Langsung ke konten utama

Nama-nama yang Mesti Dikenang di Hari Pendidikan Nasional


Di hari pendidikan ini, ingin saya tulis nama-nama guru-guru yang telah berjasa bagi pendidikan saya selama ini. Tentu tidak semua dikarenakan tidak semua guru membuat kesan kuat dalam ingatan saya:
  1. Guru dan wali kelas SD kelas 1. Bertahun-tahun setelah saya dewasa, saya kesulitan mengingat nama-nama guru terutama saat duduk di bangku sekolah dasar tahap awal. Nama wali kelas saat itu juga tidak saya ingat, apalagi wajahnya. Mungkin, suka duka para guru-guru SD terutama di kelas-kelas awal, adalah betapa sulitnya mereka diingat oleh murid-muridnya kelak. Meskipun demikian, merekalah para pelopor pendidikan di periode awal pertumbuhan seorang anak. Tanpa mereka apa jadinya kita ini.
  2. Ibu Bene dan Ibu Mince. Dua nama ini paling saya ingat selain Ibu Jum, guru agama saya saat bersekolah di SD N 1 Bonipoi Kupang, NTT. Ibu Bene adalah wali kelas saat saya duduk di kelas 6, dan Ibu Mince merupakah guru olahraga sekolah yang berpenampilan tegas, bersuara lantang, dan tomboi. Ibu Bene guru yang baik, dan sulit saya lupakan jika ia bermuka ketus mengembalikan buku pekerjaan tugas saya pasca ia memeriksanya. Ibu Mince, seperti saya bilang, suaranya lantang dan memotong pendek rambutnya menyerupai laki-laki. Untuk ukuran saat itu, Ibu Mince tergolong guru yang ”galak”. Naik ke SMP, saya hanya berhasil menyelamatkan beberapa nama-nama guru. Saya menjalani satu tahun sekolah menengah pertama di kota Kupang. Kerusuhan 98 di Kupang membuat bapak mengambil langkah pulang kampung ke Bulukumba (bandingkan dengan pengertian mudik yang sempat heboh itu). Praktis sejak saat itu saya pindah sekolah, menemukan kehidupan baru, dan juga guru-guru baru.
  3. Ibu Syarwana. Belio saya ingat karena dialah guru bahasa daerah saat saya menjadi murid baru di SMPN 2 Bulukumba.  Saya selalu kesusahan mengikuti pelajarannya untuk mengingat huruf-huruf asing yang kelak saya tahu sebagai aksara bugis. Belio saat itu sudah lumayan tua, dan mungkin mendekati masa pensiunnya. Ketika sering saya mendengar anak-anak muda Bugis yang tidak mengetahui aksara lokalnya, terlintas Ibu Syarwana ini.
  4. Pak Nurdin dan Pak Syahrir. Dua guru ini saya ingat karena hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran berbau teknis. Pak Nurdin guru teknik saat saya duduk di kelas 3, yang memperkenalkan kami kepada benda-benda kecil bernama transistor dan sejenisnya. Ia suka menggambar garis-garis pendek berbentuk seperti denah rumah yang dalam ilmu teknik elektro sebagai rangkaian listrik. Belio ini tergolong guru yang sering membuat kami takut, apalagi jika belio yang mengambil alih urusan yang berhubungan dengan murid-murid nakal. Pak Syahrir guru muatan lokal kami yang sering membawa kami keluar kelas di halaman sekolah untuk mencabut rumput-rumput liar yang tumbuh berantakan. Kadang kami harus mencangkul, mengecat pagar, sampai merapikan penataan bunga-bunga sebagai  bagian dari mata pelajarannya.
  5. Guru-guru yang hanya saya ingat wajahnya tapi tidak (lagi) namanya. Pertama guru pendidikan kewarganegaran, seorang ibu bertubuh pendek saja, yang ternyata nenek dari seorang teman bernama Adi Zulhikam. Adi penggemar Jamrud, band rock yang sedang naik daun saat itu, dan memiliki ruas-ruas goresan silet di lengannya yang selalu ia sembunyikan dari guru-guru. Kedua, dua orang ibu guru Matematika dan bahasa Indonesia di kelas tiga. Seorang bapak guru fisika, dan bapak guru mata pelajaran kewarganegaraan.
  6. Seharusnya guru-guru semasa SMA jauh lebih mudah diingat karena masih dekat dengan kehidupan kita saat ini. Tapi apa bloeh buat, saya adalah orang dengan kemampuan ingatan yang buruk. Berikut nama-nama guru di tingkat pendidikan yang disebut-sebut paling indah itu: Ibu Harwati dan Pak Djabar. Yang pertama adalah wali kelas saya ketika kelas 1 empat. Belio ini suka berkomentar lucu-lucu dan mengampu pelajaran fisika. Suami belio guru bahasa indonesia bernama Pak Djabar. Ya mereka berdua pasangan suami istri, dan keduanya merupakan om dan tante saya. Berturut-turut Ibu Hartanti, guru bahasa Inggris yang lumayan judes, ibu Ragwan yang sering dipanggil Ibu Rage dan sering mengeluarkan humor lucu saat mengajar, guru agama. Ibu Darmawati guru PPKN, Pak Karim, Pak Safar, guru sejarah dan guru olahraga. Pak Yasin guru BP. Belio ini salah satu guru angker di sekolah kami. Dia pernah memiting kakak kelas mirip dipertandingan smackdown. Pak Hadis guru geografi, dan… sampai di sini saya mulai lupa nama-nama dan hanya mampu mengingat muka-muka tulus guru-guru saya mulai dari kelas 1 sampai kelas 3. Mereka semua ikut andil dalam membentuk paras pendidikan saya.

 Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2020

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...