Langsung ke konten utama
PILIHANAtau alunan musik yang kasip di pagi yang seketika mendung, sementara di hampir bersamaan segeletak buku hanya tersimpan diam begitu saja. Atau kisah orang-orang yang merangkak naik bersamaan dengan matahari di pagi yang entah. Atau ingatan terhadap pemahaman yang silap, tak diketahui rimbanya. Bunyi desir angin atau sentuhannya yang seolah-olah seperti benang-benang tipis yang bergerak dari ujung kakimu naik hingga ke pundak dan telingamu. Atau kehidupan yang terulang, terulang dan terulang. Atau bunyi deru mobil. Suara dentuman yang tersisa di atas langit, atau pecahan bintang yang tertinggal berjuta-juta tahun lamanya. Atau ini hanya sekadar usaha menangkap maksud di balik beragam kemungkinan. Atau bukan apa-apa. Seorang bapak tanpa menggunakan baju berdiri atau berpikir tentang sudut rumahnya yang digerayangi rumput-rumput hijau. Atau akan dia biarkan tumbuh sama halnya dia melihat anaknya yang sudah melebihi tinggi badannya. Atau memang waktu adalah sisi terbelakang dari apa yang kita ketahui. Atau memang dia tidak mungkin atau akan diketahui. Waktu atau entah apa, pada akhirnya membuat siapa pun menyadari betapa dunia sudah melebihi umurnya. Atau pernahkah kau menyadari saat melihat bebek-bebek mengecipak air selokan yang terbelah mengaliri rerumputan. Atau Rumput yang basah diterpa sinar kuning mentari. Atau Seorang ibu dan anaknya yang menuruni setapak pergi ke sekolah. Atau di atas nun jauh, rumah-rumah bersusun-susun dari bawah ke atas. Di belakangnya punggung gunung tertutupi kabut bagai kapas-kapas basah. Atau keadaan yang jauh lebih susut, tentang bukan saja air, melainkan partikel-partikel kecil di dalamnya yang bergerak tak beraturan, atau kutu-kutu yang bergerak di balik helain bulu bebek yang terkena air, dan menggelembungkan oksigen di dalam bulatan-bulatan kecil air. Atau menelusuri jauh di dalam tanah yang di atasnya tumbuh rumput-rumput, atau di sana ada kehidupan beribu binatang-binatang yang dimakan cacing tanah, rayap-rayap, beserta kerajaan semut-semut yang setiap hari menggerayangi permukaan tanah tanpa disadari siapa pun. Atau di balik anak-anak yang sedang berpergian sekolah, ada kisah sedih sejak semalam lantaran suatu sistem pendidikan membetot otot-otot sang bapak menggali lebih dalam lagi petak-petak sawah di pelosok entah di mana. Atau keluh kesah ibunya yang tak mampu mengerjakan tugas sekolah anaknya akibat disibukkan dengan pekerjaan rumah atau sudah tidak mengerti sama sekali apa sesungguhnya maksud dari mata pelajaran anaknya. Atau hal-hal di luar itu, semisal mengapa rumah-rumah di atas bukit itu disusun menyerupai anak tangga. Atau apakah persamaan antara awan basah dengan kapas, ataukah awan sebenarnya memang terbuat dari kapas. Atau sesungguhnya kapas ternyata adalah sisa-sisa awan yang jatuh sejak semalam. Atau mungkin mengenai cemara menjulang tinggi di bawah mentari meninggi. Atau jalan yang menapak di bawahnya tersisa tanah yang longsor. Warnanya kecokelatan, mengering disapu kilatan cahaya mentari. Atau pagi yang masih diiringi kabut. Tipis melayang-layang berarak kemudian pergi di balik pepohonan. Bunyi ayam-ayam sedari tadi berkokok, atau bersahutan sambung menyambung dari barat sampai selatan. Atau pohon jambu habis dipanjati anak-anak. Buahnya kemarin sore dibawa pergi. Anak-anak berkopiah sepulang mengaji, bergerombolan. Menginjaki pagar bambu mengangkat tangan di sela-sela ranting yang tak rimbun. Atau di satu rumah kulit sapi dijemur berhari-hari. Kulitnya diikat tali berwarna hijau, ditelentangkan kuat-kuat di dinding sebelah selatan. Menghadap matahari. Atau hari ini yang kasip yang seketika mendung, sementara di hampir bersamaan segeletak buku hanya tersimpan diam begitu saja.

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...