![]() |
Judul
: Animal Farm
Penulis:
George Orwell
Penerjemah:
Bakdi Soemanto
Penerbit:
Bentang Pustaka
Edisi:
Pertama,Pertama, Januari 2015
Tebal:
140 halaman
ISBN:
978-602-291-070-1
|
BINATANG Inggris, binatang Irlandia
Binatang di setiap negeri dan musim
Dengarkan kabar gembiraku
Tentang masa keemasan di hari mendatang
Cepat atau lambat saatnya akan tiba
Tirani manusia akan ditumbangkan
Dan ladang subur Inggris
Akan ditapaki oleh binatang saja
Kutipan
lagu perlawanan di atas datang dari mimpi si Mayor, si babi Putih-Tengah
Terhormat dalam novel klasik Animal Farm,
karangan George Orwell. Si babi Mayor adalah pimpinan sekawanan binatang
peternakan Manor milik Pak Jones yang meletupkan api revolusi demi melawan
penindasan manusia.
Dalam
pidato politiknya, si Babi Mayor menyebarkan propaganda kepada para binatang
peternakan Manor, sekaligus menyampaikan mimpi dan pesan terakhirnya sebelum
wafat.
Isi
pidatonya mencengangkan! Ia, walaupun babi, pandai berargumen dan beretorika.
Para binatang semula tidak menyadari keadaan apa-apa, seketika bergemuruh
meneriakkan yel-yel pemberontakan. Di ujung pidato politik itulah, si Mayor
memperdengarkan dan mengajarkan lagu di atas.
Di
sesi pembukaan novel ini, pembaca akan menangkap kelugasaan maksud Orwell. Ini
adalah novel satir. Orwell menggunakan karakter binatang demi menyindir tabiat
manusia.
Bebauan
politik demikian menyengat ketika kisah dibuka dengan orasi politik si babi
Mayor. Politik, seperti isi pidato si babi Mayor, digambarkan Orwell sebagai
wahana pendongrak kesadaran. Tanpa diduga-duga isi mimpi si Mayor mampu
mengubah keadaan peternakan semula adem ayem menjadi penuh prasangka, saling
curiga, dan saling serang, terutama kepada umat manusia.
Animal Farm dengan kata lain merupakan fabel politik
yang sampai sekarang masih dibaca banyak orang, dan relevan diketengahkan.
Cerita olok-olok Orwell kepada politik kekuasaan memperlihatkan tabiat manusia ibarat
permainan. Ketika bersinggungan dengan kekuasaan, karakter manusia demikian
mudah berubah-ubah sesuai kepentingan iklim politik.
Dalam
Animal Farm, akibat pidato Mayor si inspirator pemberontakan, peternakan berubah
menjadi bukan seperti peternakan biasa. Di dalamnya agenda-agenda perlawanan
disusun dan direncakan. Suatu kehidupan dengan suhu tinggi politik sedang
berlangsung—yang tidak diketahui si pemilik peternakan, Tuan Jones.
Kelak
pasca si Mayor wafat, imbauan politiknya dipatenkan jadi ajaran disebut
binatangisme. Oleh babi pelanjut bernama Snowball dan Napoleon, binatangisme
diaplikasikan menjadi paradigma kehidupan binatang. Inti ajaran ini berbunyi: ”semua
mahluk berkaki empat dan bersayap adalah kawan. Semua mahluk berkaki dua adalah
musuh”.
Tepat
di bagian cerita ini, agaknya Orwell implisit menyitir ideologi komunisme.
Lebih tepatnya Orwell sedang berkisah jalan cerita ideologi komunisme dari
peralihan pemikiran Marx menjadi ajaran marxisme. Dari Uni Soviet berdiri
hingga runtuh kembali.
Menariknya,
tidak sekadar menjadi ajaran perlawanan, marxisme seolah-olah jatuh menjadi
semata-mata dogma. Dari figur babi Snowball dan Napoleon, marxisme diejek hanya
sekadar ambisi kekuasaan semata—seperti kelakuan Snowball dan Napoleon yang
kelak memberikan penafsiran baku dan tunggal atas imbauan si Mayor (Ibarat
Lenin dan kelak Stalin yang menafsirkan pikiran Marx semata-mata menurut
mereka).
Walaupun
begitu, terbuka kemungkinan Orwell tidak sekadar menyinggung-nyinggung
komunisme. Anasir perubahan dari semangat pembebasan penindasan menjadi nafsu
birokratisme juga banyak dialami ideologi-ideologi dunia.
