Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2019

Nelayan Itu (Tidak) Berhenti Melaut

Judul Buku: Nelayan Itu Berhenti Melaut Penulis: Safar Banggai Editor: Alfin Rizal Penerbit: Pojok Cerpen Tahun Terbit: 2019 Cetakan ke: Pertama   ISBN: 9786025350337 DUA cerpen awal kumcer ini saya baca di sebuah warkop ketika hari jelang sore. Setelah membelinya, saya memilih rehat dari kerumunan kendaraan yang menggila di atas bara aspal. Makassar, jelang sore adalah kota sibuk. Di jalan raya, seolah-olah semua sedang diburu sesuatu mendesak yang seketika sesak. Saya tidak bisa menahan tidak sesegera mungkin membaca buku karangan Safar Banggai. Kiprah kepenulisannya sedikit banyak sering saya lihat melalui layar Fb. Safar orang Luwuk Banggai. Ia kini mengabdikan dirinya di dunia kepenulisan Yogyakarta. Di sana Safar menghibahkan dirinya sepenuh-penuhnya untuk dunia literasi. Sebagian masyarakat Banggai, daerah asal Safar, banyak hidup di atas lautan. Hidup sebagai nelayan dan mati sebagai nelayan pula. Sebagian besar mereka sudah turun temurun hidu...

Eka Tak Ada Mati

Judul: Cinta Tak Ada Mati Penulis: Eka Kurniawan Penerbit: Gramedia Pustaka Edisi: Kedua, 2018 Tebal: 153 halaman ISBN: 978-602-03-8635-5 PAMUNGKAS Cinta Tak Ada Mati adalah Cinta Tak Ada Mati. Cerpen ketiga sekaligus judul keseluruhan 13 cerpen Eka ini. Kisah CTAM bercerita tentang kesetiaan seorang lelaki kepada perempuan yang dicintainya bertahun-tahun lamanya.   Mardio, nama lelaki itu, rela menghabiskan usianya hanya karena cintanya kepada Melatie, perempuan yang dicintainya sejak dari masa kanak-kanak. Hingga ia berusia tua, dan juga Melatie yang lebih memilih seorang dokter dan hidup damai dengan cucu-cucunya yang lucu-lucu, tidak membuat cinta Mardio kadaluwarsa. Cinta Mardio bahkan dalam ukuran tertentu sudah menyerupai cinta Platonik. Kisah CTAM merupakan cerpen terpanjang dalam kumcer ini. CTAM juga ditutup dengan ending yang memukau sekaligus di luar imajinasi pembaca—terutama saya. Satu hal yang membuat cerita ini menjadi menarik adal...

Kooong dan Eksistensialisme Iwan Simatupang

Judul: Kooong Penulis: Iwan Simatupang Penerbit: Pustaka Jaya Edisi: Kedua, 2013 Tebal: 100 hal ISBN: 978-979-419-386-0 ”Kalau kami boleh bertanya, kau sendiri mau kemana seterusnya Pak Sastro?” ”Aku mau terus begini dulu. Katakanlah, mengembara. Katakanlah aku dipesona secara dahsyat oleh alam kebebasan dan kemerdekaan.” KOOONG seluruhnya berbicara tentang kebebasan manusia. Namun uniknya, kebebasan itu diceritakan Iwan Simatupang melalui dua tokoh yang saling melepas-tangkap: Pak Sastro dan burung perkututnya. Masing-masing dua tokoh ini akan kelihatan kontrasnya ketika memaknai kebebasan, inti dari karangan Simatupang ini. Kooong dibuka dengan adegan Pak Sastro yang kehilangan burung perkututnya. Ia membeli burung itu  pasca anak semata wayangnya mati. Tanpa sadar sepulang dari TKP tempat anaknya tergilas kereta api, ia melewati suatu pasar penjaja bermacam-macam burung. Singkat cerita lantaran daya rayu si penjual, Pak Sastro mau tidak mau terpe...

Prolog Pesona Sari Diri

Pesona Sari Diri INI pengakuan belaka ketimbang sebuah prolog. Altruisme. Semuanya dapat diasalkan dari kata ini. Terma yang sulit berkompromi, tapi malah kerap menggembosi alam bawah sadar saya. Setiap kali bersua dengan penulis buku ini, kata ini kerap melesat mewarnai perbincangan kami. Begitulah, kata ini adalah cara pandang, sikap moral, dan sekaligus panggilan kemanusiaan bagi penulis buku ini. Terma yang sudah menjadi airmata darah bagi Kak Sul, begitu ia akrab kami sapa. Tidak ada salahnya jika di sini saya ceritakan sedikit latar belakang kemunculan sebagian besar esai di buku ini. Sekali tempo, kelas literasi sudah berjalan setahun kurang lebih. Kelas ini awalnya digagas di mukim beliau. Di perpustakaan pribadi beliau tepatnya. Seingat saya kelas perdananya dimulai bertepatan 17 Agustus 2015 silam. Di hari kemerdekaan itu, kelas dibuka dengan cara yang amat sederhana. Tidak lebih dari 10 orang. Selang setahun, di angkatan kedua, timbul gagasan me...