![]() |
Judul : Kehidupan Liar
Penulis: Michel Tournier
Penerjemah: Ida Sundari Husen
Penerbit: Gramedia Pustaka
Edisi: Pertama, November 2016
Tebal: VII+ 135 halaman
ISBN: 978-602-424-142-1
|
Kehidupan Liar becerita tentang
Robinson Crusoe, seorang pria yang terdampar di pulau tak berpenghuni akibat
kapal yang ditumpanginya karam dihantam gugusan batu karang di sekitar perairan
Chili.
Selama tiga puluh tahun --sesuatu
yang tidak diketahuinya-- ia bersama Vendredi, pria keturunan suku Indian yang
diselamatkan Robinson dari upacara pengorbanan kematian, menjalani cara hidup
yang demikian asing dari peradaban manusia ---saat itu abad 18.
Robinson awal mula menghadapi
banyak masalah di hari-hari pertama di pulau itu. Hal paling pertama
dipikirkannya adalah bagaimana cara meninggalkan pulau yang tak dikenalinya
itu.
Setelah gagal menurunkan perahu di
perairan yang dibuatnya (ia membuatnya jauh dari bibir pantai --sesuatu yang
tidak pernah dilakukan pelaut mana pun), ia mengalami depresi berat lantaran
berpikir akan terkurung sendirian tanpa bekal apa-apa dalam waktu yang lama.
Di titik ini Tournier dengan
piawainya menggambarkan keadaan jiwa Robinson yang kalah dengan nasibnya itu
(bayangkan jika Anda adalah Robinson terjebak dan mengetahui tidak akan mampu
keluar lagi dari pulau asing itu).
Pertama-tama Robinson cukup yakin
dengan keputusannya dapat membuatnya keluar dari pulau itu dengan membuat
perahu. Berhari-hari dengan keyakinan yang sama, dengan peralatan sederhana, ia
menghabiskan seluruh energi dan upayanya agar perahu itu dapat rampung.
Namun, setelah perahu itu jadi,
betapa kagetnya ia ketika menyadari perahu yang dibuatnya dibikin jauh dari
bibir pantai (ini semua karena Robinson mengikuti kisah Nabi Nuh yang ia baca
di dalam injil yang ditemukannya di dalam bangkai kapal La Virginie kapal yang
ditumpanginya sebelumnya --Nabi Nuh tidak perlu membawa perahunya sampai ke pantai.
Cukup ia menunggu banjir bandang seperti dijanjikan Tuhan kepadanya).
Dengan mengandalkan sisa-sisa
semangat yang masih ada, Robinson mengganjal kayu gelondongan di bawah perut
perahu dan berusaha mendorongnya sampai ke pinggir pantai. Walaupun begitu apa
daya, perahu yang beratnya 500 kg itu tidak bergeser sama sekali.
Tak habis akal Robinson membuat
parit dari bibir pantai hingga ke lokasi perahu itu berada. Ia menggali dan
menggali. Setelah mengkalkulasi lamanya waktu untuk pekerjaan itu, ia akan
menghabiskan waktu puluhan tahun hanya untuk sebuah parit. Suatu pekerjaan yang
sia-sia belaka.
Setelah semua usaha itu hancur
total Robinson diserang keputusasaan. Robinson yang semula bersemangat pada
akhirnya mengalami gangguan jiwa --gangguan jiwa dalam arti kehilangan
pegangan, kekecewaan yang sangat sehingga menerima hidup dengan apa adanya tanpa
ada usaha sedikit pun untuk memperjuangkannya (mati enggan hidup pun segan).
Sampai akhirnya di suatu waktu
setelah lama bermalas-malasan berendam di dalam kubangan lumpur seperti
babi-babi yang dilihatnya dan terserang halusinasi, Robinson mengalami kesadaran
baru: ia enggan mati di pulau itu, tapi tidak mungkin juga dapat pergi dari
pulau itu. Dengan kata lain ia mesti bekerja, bangkit dan menentukan nasibnya
sendiri.
Perkembangan jiwa yang merekah
ibarat kuncup bunga di pagi hari membuat Robinson berusaha berdamai dengan
pulau itu. Kehidupan liar nan asing yang awalnya ingin ditinggalkannya ia
terima apa adanya. Seolah-olah ia diciptakan untuk pulau ini dan Robinson-lah
yang diamanahkan untuk merawatnya.
Maka mulai lah Robinson membangun
benteng pertahanan, menetapkan lokasi-lokasi sumber makanan, bercocok tanam dan
beternak kambing-kambing hutan yang banyak ditemukan di pulau itu.
