![]() |
Karl Wernicke
Dokter, ahli
anatomi, ahli kejiwaan,
dan ahli patologi saraf berkebangsaan Jerman.
|
Kata dan pikiran ialah elemen yang saling mengandaikan. Kata ialah cermin pikiran sekaligus sebaliknya, pikiran ialah basis kata. Keduanya memiliki hubungan kausal yang satu menjadi sebab bagi lainnya, begitu juga sebaliknya.
Melalui elemen kata, pikiran dapat
diakses sedemikian rupa: melacaknya, menelusurinya, menggeledahnya,
menunjuknya… kepada sesuatu titik, entah konsep, ide, atau gagasan.
Tapi juga kata sebaliknya cangkang
yang demikian purna menyembunyikan pikiran: membungkusnya, menutupinya,
melindunginya… ke dalam suatu maksud, entah berupa niat, kemauan, atau
kehendak.
Demikian kuatnya hubungan keduanya,
kata dan pikiran bisa saling mewakili. Bahkan sekaligus identik. Kata adalah
pikiran, demikian juga pikiran adalah kata.
Itulah sebabnya antara keduanya
bisa saling memengaruhi: kata bisa mengubah pikiran, dan juga pikiran bisa
mengubah kata.
Alkisah di tengah keramaian,
melalui papan kardus seorang pengemis buta menulis sebuah permintaan: “Saya
buta, tolonglah saya”. Dengan kata-kata itu sang pengemis berharap bantuan
orang-orang yang hilir mudik di sekitarnya. Ada yang memberi, tapi banyak juga
yang acuh.
Seorang perempuan kemudian datang
dan mengubah kata-kata itu menjadi: “Betapa indahnya hari ini, tapi sayang saya
tidak bisa melihat”. Sungguh ajaib. Dengan kata-kata itu hati orang-orang
tersentuh dan tergerak membantu sang pengemis. Tidak lama dia mendapatkan
banyak pemberian uang.
Syahdan, perempuan itu tidak
mengubah apa pun kecuali kata-kata sang pengemis. Tidak ada yang berubah
kecuali pikiran orang-orang yang membacanya. Hati mereka bergerak dari semula
acuh menjadi lebih pemurah. Di kisah ini, di balik kata-kata tersimpan kekuatan
dahsyat yang menggerakkan.
Kiwari, berkat kemajuan teknologi
informasi, komunikasi begitu intens melalui dunia maya. Banyak grup-grup
virtual menjadi persinggahan informasi. Bahkan tidak jarang semua itu menjadi
sumber pengetahuan. Di grup yang bertumpuk itu banyak pertukaran informasi dan
banyak kata-kata menjadi elemennya.
Hanya terkadang, banyak orang
berubah lantaran sering terpapar fake news. Dia menjadi mudah agresif, cepat marah,
dan suka membenci perbedaan. Setelah ditelusuri, ternyata ia banyak mengonsumsi
kata-kata kebencian, kemarahan, dan rasial.
Itulah sebabnya, pikirannya mudah
tersulut lantaran kata-kata negatif yang sering dikonsumsinya.
Kisah kata-kata yang mengubah
persepsi orang-orang kepada sang pengemis di atas adalah cerita video yang
dibuat Purple Feather sebuah lembaga layanan iklan di Eropa. Di Youtube, kisah
yang sama banyak beredar. Semuanya memiliki keyakinan yang sama, change you
words change you world. Ubahlah kata-katamu, dunia akan berubah.
Di ranah akademis ada buku How God
Changes Your Brain, ditulis duo ahli neurolog terkemuka Amerika Serikat bernama
Andrew Newberg dan Mark Robert Waldman. Di buku ini melalui beragam penelitian
keduanya menemukan hubungan yang kuat antara kata-kata baik dan otak.
Menariknya, kedua hubungan itu ditemukan dalam ritual meditasi dan peribadatan.
Dalam salah satu penelitiannya,
Andrew Newberg mencoba meneliti seorang biksu yang melakukan meditasi demi
melihat respon otak ketika memfokuskan diri kepada kata-kata baik selama
meditasi. Hasilnya mencengangkan, otak sang biksu mengalami pemudaan atau
perbaikan sel-sel saraf yang telah rusak. Setelah penemuan ini, di Amerika,
Andrew lantas membuka layanan penyembuhan orang-orang sakit jiwa dengan melalui
praktik meditasi.
