Kehendak Manusia dan Artificial Intellegence




Aristoteles
Filsuf dan sekaligus murid Plato
Aristoteles membedakan manusia dengan binatang berkat
keberadaan akal budi



MANUSIA di masa sekarang selain ”terancam” dari teknologi robotik ciptaannya sendiri, juga terancam dari cara berpikirnya sendiri, yang semakin ke sini kian menjadi robot.

Banyak ahli telah memperkirakan betapa manusia sering mengalami alineasi dari diri sendiri, lingkungannya, dan ciptaannya sendiri. Hegel dan Karl Marx dari dua abad lalu, sudah melihat gejala demikian dialami ketika masyarakat menghadapi ke-liyan-an dan realitas kapitalisme dan lingkungan sosialnya. Erich Fromm, lebih sublim lagi bahwa alienasi manusia dialami justru saat manusia kehilangan pemaknaan atas dirinya sendiri.

Tanpa kesadaran reflektif—suatu fakultas pemikiran yang belum mampu dijangkau teknologi robotik—manusia mengalami proses dehumanisasi yang tak terelakkan. Bersamaan dengan itu, kesadaran manusia kian teralienasi dari hubungan-hubungan kebermaknaan selama ia hidup sebagai manusia.

Sekali tempo di suatu diskusi lepas bersama kawan-kawan, muncul pertanyaan sejauh apa peran teknologi robotik mengambil pekerjaan manusia? Sebagai contoh di dalam industri manufaktur, di televisi yang menayangkan kesuksesan-kesuksesan pabrikan mobil dalam memproduksi kendaraan serba guna ini, kerap saya saksikan betapa canggihnya sebuah robot menyusun partisi mobil. Robot-robot yang bergerak seragam dan kontinyu ini dikontrol oleh satu panel inti yang diprogram berdasarkan kecerdasan tertentu. Umumnya jika ada manusia dia hanya berperan secara subordinat saja.

Manusia atau dalam skema global disebut kelas pekerja ini tidak bisa lagi dibayangkan seperti film-film pantomim ala Carles Chaplin yang memerankan seorang kelas pekerja berdiri sambil memegang kunci baut memutar-mutar skrup partisi yang bergantian datang di hadapannya. Sekarang adegan itu malah lebih ganas lagi, hanya segelintir saja manusia ikut terlibat dari proses produksi itu.

Di negara-negara dunia ketiga, teknologi robotik belum merambah jauh sampai menjadi pilihan utama dalam kegiatan produksi benda-benda tertentu. Di pabrik-pabrik yang berlokasi di negara dunia ke tiga, kelas pekerja masih menjadi pilihan utama perusahaan-perusahaan pabrikan. Selain upahnya murah, memang sumber daya teknologi rata-rata negara dunia ke tiga masih tertinggal jauh dari negara-negara maju.

Kehendak. Itu yang saya pikirkan ketika pertanyaan di atas muncul. Secanggih apa pun teknologi robotik diciptakan, tetap saja ada unsur-unsur manusiawi yang tidak bisa ia tiru. Kecerdasan buatan (AI-artificial inteligence) boleh saja diciptakan dan dipakai dalam perangkat canggih teknologi, tapi kehendak mana bisa?

Menurut saya itulah (kehendak) garis tipis perbedaan antara manusia dengan teknologi.