Dengan cara itu semua Robinson
mengangkat dirinya sebagai gubernur pulau itu dan menjadikan setiap tumbuhan
adalah penduduknya yang setiap hari diajaknya berbicara. Ia kemudian menetapkan
aturan semacam undang-undang bagi seluruh pulau itu. Dan, membuat seragam
khusus gubernur untuk dikenakan saat ia berkeliling mengecek pulau itu.
Dengan aktivitasnya itu pulau itu
ia beri nama Speranza, yang berarti harapan.
Lumayan lama Robinson hidup seorang
diri di Pulau Speranza. Sampai ketika ia menyelamatkan Vendredi, pria suku
Indian yang kabur dari upaya upacara pengorbanan.
Saat itu Vendredi datang bersama
beberapa anggota sukunya beserta seorang dukun. Pulau itu ternyata disinggahi
untuk melakukan ritual pembunuhan bagi tersangka yang dianggap sebagai sumber
masalah di sukunya. Dipimpin oleh dukun Vendredi ditunjuk tiba-tiba sebagai
salah satu tersangka yang baru diketahui setelah sang dukun membaca mantra.
Mengetahui hal itu Vendredi berusaha kabur masuk di hutan.
Ternyata kejadian itu diintai
Robinson di balik semak-semak. Ia bersembunyi agar mereka tak tahu bahwa pulau
yang mereka singgahi ditinggali Robinson. Tak dinyana Vendredi berlari menuju
tempat Robinson bersembunyi. Agar tidak sampai ketahuan Robinson menembak dua
Indian yang mengejar Vendredi. Vendredi selamat, dan orang Indian yang tersisa
memilih kabur lantaran takut.
Sejak itu karena hutang budi --ini
benar-benar berhutang karena "budi" kemanusiaan-- Robinson yang telah
menyelamatkan nyawanya membuat Vendredi menjadi pembantu Robinson di pulau itu.
Yang menarik bagi saya adalah
--selain karakter Vendredi yang menonjol-- semenjak Vendredi diajarkan bahasa
Inggris oleh Robinson untuk berkomunikasi, banyak terjadi perubahan bukan saja
di dalam diri Vendredi, tapi juga Robinson sendiri.
Cukup unik melihat tarik-menarik
antara Robinson dan Vendredi ketika ditinjau dari kebudayaan. Awalnya Vendredi
diajarkan banyak hal mengenai aturan hidup yang dibuat Robinson selama tinggal
di Speranza. Vendredi menjadi pribadi penurut lantaran nyawanya pernah
diselamatkan Robinson.
Sehari-hari Vendredi berkomunikasi
dengan bahasa tuannya, yakni Robinson itu sendiri. Bekerja atas inisiatif
Robinson. Dan diupah Robinson dengan emas-emas yang sebelumnya berhasil
diselamatkan Robinson dari La Virginie. Singkatnya apa pun yang dilakukan
Vendredi tidak otentik menunjukkan kemauannya sendiri. Semuanya atas perintah
Robinson.
Dengan kata lain, di pulau itu
seperti apa pun terasingnya mereka berdua dari peradaban di luarnya, tetap saja
ada hubungan kuasa di antaranya. Dalam hal ini Robinson dengan sisa-sisa
kebudayaan kulit putihnya, yang menentukan cara hidup Vendredi, dengan Vendredi
itu sendiri sebagai bagian dari penduduk kulit berwarna.
Yang tak jauh kala menarik adalah
pembalikan relasi di antara keduanya. Momen ini ditandai saat Vendredi tanpa
sengaja meluluhlantakkan pulau Speranza berkat pipa rokok yang menyulut nyala
mesiu hingga meledak. Ledakan itu menghancurkan seluruh kehidupan yang sudah
dibangun Robinson. Seluruhnya rata dengan tanah, termasuk harta simpanan yang
Robinson simpan di ceruk gua-gua.
Peristiwa itu ibarat revolusi
sosial --saya beranggapan ini sisipan Tournier tentang konsep revolusi yang
memformat ulang seluruh sendi-sendi kehidupan-- yang memperbaharui hubungan
Robinson dan Vendredi termasuk konsekuensi-konsekuensinya dari itu semua.
Semenjak itu keadaan berubah total.
