![]() |
Sigmund Freud.
Asal Austria.
Pendiri
Psikoanalisa.
Lupa menurutnya adalah cara manusia merepresi ingatannya
|
Mungkin ia karena itu kelak akan
menjadi padat. Mungkin juga abadi.
Itulah sebabnya ia memiliki cara
kerja yang unik. Dia bisa memperpendek waktu sekaligus melipat ruang. Namun
juga yang ajaib ia bisa memperpanjang waktu ibarat karet yang melar kian
melebar.
Pikiran dengan cara itu adalah
mesin waktu alami yang dimiliki manusia.
Kadang, eike dibikin heran, dalam
suatu momen, masa lalu tiba-tiba datang menyeruak. Ia datang dari semak-semak
gelap, menyelinap dan naik ke permukaan. Di saat itu, masa lalu jadi aktual.
Dia menjadi kenangan.
Masa kecil misalnya, merupakan
momen yang nostalgis. Kadang ia seperti anak kecil yang berdiri di ujung
lorong, samar-samar diterpa cahaya dengan bayangan yang tak begitu jelas,
memanggil-manggil, dengan tangan yang ia lambaikan...
Di saat itu kita yang kian dimakan
waktu dipersilahkan memilih. Apakah ia akan kita jemput dengan seluruh sisa
kenangan atau malah memilih meninggalkannya.
Sering kali kenangan menjadi momok,
namun tidak sedikit dia menjadi pokok. Banyak orang sulit menerima masa lalu
akibat momok menakutkan, mengecewakan, dan mungkin menyakitkan.
Itulah mengapa kadang anak kecil
itu, yang di ujung lorong melambai-lambai hendak dijemput, tak sudi kita akui,
dan sudah pasti dilupakan.
Tapi, yang pokok adalah hikmah.
Yang mengecewakan, menakutkan sekaligus yang menyakitkan, memang sulit
terhapus. Kenangan akan selalu tergenang bebas di dalam memori. Ia mengambang
dan bergerak bebas begitu saja.
Kenangan dengan demikian hanya bisa
diajak berdamai. Dengan kata lain, anak yang ditinggal di ujung lorong itu
mesti dijemput, diajak berbicara. Diajak berdamai.
Yang sulit dari kenangan sebenarnya
bukan apa yang sudah terjadi, melainkan ketika kita kehilangan akses
terhadapnya.
Petitih selalu mengingatkan
pengalaman adalah guru yang paling berharga. Hanya saja, di petitih itu kita
tidak diingatkan bahwa pengalaman juga memiliki umur. Ia juga akan menua dan
dengan sendirinya akan menjadi masa lalu.
Karena itu, kita kadang lupa
bagaimana memperlakukan pengalaman yang bakal menjadi kenangan. Bagaimana cara
merawatnya, dan seperti apa cara agar di hari esok kita bisa menengoknya. Salah
dalam merawatnya, akan sulit juga mengaksesnya.
Eike karena itu kadang memilih
menulisnya. Banyak orang merekamnya. Lebih banyak lagi keduanya. Dengan cara
merawat kapan, di mana, siapa, bagaimana, apa dan mengapa, masa lalu menjadi
mungkin dipertahankan. Sehingga sewaktu-waktu dapat dikunjungi.
Kiwari, hidup kita jauh lebih
mudah. Teknologi informasi dirancang sedemikian rupa persis cara kerja memori.
Dia bisa menyimpan, menyembunyikan, memperbanyak, menyebarkan, dan mengirim
berjuta-juta informasi kepada siapa pun. Bahkan bukan kepada siapa tapi juga
kapan.
Teknologi informasi macam demikian,
sekaligus juga bakal menjadi menakutkan jika pengalaman yang diisi di dalamnya
adalah polah yang tidak-tidak. Polah yang membuat di masa depan akan membuat
kita menyesal, mengapa itu dapat terjadi. Dan sialnya ia tersimpan rapi dalam
linimasa teknologi.
Menulis ini ibarat menanam suatu
bibit. Entah bibit apa. Mungkin besok dia tumbuh seiring pengalaman sang
penanam. Atau dia tidak memberi kesan apa-apa.
Tapi yang pasti, harapan dan
kenangan hanya dibatasi selaput tipis. Ia bisa terhubung langsung, dapat diakses
langsung, ketika hari ini menjadi hari esok, esok menjadi hari ini, dan begitu
seterusnya, dan seterusnya... Sehingga yang ada kenangan pada dasarnya ialah
harapan yang sudah ditanam jauh hari sebelum dua paras dipertemukan.