mengalami pembatasan radikal dan ekstrem. Tubuh seketika tidak dapat bergerak kemana-mana. Pengalaman spasialnya otomatis menyempit untuk tidak mengatakannya hilang sama sekali.
Tubuh, berkat PSBB mau tidak mau
mesti menerima rumah sebagai satu-satunya wahana tempat ia bergerak.
Agak unik melihat fenomena ini,
oleh sebab seolah-olah secara sosial tubuh mengalami obesitas. Ia sulit
bergerak berpindah dari satu ruang ke ruang lain, walaupun tidak sama sekali
kelebihan serat daging.
Meski tubuh fisik secara fungsional mampu mengatasi
ruang yang maha melimpah, namun tetap
saja, di luar, ruang sosial yang lebih luas, tubuh mengalami penyempitan kehilangan
kemampuan bergeraknya seperti saat kelebihan beban.
Obesitas tubuh sosial ini bukan
tidak mungkin akan berdampak terhadap tubuh fisik ini. Dengan kata lain,
semakin lama kita terkurung di dalam rumah, akan semakin cepat tubuh kita
mengalami pembengkakan akibat kehilangan setengah ruang geraknya.
Dalam momen ini, agaknya hikmah
Ramadan dalam suasana PSBB ini adalah menjadi alat timbang yang mengontrol
tubuh agar tidak mengalami obesitas. Ruang gerak yang minim akan
ditransformasikan menjadi lebih sepadan saat tubuh mengalami pengurangan asupan
melalui puasa.
Walaupun demikian, meski tubuh saat
ini mengalami diet sosial, ia senantiasa memanfaatkan jiwa untuk mengoperasikan
dirinya agar dapat bergerak lebih bebas.
Di saat inilah jiwa mengalami dua
kali lipat ujian. Di samping ia ditimpa beban keinginan tubuh agar ingin terus
bergerak, ia sendiri juga mengalami godaan dari dalam berkat kemampuannya melakukan
proses imajinasi secara bebas.
Kiwari, tubuh lebih fleksibel
bergerak ketika ia dibantu melalui device canggih berupa smartphone. Teknologi
smartphone dalam hal ini selain menjadi alat bantu indera, sebenarnya juga
menjadi kepanjangan tubuh.
Tubuh, dengan kata lain, di saat
mengalami hambatan gerak saat PSBB, tidak serta merta terpenjara sama sekali.
Selama ia dibantu melalui identitas maya melalui akun-akun virtual, ia dapat
bergerak dari satu situs wilayah ke situs wilayah lain dengan menggunakan tubuh
maya yang dibuat sebelumnya.
Di satu sisi keadaan ini akan sama
dengan situasi ketika PSBB belum diberlakukan. Selama ini tubuh memanfaatkan
pasar sebagai arena bermainnya. Di mal, toko pakaian, pub, restoran siap saji,
adalah wilayah-wilayah penting tempat tubuh selama ini memenuhi kebutuhan
hasratnya.
Sekarang, saat tubuh mengalami
pembatasan berskala besar, ia memanfaatkan dunia maya sebagai medan petualangan
barunya. Ini dalam pengertian tertentu, merupakan kompensasi dari situasi yang
sudah diakrabi tubuh sebelumnya.
Bahkan, pergerakan tubuh maya di
saat ini lebih bebas merambah dunia yang tak pernah dijamah tubuh fisik. Dengan
aturan sosial yang lebih bebas, tubuh maya bisa melakukan apa saja dengan cara
apa pun jika ia ditopang unsur genetik berupa byte-byte yang tak terhitung
jumlahnya.
Itu artinya ketika tubuh kehilangan
medium gerak dalam ranah spasial-sosialnya, ia bakal mencari medium baru agar
ia dapat terus bergerak dan menyalurkan keinginan terpendamnya di ranah yang
lebih aktual.