Tidak ada lagi siapa tuan siap pelayan. Ledakan itu merelatifkan dominasi
Robinson sehingga hubungannya terhadap Vendredi jauh lebih setara. Ledakan itu
juga mengubah cara mereka berdua mengelola pulau itu. Tidak ada lagi
pekerjaan-pekerjaan yang perlu dikerjakan Vendredi karena disuruh Robinson.
Dengan kata lain, keadaan pasca
ledakan itu membuat keduanya hidup bebas menentukan apa pun yang mereka sukai.
Vendredi, setelah ledakan menjadi
orang bebas. Bahkan dalam keadaan itu identitas kesukuannya banyak memberikan
pemahaman baru kepada Robinson. Dalam keadaan ini justru sebaliknya, banyak
hal-hal baru diajarkan Vendredi kepada Robinson dari pengalaman hidupnya selama
menjadi bagian dari suku Indian.
Misalkan saja, Vendredi mengajarkan
pengetahuan kuliner kepada Robinson, sesuatu yang tidak ia temukan dalam hidup
orang-orang Eropa. Bagaimana membuat burung bakar tanpa repot-repot mencabuti
bulunya dengan membakarnya setelah digulung menggunakan lumpur basah. Bagaimana
memanfaatkan getah tanaman manis untuk membuat gula cair dan karamel. Bagaimana
membuat makanan kaya rasa dengan mencampur buah-buahan yang berlainan rasa...
Robinson juga ditunjukkan cara
membuat panah unik dari batang pohon yang menjadi mainan bagi Vendredi. Cara
membuat busurnya, dengan apa ekornya dibuat, dan menggunakan bahan apa untuk
membuat mata anak panah agar memiliki laju yang baik ketika di udara...
Di lain waktu dengan memanfaatkan
tulang-tulang kambing, Vendredi berhasil membuat takjub Robinson ketika
menciptakan alat musik menyerupai harpa. Dan yang tak kalah uniknya berkat
kulit kambing yang dikeringkan, Vendredi membuat layang-layang yang dapat
diterbangkan untuk memancing ikan.
Singkatnya, Vendredi yang hidup
bebas banyak memberikan pengaruh balikan kepada Robinson. Awalnya, Vendredi
banyak melakukan hal-hal tetek bengek dari kacamata Robinson, seorang Eropa
kulit putih. Namun setelah sederajat, Vendredi-lah yang banyak memberikan
hal-hal baru kepada Robinson.
Di titik itu, seolah-olah Tournier
sedang mengemukakan suatu keadaan sejati manusia ketika sama-sama menjunjung
kesetaraan. Sama-sama hidup bebas tanpa kekangan yang memberikan peluang satu
sama lain dapat belajar dan bertukar pemahaman demi mengangakat kehidupan masing-masing.
Tournier dengan kata lain, menurut
saya sedang berbicara tentang dialog kebudayaan. Sesuatu yang harus banyak
dilakukan di kiwari ini.
Sesungguhnya Kehidupan Liar adalah
versi lain dari karangan yang pernah ditulis Daniel Defoe dengan tokoh yang
sama (kisah Robinson Crusoe juga pernah diangkat menjadi film). Hanya saja
versi Tournier tidak seperti karangan Defoe yang menitikberatkan kisahnya
kepada penemuan-penemuan unik Robinson Crusoe selama hidup terasing di dalam
pulau.
Melalui sosok Vendredi, Tournier
mengambil sisi kejiwaan Robinson selama menghadapi kehidupan asing yang
terputus dari dunia luar. Tournier juga menonjolkan sosok Vendredi sendiri
sebagai tokoh yang demikian menonjol berkat pengetahuan-pengetahuan yang tidak
pernah diketahui Robinson.
Kehidupan Liar versi Tournier juga
memiliki ending berbeda dari kisah yang sama. Dikisahkan Robinson bukannya
malah memilih keluar meninggalkan Speranza setelah tanpa sengaja sebuah kapal
Inggris singgah di pulau itu ---setelah tiga puluh tahun.
Setelah untuk pertama kalinya
berinteraksi dengan orang-orang yang diwakili awak-awak kapal yang berperingai
buruk selama singgah di Speranza, Robinson meyakini peradaban masyarakatnya
bukanlah tipe kehidupan yang diidealkannya. Ia lebih memilih hidup dengan jiwa
yang bebas di pulau itu.
Bagaimana dengan Vendredi? Vendredi
berkebalikan dengan Robinson. Ia memilih ikut pulang ke dalam kapal
meninggalkan Robinson dengan cara melarikan diri di malam hari ketika Robinson
sedang tertidur pulas.