Langsung ke konten utama
Sosiologi Setelah September

Sosiologi awalnya adalah disiplin ilmu yang lahir secara spesifik dari tatanan masyarakat Eropa abad pencerahan. Itulah sebabnya pendasaran teori-teori besarnya selalu mengacu kepada tipe yang khas masyarakat abad pencerahan. Bisa dikatakan sosiologi memang anak kandung abad pencerahan. Dia lahir dari syarat-syarat material yang ada dalam pergolakan masyarakat Eropa. Karena itu pula hampir semua dalil-dalil kemasyarakatan yang dikandung di dalamnya berwajah Eropasentris. Walaupun begitu, ada satu kesamaan dari teoritisasi dalil-dalil kemasyarakatan dalam disiplin ilmu sosiologi melalui tokoh-tokoh awalnya: wataknya yang mengafirmasi perubahan. Watak ilmu sosiologi yang khas ini mau tidak mau adalah dampak dari semangat zaman yang menjadi ciri utama pada saat itu. Tapi, sampai kurun waktu tertentu, sosiologi menjadi ilmu yang "dinormalisasi" ketika dia berpindah dari Eropa sebagai tanah kelahirannya ke Amerika Serikat yang nanti akan memunculkan satu tokoh sentral yang menjadi acuan hampir semua sosiolog awal di tanah air. Belakangan nanti, sosiologi juga masuk di Indonesia dengan paras yang sudah ter-amerikanisasi seiring keluarnya Amerika Serikat sebagai kekuatan adi kuasa pasca Perang Dingin melawan Uni Soviet. Nah, implikasinya terhadap perubahan sosial di Indonesia, dengan wajah sosiologi yang sudah ter-amerikanisasi, membuat sosiologi selama ini menjadi ilmu yang ikut melegitimasi keadaan status quo di negeri ini sampai sekarang. Makanya eike berkeyakinan, perubahan sosial yang cenderung lambat di Indonesia, salah satunya akibat masih berkiblatnya sosiolog-sosiolog hari ini kepada teori-teori sosial yang lahir dari Amerika Serikat. Padahal dalam sosiologi awal, ada salah satu tokoh yang cukup familiar di mata sebagian intelektual yang bisa menyumbangkan alternatif pemikiran untuk merangsang terciptanya perubahan di negeri ini. Bahkan, sekarang hampir semua ilmu sosial dapat berkembang pesat karena pendasarannya sedikit banyak diambil dan terinspirasi dari pemikiran tokoh yang satu ini. Tapi, sayang tokoh ini sudah lebih dulu diidentikkan dengan hantu yang belakangan kembali dibangkitkan. Coba kalau tokoh ini dilihat dari dimensi keilmuannya, tinimbang sebagai sosok "angker" di belakang partai -yang-ah-je-tahu-sendiri-maksud-eike!

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...