Interaksi kelas online, kajian
online, belanja online, dan grup-grup maya yang lebih ramai dari masa sebelum
PSBB merupakan contoh konkret bagaimana tubuh susah ditundukkan oleh aturan
yang membatasi ruang bergeraknya. Positif atau negatifkah ia, terlepas dari
motivasi apa pun itu, tubuh liat mencari cela dan ruang baru untuk mempertahankan
eksistensinya.
Bagaimana dengan jiwa? Jiwa lebih
dahsyat lagi. Selama tubuh bergerak bebas melalui interaksi maya, di saat
bersamaan jiwa juga melakukan gerak imajinatif di dalam dunia imajinary.
Bukan saja jiwa dapat menyambangi
dunia fantasi yang dibentuk realitas imajiner, bahkan ia sendiri bisa
menduplikasi dengan cara membentuk sendiri dunia fantasi yang ia inginkan.
Dibandingkan tubuh, imajinasi jauh
lebih berbahaya jika dibiarkan bebas bergerak. Jika tubuh menemukan momentum
aktusnya di dalam dunia maya, jiwa justru dapat menciptakan aktus di dalam
dunia kemungkinan yang tidak dapat ditemukan di dalam dunia maya tempat tubuh
beroperasi.
Itu artinya, jiwa yang tidak
dikendalikan dengan bajik, akan membuat suatu dunia imajiner yang melanggar
nilai normatifitas yang selama ini diakui.
Dalam terminologi Islam, tubuh
dikategorisasi menjadi tiga tipe. Al Qur'an membaginya menjadi tiga berupa al insan,
al nas, dan al basyar.
Pemakaian tiga terma tubuh dalam al Quran ini berbeda-beda dari segi makna dan
tujuannya.
Al
Insan adalah lapisan subtantif yang mengakomodasi dinamika transendental
manusia berupa kemampuan intelektual dan merasanya. Insan adalah pribadi yang
unik. Tubuh dari sisi insan, tidak bisa disamakan walaupun diperhadapkan kepada
dua anak kembar sekalipun.
Al
Nas sering dipakai al-Qur'an untuk menunjuk tubuh sosial manusia. Nas
adalah kualifikasi interaktif tubuh ketika berhubungan dengan sejarah dan
kebudayaannya. Ia bakal langgeng ketika tubuh mengalami ”perbauran” dan
”persatuan” bersama tubuh lain di masyarakat.
Sementara al basyar adalah unsur fisikalitas manusia. Tanpa unsur ini, tubuh
tidak mungkin tersusun berdasarkan urutan dan fungsi biologisnya. Basyar
merupakan kulit paling terdepan manusia yang membentuk anatomi khusus dari
organ-organ pembentuknya. Basyar sering dirujuk al Qur'an ketika menarasikan
tubuh yang berkaitan dengan perkembangan dan kebutuhan biologisnya.
Melihat tubuh dari tiga tipe di
atas, nampaknya hanya dua yang berhasil ditundukkan melalui aturan PSBB. Tubuh
dalam pengertian nas dan basyar adalah dua tipe tubuh yang mengalami perumahan.
Ia praktis dalam masa PSBB mengalami pendisiplinan ketat untuk menghalau penyebaran
penyakit yang saat ini sedang dihadapi.
Sementara, insan adalah tubuh yang menjadi golden
goal selama puasa. Jika PSBB bertujuan menundukkan tubuh nas dan basyar sekaligus secara bersamaan, maka selama Ramadan, dua tubuh
ini mesti mencapai tubuh insan sebagai
tujuan utamanya. Al Qur’an menyebutnya taqwa sebagai puncak keberhasilan jika
dua tipe tubuh sebelumnya berhasil dididik selama menjalani masa karantina
puasa ini.
Kelak jika kualitas al Insan dapat diraih, jiwa akan merdeka
dan suci setelah selama 30 hari menjalani karantina dari godaan gejolak tubuh,
hasrat, dan imajinasi yang selama ini menjadi lawan terberatnya.
===
Telah tayang di Kalaliterasi.com dengan judul Al Insan, Kebajikan Tubuh Saat Lulus PSBB
===
Telah tayang di Kalaliterasi.com dengan judul Al Insan, Kebajikan Tubuh Saat Lulus PSBB