Karl Wernicke, seorang ahli saraf
dan kejiwaan kebangsaan Jerman, pada 1874 menemukan suatu area dalam korteks
otak besar yang ternyata berhubungan dengan elemen bahasa. Sesuai nama
penemunya, area ini disebut para ahli saraf sebagai Wernicke area atau area
bahasa. Area ini rentan mengalami kerusakan jika otak sering diasupi kata-kata
buruk, jahat, dan mengandung kemarahan. Dampaknya serius berupa terjadinya
degenerasi sel saraf sehingga otak mengalami kerusakan fungsi.
Kasus fulan bin fulan yang sering
marah akibat banyak mengonsumsi kata-kata kebencian di atas, menurut ilmu
neurosains bakal mengalami kerusakan saraf otak permanen. Otaknya dengan kata
lain tidak akan berfungsi normal lantaran gangguan saraf internal yang
dialaminya.
Jika Anda menemukan orang seperti
fulan bin fulan dan mengalami gangguan kebingungan, mudah emosional, agresif,
perilaku abnormal, atau gangguan kesadaran lainnya, berarti ia sedang mengalami
kerusakan otak permanen. Besar kemungkinan hari-harinya banyak mengonsumsi
berita-berita yang mengandung kata-kata negatif dan kebencian.
Menurut ilmu neurosains, otak
memiliki jaringan saraf yang saling berhubungan. Satu ujung saraf memiliki
ribuan bahkan jutaan cabang saraf. Jutaan cabang saraf tadi memiliki lagi jutaan
ujung saraf. Begitu seterusnya ibarat jaringan laba-laba, setiap saraf saling
terhubung satu sama lain melalui impuls listrik dan kimiawi. Dari semua
jaringan itu, disimpulkan otak memiliki 100 miliar sel saraf.
Kasus sang biksu menjalani meditasi
sebenarnya sedang meregenarasi 100 miliar sel saraf dalam otaknya. Melalui
fokus kepada satu kata kebaikan (bandingkan dengan zikir, misalnya), jaringan
sarafnya saling terhubung mengalami regenerasi dan perbaikan ulang sel saraf
yang mengalami kematian. Melalui kata-kata positif, bahkan muncul satu sel
saraf yang mencari ujung pasangannya agar berkembang. Semakin banyak mendengar
kata-kata kebaikan semakin banyak sel saraf saling terhubung membentuk jaringan
baru.
Sementara dengan cara kerja
sebaliknya, dalam kasus fulan bin fulan yang banyak mengonsumsi kata-kata
negatif bakal mengalami kematian satu jaringan sel saraf dalam otaknya. Semakin
banyak ia mengonsumsi kata-kata kebencian, semakin banyak ia kehilangan jutaan
jaringan sel saraf dalam otaknya.
Peradaban sekarang adalah peradaban
informasi. Revolusi informasi juga berarti revolusi kata-kata. Di sana sini
banyak ledakan kata-kata; di ranah kebudayaan, ekonomi, agama, dan juga
politik. Hampir di semua ranah, membentuk jaringan informasi melalui kata-kata.
Ada yang dengan dasar kemanusiaan, ada yang dengan dasar ekonomi, tapi ada juga
dengan dasar politik. Malangnya, di dua yang terakhir banyak kata-kata negatif
sering digunakan. Tidak jarang saling mengejek, mencela, menyudutkan, membully…
semuanya dengan kata-kata yang mengandung kekerasan dan juga kebencian…
Sekali lagi, kata ialah cermin
pikiran sekaligus sebaliknya, pikiran ialah basis kata. Keduanya memiliki
hubungan kausal yang satu menjadi sebab bagi lainnya, begitu juga sebaliknya.
Kata-kata dan juga pikiran akan
membentuk dunia. Ahli jiwa mengatakan manusia adalah apa yang Anda pikirkan.
Jika kita memikirkan kata-kata kebaikan maka kita adalah orang yang senantiasa
baik. Sebaliknya, jika pikiran kita dipenuhi prasangka dan kebencian maka kita adalah
orang yang sedang dalam keadaan bermasalah.
Change you words change you world.
Begitu kata terakhir dalam video singkat sang pengemis buta di atas. Duniamu
berubah atau tidak dimulai dari jenis kata-katamu.
---
Telah dimuat di Kalaliterasi.com