Dengan
kata lain, Animal Farm banyak menunjukkan ideologi apa pun bakal berubah dari bermaksud
luhur menjadi kubur selama dikuasai dan dijalankan pribadi-pribadi seperti
Snowball dan si Napoleon.
Peternakan
Manor diisi beragam jenis karakter binatang. Selain pimpinan si babi Mayor,
berturut-turut yang ada tiga ekor anjing bernama Bluebell, Jessie, dan Pitcher,
sekumpulan babi-babi, burung dara, sekelompok ayam, dua kuda penarik kereta
bernama Boxer dan Clover, Mauriel dan Benjamin, seekor kambing putih dan seekor
keledai. Si kucing pemalas, seekor itik, Molie, si tolol, biri-biri, sapi, dan terakhir
seekor gagak bernama Moses.
Bukan
tanpa maksud Orwell menggunakan binatang demi meunjukkan gerak-gerik manusia.
Karena ini adalah fabel, Orwell mengimposisikan karakter Animal Farm tidak sebatas corong cerita. Lebih jauh lagi adalah
bagaimana Orwell bertindak ibarat sosiolog dalam membahas hirarki kekuasaan
dalam masyarakat.
Tarik menarik kelas masyarakat
Kelas
dalam khasanah ilmu sosiologi menjadi terma bersaing ketika dibicarakan dalam
diskursus struktual fungsional dan struktural konflik. Dua paradigma ini
memiliki perspektif sama-sama khas
mendudukkan posisi kelas masyarakat.
Paradigma
struktural fungsional mengandaikan kelas sosial hasil alamiah dari perbedaan posisi dan peran individu
dalam masyarakat. Setiap individu akan menemukan peran dan posisinya seiring
interaksinya di tengah kehidupan sosial.
Kekuatan
sosial berupa modal ekonomi, pendidikan, budaya, dan simbolik menjadi faktor
determinan pembentuk kelas masyarakat. Itu artinya, posisi seseorang dalam
hirarki masyarakat tidak terlepas dari usahanya dalam mengelola sejumlah modal
sosial di atas. Perbedaan strategi mengelola modal sosial inilah secara alami
menimbulkan tingkatan sosial masyarakat.
Berbeda
dari struktural fungsional, menurut struktur konflik kelas masyarakat justru
terjadi karena intervensi kekuasaan. Bagi paradigma ini, kelas terjadi akibat
dominasi golongan tertentu mengusai sejumlah modal sosial. Bahkan, kelas
diciptakan demi melanggengkan kekuasaan kelas dominan atas kelas subordinat. Semakin
banyak suatu golongan menguasi modal sosial, semakin berjenjang pula
stratifikasi masyarakat terbentuk.
Kehidupan
para binatang di peternakan Manor dimungkinkan dibaca melalui dua paradigma di
atas. Bahkan, cerita gencatan senjata melawan pemilik peternakan dapat
ditelusuri dari kedua paradigma ini, terkhusus paradigma konflik.
Semula,
kehidupan para binatang peternakan Jones baik-baik saja, tapi berubah seketika
saat si babi tua Mayor menyerukan kesadaran kelas. Keadaan sosial kehidupan
para binatang semula harmonis. Setiap binatang bekerja berdasarkan peran
masing-masing.
Menurut
paradigma struktural fungsional, kehidupan peternakan Manor sudah mencapai apa yang
diistilahkan sebagai titik keseimbangan (equiblirium). Keharmonisan ini
bertahan lama sampai datang si Mayor mengutarakan isi mimpi dan pidato
politiknya.
Dari
tilikan paradigma konflik, peristiwa ini menandai suatu keadaan disebut sebagai
kesadaran palsu. Keharmonisan hanyalah dalih kelas penguasa untuk melanggengkan
status quo. Dalil ini walaupun diciptakan melalui prinsip-prinsip kerja sama,
demokratis, dan keadilan, tidak serta merta dapat menutupi hakikat kenyataan
sebenarnya, yang dalam paradigma konflik merupakan kontradiksi sistem kasta
masyarakat.
Isi
pidato si Mayor kian cepat mengubah stuktur kesadaran seluruh binatang
peternakan. Kesadaran para binatang yang semula naif dinaikkan tarafnya menjadi
kritis berkat orasi politik si babi tua Mayor.
Akhirnya,
mereka menemukan makna baru dari realitas kehidupan mereka. Kenyataan yang
selama ini dijalani tidak sesederhana apa yang mereka bayangkan. Di balik
kenyamanan mereka sebagai hewan ternak sekonyong-konyong diartikan bagian
penindasan tuan manusia pemilik peternakan.
--
Pos sebelumnya di komunitaslemolemo.blogspot.com