PEMUDA. Barangkali dari sekian
banyak negeri hanya di Indonesia yang bangsa, tanah airnya, dan bahasanya
sungguh-sungguh diikat dalam satu sumpah. Dan bukan orangtua, bukan kelas
ningrat, bukan kelas bangsawan, apalagi kelas penguasa yang bersungguh-sungguh
mengucapkan ikrar.
Pemuda, ya hanya pemuda, rentang
masa usia yang seringkali dianggap minim makan asam garam nasib, miskin
pengalaman.
Tapi, karena itulah ia masih bersih
dan bebas dari ikatan-ikatan kelas, tradisi, atau bahkan kebiasaan yang
bersifat koersif. Pemuda adalah rentang usia batas antara semangat menempuh
cita-cita dengan suatu kehidupan yang mapan.
Tidak bisa dibayangkan jika 90
tahun lalu justru kelas ningrat-lah, misalnya, yang meneguhkan sumpah tanah
air, bangsa, dan bahasanya. Mungkin saat itu tanah airnya bukan Indonesia
sekarang, barangkali bangsanya malah mewakili trah darah biru saja. Dan
kemungkinannya bahasa yang dipakai sekarang malah bahasa etnis tertentu saja.
Dengan kata lain, sumpahnya justru
datang dari tekad atas kepentingan trah darah ningratnya.
Pemuda juga adalah elemen
masyarakat yang paling terbuka dengan gagasan perubahan. Dia elemen yang
memiliki daya imajinatif yang fleksibel dan lentur. Mudah berkembang didorong
dengan cita-cita ideal.
Sulit rasanya jika melihat sejarah
bangsa Indonesia tanpa keterlibatan generasi mudanya di masa lalu. Bahkan,
negeri ini awalnya, fondasi kebangsaannya, malah digagas oleh kaum mudanya.
Melalui kongres ke kongres, gagasan
demi gagasan, dari perkumpulan menuju perkumpulan, dari semua itu siapa menduga
cikal bakal kemerdekaan Indonesia sudah ditanam sejak jauh hari.
Puncaknya, dalam sejarah bukan
sekelompok orangtua, tapi anak-anak muda-lah yang mendesak kaum tua untuk
menyatakan kemerdekaan Indonesia. Tidak tanggung-tanggung anak-anak muda yang
dimotori kelompok Menteng 31 malah berani "menculik" presiden RI saat
itu.
Hasilnya: 17 Agustus 1945 Indonesia
menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka.
Itulah sebabnya, seorang Pram,
menyingkat sejarah Indonesia sebagai sejarah kaum muda Indonesia.
Meminjam penjelasan Benedict
Anderson, sumpah bangsa, tanah air, dan bahasa adalah perangkat imajinasi yang
terbayangkan bersama mengenai satu komunitas yang sebagian besarnya tidak
pernah saling bertatap muka dan berinteraksi.
Melalui ikrar bersama lahir
afinitas yang tarik menarik sekaligus menerbitkan rasa percaya untuk
menyongsong suatu komunitas bersama. Hal inilah yang melenyapkan sekat-sekat
kedaerahan yang masih bercokol dalam pribadi-pribadi kelompok kepemudaan saat
itu.
Dua hal ini, yakni afinitas yang
saling mengikat dan kepercayaan yang saling bersetia, menjadikan sumpah pemuda
sebagai tonggak bersama. Sebagai ikrar abadi untuk menempuh suatu cita-cita
mulia bernama Indonesia.
Singkatnya, rasa-rasanya tanpa
generasi muda kecil kemungkinan lahir proses imajiner yang membentuk cikal
bakal Indonesia. Tanpa itu semua barangkali Indonesia hari ini hanyalah
sekat-sekat teritori yang terpisah satu dengan lainnya. Suatu kawasan dengan
sejarahnya masing-masing.