Saya
harus jujur, catatan ini dibuat dalam keadaan tergesa-gesa. Itupun tidak
seperti biasanya. Catatan ini dibuat ketika KLPI Pekan 42 akan digelar.
Tepatnya sehari sebelumnya.
Pekan
41 barangkali cermin KLPI di waktu belakangan. Di catatan sebelumnya sudah ada
pembacaan tentang situasi belakangan. Catatan itu sedikitnya berusaha
menggambarkan situasi kekinian KLPI.
Catatan
kali ini hanya mau sedikit menyoal problem yang digelontorkan Akmal. Sebelumnya
Akmal membawa tulisan berupa resensi buku Calabai. Tulisan ini sudah terbit di
Kalaliterasi.com beberapa tempo lalu.
Sembari
forum yang hanya diisi tiga orang membahas karya tulis yang dibawa Akmal, juga
sedikit mengulas pertanyaan yang dikemukakannya. Bagaimana memulai menulis cerpen? Bagaimana
cara membuka paragraf tanpa kehilangan daya pikat bagi pembaca? Bagaimana
cerpen yang baik itu? Kira-kira begitu pertanyaan Akmal.
Pertanyaan
Akmal ini sebenarnya harus dijawab kawan-kawan yang sering membuat cerpen.
Tepatnya seorang pengarang. Bukan kawan-kawan yang sering kali menulis esai
dibanding sastra.
Tapi
apa boleh dibilang, pertanyaan itu kadung dilempar Akmal. Harus ada yang
menjawabnya. Setidaknya forum mempunyai sesuatu yang akan dibahas.
Ketika
itu, jawaban yang diberikan kepada Akmal hanya seadanya. Barangkali tidak
bernilai penting, tapi ini diambil dari pengalaman ketika seseorang menulis
cerpen.
Maka
jawabannya kurang lebih begini (setelah ditambah-tambahkan di waktu tulisan ini
dibuat): Mengarang cerpen berarti menghidupkan peristiwa. Peristiwa itu tidak
mesti merupakan peristiwa epik. Keadaan sehari-hari terdiri dari beragam
peristiwa; kita bisa melihat seorang penjual sayur yang bermain judi setelah
dagangannya laku di sebuah emperan, Anak muda yang berhasrat ke Jakarta untuk
mendapatkan tanda tangan artis idolanya, Seorang ayah yang menjual ginjalnya
untuk membelikan gadget terbaru buat anaknya, atau diproduksinya mobil canggih
yang bisa menyelam di bawah air, dsb. Macam-macam. Banyak hal yang bisa
menginspirasi seseorang menulis cerpennya.
Konon
membuka paragraf awal cerpen harus berdasarkan common sense. Sulit rasanya
membuat kalimat pembuka jika itu tidak didasarkan berdasarkan fakta nyata.
Orang akan merasa itu dilebih-lebihkan. Makanya, hampir semua cerpenis
mengawali cerpennya dengan kalimat-kalimat yang mudah dimengerti. Kalimat yang
dekat dengan kehidupan nyata orang banyak.
Tapi,
prinsip di atas hanyalah satu prinsip. Masih banyak prinsip lain ketika kita
ingin membuka cerpen dengan kalimat yang menarik minat pembaca. Misalnya,
dengan menggunakan kalimat-kalimat
metafora, atau sarkas.
Peristiwa
dalam cerpen sebisa mungkin peristiwa tunggal. Kita tidak ingin membuat novel
yang memiliki banyak plot. Cerpen lebih sederhana dari novel. Tapi, banyak yang bilang menulis
cerpen jauh lebih sulit akibat batasannya yang minim dibanding novel.
Itulah
sebabnya, tidak banyak cerpen memuat beragam peristiwa.
Satu
hal yang penting, karena cerpen memuat peristiwa, bukan berarti hukum sebab
akibat terlepas dari sana. Kita tidak ingin menulis suatu cerita yang tidak
memiliki asal usul. Setiap tokoh setidaknya memiliki asal usul. Apalagi jika
diceritakan tokoh utamanya seorang pembunuh, sebisa mungkin sebab kenapa sang
tokoh utama menjadi pembunuh mesti dijelaskan.
Prinsip
sebab akibat ini begitu penting karena dia mengikat dimensi waktu dalam
keseluruhan cerpen. Sebab akibat menjadi semakin penting jika cerita disusun
menjadi alur maju mundur, atau sebaliknya. Kita tidak ingin pembaca dibuat
bingung kan, ketika berusaha memainkan laur cerita?
Di
bagian akhir cerpen, konflik biasanya diselesaikan. Entah dengan cara apa, itu
tergantung penulisnya.
Terlepas
dari semua itu, menulis cerpen penting memiliki imajinasi yang kuat. Cerpenis
harus memiliki “otot kepengarangan.” Tanpa itu sulit menghasilkan cerita yang
dahsyat. Lantas apa itu “otot
Kepengarangan?”
Otot
kepengarangan hanya bisa dimiliki jika seseorang rajin berlatih. Seorang jika
mau menjadi cerpenis harus banyak berlatih menulis cerpen. Kalau perlu sehari
minimal memiliki satu cerpen. Seperti otot tubuh, otot kepengarangan bisa
berkembang baik apabila terus dilatih.
Tapi,
otot kepengarangan hanya bisa sehat jika ditunjang dengan bacaan yang kaya.
Selain berlatih menulis, imajinasi harus dikembangkan dengan bacaan yang
melimpah. Tulisan yang baik karena dipengaruhi bacaannya. Apabila banyak bacaan
bermutu, menulislah, pasti kemungkinan besarnya tulisan Anda bermutu pula.
Terakhir
bagaimana cerpen yang baik itu? Nah yang terakhir ini bisa menjadi bahan
obrolan di kelas besok, pekan 42.
Sampai
jumpa di pekan 42.