Bagaimana Jika Tidak Pandai Merawat Gigi


PECAHAN TERAKHIR. Saya bukan orang yang pandai merawat gigi. Di umur sekarang banyak gigi saya keropos akibat jarang dibersihkan. Sikat gigi bukan perangai alamiah saya walaupun istri saya rajin membeli dan mendorong mengganti sikat gigi tiap tiga bulan sekali. Sejak menikah beberapa tahun lalu, salah satu kebiasaan inilah paling mencolok. Rasa-rasanya belum pernah saya temukan orang seperti Lola yang gemar mengganti sikat gigi. Dibandingkan dengannya, saya bisa menggunakan sikat gigi yang sama berbulan-bulan sampai sikatnya seperti rumput layu sementara istri saya mudah saja menggantinya setiap dua bulan atau tiga bulan sekali. Di kamar mandi cukup mudah menandai sikat giginya dibandingkan punya saya dengan melihat warna dan kualitas bulunya. Sikat gigi Lola nyaris menyerupai sikat gigi baru tanpa ada bekas sedikitpun odol mengering di sela-sela bulu sikatnya. Sementara saya, tidak usah dibayangkan. Cukup Anda menengok sikat gigi Anda dan membawanya beberapa tahun ke depan. Jika Anda melihatnya menyerupai sikat pembersih kloset, nyaris menyerupai itulah penampakan sikat gigi saya. “Pergiki bersihkan karang gigita”, ucap Lola ketika kami saling memamerkan kebersihan gigi. “Lain kalipi”, jawab saya sekenanya hanya untuk menghentikan percakapan dari jawaban yang sebenarnya sudah ia tahu. Lola paling getol menyuruh saya membersihkan karang gigi. Gigi istri saya nyaris tidak memiliki karang gigi oleh karena ia begitu rajin membersihkan setiap malam dan setiap pagi. Saya justru malah khawatir jika membersihkan karang gigi malah membuat gigi saya semakin renggang satu sama lain. Karang gigi seolah seperti batu karang di pesisir pantai yang kokoh menahan gempuran ombak. Semakin besar ombak yang datang semakin kokohlah ia menyerap unsur-unsur zat yang membuatnya semakin keras. Beberapa kali saya ingin memaksakan diri membersihkan karang gigi yang menumpuk bertahun-tahun akibat kebiasaan merokok dan minum kopi, tapi seketika saja saya urungkan karena meyakini berurusan dengan dokter gigi di negeri ini sama seperti saat Anda dipalak preman pasar saat Anda tidak sengaja bertemu di gang sempit di malam hari. Dompet Anda tiba-tiba raib yang membuat hati seketika mencelos dan putus asa menyerupai kulit kering kurma. Kemarin sepulang dari toko serba ada, Lola membeli sekantung kacang goreng bawang yang menjadi cemilan kegemaran kami berdua. Baru malam tadi ia membuka dan menyimpannya di toples plastik agar lebih mudah diambil menggunakan tangan. Sejak pagi kemarin hingga siang ini saya bersusah payah bisa menyelesaikan satu tulisan agar bisa segera selesai. Semalam saya dan Lola saling mencuri waktu ketika Banu telah lelap tertidur. Lola mesti menyelesaikan beberapa laporan mengenai asessment anak sekolah yang ia tangani dari minggu kemarin, dan saya dengan esai yang entah enak dibaca atau tidak. Baru siang ini lah sambil menulis saya imbangi dengan mengemil kacang yang dibeli Lola yang tanpa saya sadari ada yang bergerak-gerak aneh di dalam mulut saya ketika belum lama saya nikmati. Kopi sudah hampir tandas. Nampaknya ada gigi saya yang copot tanpa diminta. Gigi geraham saya pecah dan pecahan terakhir itulah yang jatuh menyerupai gilingan kacang. Kekhawatiran saya selama ini akan semakin menjadi-jadi, belum genap berusia setengah abad gigi saya tanggal satu demi satu.