Kalau
kau melihat bebek-bebek mengecipak air selokan yang terbelah mengaliri
rerumputan. Rumput yang basah diterpa sinar kuning mentari. Seorang ibu dan
anaknya yang menuruni setapak pergi ke sekolah. Di atas nun jauh, rumah-rumah
bersusun-susun dari bawah ke atas. Di belakangnya punggung gunung tertutupi
kabut bagai kapas basah.
Suara
truk-truk meraung-raung memintasi jalan berbukit. Masih tersisa suaranya
bertalu bagai badai petir. Angin bergerak di antara lereng bukit dan berbalik
berkelok-kelok hilang di ujung mata.
Cemara
menjulang tinggi di bawah mentari meninggi. Jalan yang menapak di bawahnya
tersisa tanah yang longsor. Warnanya kecokelatan, mengering disapu kilatan
cahaya mentari.
Pagi
yang masih diiringi kabut. Tipis melayang-layang berarak kemudian pergi di
balik pepohonan. Ayam-ayam sedari tadi berkokok, bersahutan sambung menyambung
dari barat sampai selatan.
Pohon
jambu habis dipanjati anak-anak. Buahnya kemarin sore dibawa pergi. Anak-anak
berkopiah sepulang mengaji, bergerombolan. Menginjaki pagar bambu mengangkat
tangan di sela-sela ranting yang tak rimbun.
Di
satu rumah kulit sapi dijemur berhari-hari. Kulitnya diikat tali berwarna
hijau, ditelentangkan kuat-kuat di dinding sebelah selatan. Menghadap matahari.
Sapi
kemarin sore tidak nampak di sebelah rumah. Padang rumput luas sekarang hanya
diisi ayam-ayam yang berkeliaran. Berputar-putar mencari makan. Di balik
rerumputan dibuat basah embun.
Matahari sudah
meninggi. Pakaian yang basah digantung menyerupai bendera-bendera, berwarna
warni. Ada celana berwarna merah, di sebelahnya pakaian daster berbintik
cokelat, ada baju berwarna hitam, sarung kotak-kotak, baju berwarna hijau,
biru, macam-macam. Seperti umbul-umbul di hari kemerdekaan.
Seorang
anak muda mendorong gerobak. Seorang bapak mengais sampah. Di dekatnya tumpukan
kayu balok ditutupi terpal biru. Rumah yang setengah jadi. Batu merahnya
membentuk sepetak ruangan beratap seng.
Pohon
kelapa berdiri mirip kuas lebat. Buahnya hijau muda. Tapi di ujung daunnya
sudah berwarna sedikit abu-abu kecokelatan. Nyiur melambai-lambai ditiup dingin
angin.
Pohon
pisang berkumpul tumbuh bersama. Hijau seperti tersembunyi di depan bukit di
belakangnya. Dua tandang pisang bergantung diterpa sinar matahari. Warnanya
antara kuning kehijauan. Sementara di bawahnya daun kering cokelat pucat
bergelantung lunglai setengah kokoh.
Semakin
lama suara-suara semakin ramai. Suara motor menderu berkejaran. Sesekali
truk-truk datang membalas dengan suara yang tak kalah nyaring. Di lereng-lereng
bebukitan memecah lorong dari bidang tanah kemerahan.
Tak
kalah suara burung-burung bekicau. Tanpa terlihat suaranya balas membalas,
mengisi jedah suara-suara mesin yang berputar. Kadang sesekali muncul
bertebangan melewati segaris lurus di bawah atap masjid. Melompati satu tali ke
temali lainnya.
Sekarang
matahari mulai merangkak naik menembusi punggung bukit yang seperti gajah
ketika berendam di bawah air. Semakin lama kelamaan awan menjadi tebal di
sepanjang horizon. Bergeser dari utara ke selatan.
Sampai
di sini semuanya seperti diselimuti warna hijau yang bagai lumut ketika air
tergenang. Dan satu dua titik nampak pepohonan berdiri bagai jarum pentul
ditusuk-tusuk di dalam gabus berwarna hijau.
Hari
berganti sudah dan langit berubah menjadi abu-abu kebiruan yang tipis.
Membentang di atas tanpa diketahui sampai di mana batasnya berakhir.
Orang-orang masih terlelap tidur di saat embun jatuh membasahi permukaan apa
saja. Dan matahari masih tertutupi di balik langit yang berawan.
Masih
terdengar gemercik air, suara burung-burung menembusi udara dingin, kokok ayam
sahut-menyahuti, dan seekor kucing yang mengendap-endap setelah membuang
kotorannya di suatu sudut yang tidak diketahui. Aromanya begitu tajam kalau
angin datang menghembusi sampai di ujung hidung.
Pagi
masih kanak-kanak dan kalau kau juga mulai melihat tanah basah berubah cokelat
dari merah. Pelan-pelan rumput dan segala tumbuhan tanpa disadari diam-diam
merangkak naik tumbuh mengikuti aliran sinar yang menerpanya. Tanpa diketahui
suatu perubahan juga terjadi dalam dirimu. Disadari atau tidak, suatu bergerak
menjalari urat syarafmu naik dan berputar di atas ubun-ubunmu.
Itu
adalah anugerah paling merdeka yang berubah bersamaan dengan apa yang dilihat
dan dirasakan dari jagad raya, kalau kau melihat bebek-bebek mengecipak air
selokan yang terbelah mengaliri rerumputan.
Kalau
kau melihat rumput yang basah diterpa sinar kuning mentari. Seorang ibu dan
anaknya yang menuruni setapak pergi ke sekolah. Di atas nun jauh, rumah-rumah
bersusun-susun dari bawah ke atas. Di belakangnya punggung gunung tertutupi
kabut bagai kapas basah.
Kalau
semua itu disebut hari yang berulang-ulang. Peristiwa yang kasip disadari.