Langsung ke konten utama

Kisah Dawuk: Menggugat dengan Dongeng




Narasi Dawuk dibuka dengan gugatan dari seorang dikenal sebagai tukang kibul: Warto Kemplung. Tokoh pendongeng yang sering mangkal di warung kopi tanpa modal dan lebih mengandalkan hasil “rampasan” rokok dari orang-orang yang berhasil ia pancing untuk mendengarnya. Lalu cerita apa yang dikisahkan Warto Kemplung? Di sinilah awal mula novel ini memainkan rasa penasaran pembacanya.

Tapi, pertama-tama mari kita nilai sedikit siapa Warto Kemplung mengingat narasi novel ini disanggah oleh cerita yang ia kisahkan.

Warto Kemplung adalah seorang bekas TKI yang berhasil memiliki teman seorang pejabat di negeri Jiran tempatnya bekerja. Lantaran kisah-kisah perjuangan yang ia ceritakan, membuatnya dekat dengan mantan majikannya dan berhasil mendapatkan nomor pribadinya. Peristiwa ini terjadi ketika ia menjadi tukang renovasi rumah yang kebetulan adalah rumah sang pejabat. Di sela-sela istirahat Warto Kemplung sering menceritakan cerita-cerita seorang tokoh yang berasal dari negerinya. Saat itulah sang pejabat sering mencuri dengar kisah si Warto dan mulai tertarik mengikuti kisahnya. Itulah awal bagaimana mereka berdua bisa dekat.

Lalu kenapa Kemplung menjadi nama belakang si Warto? Akibat kemahirannya bercerita sampai kadang ceritanya dinilai tidak masuk akal sehingga disangka bohongan belaka. Si pembual, itulah julukan si Warto dengan “Plung” sebagai nama panggilan pendeknya. Warto Si pembual begitulah arti namanya.

Dengan arti nama seperti itu, di sinilah pertaruhan novel ini: seolah-olah kisah Dawuk adalah narasi yang ditopang oleh sejenis rasa tidak percaya dan aura “kebohongan”. Bagaimana mungkin seseorang dapat memercayai cerita dari seorang yang sering kali dianggap sebagai pembohong? Walaupun benar, apakah kebenaran itu akhirnya akan dianggap sebagai kebohongan hanya karena diucapkan oleh seorang yang kredibilatasnya diragukan?

Di titik inilah, novel ini berusaha mengingatkan pembacanya dengan situasi zaman sekarang di mana fakta dan fiksi berbaur sulit dibedakan. Ketika benar dan salah saling mengisi kepercayaan dengan caranya yang tidak pernah dibayangkan.

Dalam pribadi Warto Kemplung kebenaran fakta dan narasi fiksi sulit dipisahkan mengingat kredibilitasnya yang dijuluki si pembual. Walaupun demikian kisah yang diceritakannya merupakan “fakta historis” dari desa Rumbuk Randu. Tapi tetap saja, niat tulusnya untuk mengungkap kebenaran di desanya menjadi muskil mengingat setiap warga Rumbuk Randu “bersepakat” menyembunyikan sejarah yang mereka ketahui bersama.

Dari sudut ini, keberadaan Warto Kemplung ibarat catatan kaki yang mengingatkan pembaca kepada sejarah kelam negeri yang bernama Indonesia yang beberapa dekade dicoba ditutup-tutupi oleh pemerintah. (untuk ini Mahfud Ikhwan menulis: mahluk-mahluk malang dengan kemampuan mengingat sependek ikan sepat.)

Inti Dawuk adalah kisah tentang sepasang kekasih ganjil dengan latar belakang hidup yang demikian kontras: Mat Dawuk dan Inayatun. Mat Dawuk digambarkan sebagai pribadi buangan yang sejak kecil dianggap hina penuh celaan dan dianggap tidak ada oleh orang sekampungnya. Tumbuh menjadi anak pendiam dan misterius dengan wajah yang jelek bin mengerikan sehingga tidak ada yang sudi melihatnya. Demikian pula nasibnya yang terbilang jauh lebih jelek dari rupanya. Tapi biarpun begitu ketika dewasa ia menjadi seorang pembunuh dengan kekuatan tubuh kekar.

Sementara Inayatun adalah bunga desa yang lahir dengan paras rupawan. Semenjak kecil menjadi anak idaman semua ibu-ibu di Rumbuk Randu lantaran bukan saja mukanya yang jelita tapi bentuk tubuhnya yang berisi. Biarpun demikian menjelang dewasa, ia menjadi gadis badung yang suka berganti-ganti pacar. Kemudian dikenal sebagai gadis genit yang membuat hampir semua lelaki Rumbuk Randu ingin menidurinya. Inayatun adalah anak seoang tokoh agama di desanya.

Kisah percintaan Mat Dawuk dan Inayatun merupakan kisah yang tidak diinginkan siapa pun di desanya. Di Rumbuk Randu mereka berdua adalah aib yang mesti dienyahkan. Setiap warga Rumbuk Randu ogah menanggung keberadaan mereka berdua lantaran merasa tidak nyaman. Usut punya usut, perkawinan Mat Dawuk dan Inayatun mengulang sebuah kisah kutukan yang selama ini tidak disukai oleh semua warga Rumbuk Randu. Akibat itulah, ditambah dendam dua keturunan dan skenario pembunuhan, Mat Dawuk berusaha mereka binasakan dengan cara penyerbuan di suatu malam yang berdarah.

Melalui mulut Warto Kemplung-lah kisah berdarah nan pilu Mat Dawuk dan Inayatun dari Rumbuk Randu didedahkan. Warto Kemplung yang dinarasikan pengarang sebagai pencerita ulung nampaknya berusaha menghidupkan kekuatan dongeng yang semakin tersingkirkan dengan tradisi tulisan. Melalui kekuatan oral-ah kisah ini mengalir menelusup sampai ke telinga pendengarnya termasuk kepada seorang wartawan lokal bernama Mustofa Abdul Wahab yang dibuat penasaran tentang kisah dari Rumbuk Randu. Menariknya kisah ini selalui diceritakan di warung kopi, tempat kesukaan Warto Kemplung yang belakangan bernama Anwar Tohari.

Novel yang masuk penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2017, selain ditopang oleh pengisahan melalui cerita lisan, juga memiliki kekuatan suspense melalui kemampuan bercerita Warto Kemplung. Sampai akhirnya seorang bernama Mustofa Abdul Wahab yang seorang wartawan itu mengangkat kisahnya di koran lokal menjadi cerbung dan memunculkan seseorang bernama mengaku Mat dan teka-teki di akhir ceritanya.

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...