Langsung ke konten utama

motor

Sudah hampir sebulan motor saya mirip rongsokan. Tergeletak begitu saja. Apa pasal jika tungkai persenelennya dol.

Sekarang jika kemanamana saya menggunakan motor kepunyaan Fajar, adik saya. Kebetulan belakangan dia lebih banyak di rumah. Nongkrong seharian penuh. Apalagi jelang hari keempat puasa dia pulang kampung.

Praktis saya jadi penguasa tunggal motor matik bermerk Honda Beat itu. Selama menggunakan motor matik, besokbesok saya juga ingin punya motor yang sama. Pasalnya motor matik tidak ribet. Tinggal menarik gas saya sudah berada di tengah jalan.

Tapi bicara nilai sejarah, motor saya banyak kesannya. Yamaha Jupiter tahun 2005 itu sulit tergantikan. Hampir sepanjang usia saya di ibu kota Makassar selalu menggunakan motor berwarna biru putih ini.

Dulu kala pertama kali masih kinclong saya sudah memacunya sampai Polewali. Setelah itu tak terhitung berapa kabupaten di Sulawesi selatan yang pernah dipacunya.

Pernah juga motor saya dibikin ceper. Maklum dimodifikasi. Jadi kala menungganginya saya dibuat nungging. Apalagi ditambah sadelnya yang dipapas.

Akibatnya tak ada yang mau saya boncengi. Terutama cewekcewek. Ogah. Nanti dikira seperti cewekcewek di kalender otomotif.

Lama motor saya jadi begitu. Selama berjalan motor saya harus di aspal yang mulus. Kalau melintas polisi tidur jangan dikira polisinya harus bangun dulu. Maaf, maksudnya saya yang harus berhatihati.

Kalau jalan berlubang tentu saya putar balik. Cari jalan lain. Soalnya, jalan berlubang bikin bahaya. Motor saya bisa rusak shockbreakernya.

Motor saya juga kala itu mirip keramik kaca. Anti debu. Ini agar motor mengkilap bersih. Jika ada sedikit debu tunggu saja pasti bakal lenyap secepat kilat. Dilap pakai kit. Hilang sudah.

Yang dibenci saat motor kinclong sekinclongnya adalah hujan. Kalau sudah begitu jangan harap motor berpindah tempat. Sebisa mungkin jangan tersentuh air hujan. Apalagi air genangan jalan yang cokelat itu. Ogah.

Tapi akhirnya semua berubah total. Suatu waktu saya mengalami kecelakaan. Karena ingin mendahului petepete, tak disangka muncul pengendara lain dari arah berlawanan. Brakk. Saya jatuh beberapa meter. Motor sosor. Bambu depannya bengkok. Akibatnya, ban motor saya jadi rapat dengan spakbornya.

Shockbreaker yang semula ceper harus dikembalikan ke keadaan semula. Mulai saat itu motor saya kembali normal. Saya mengembalikannya seperti keadaan pabrik. Kecuali sadelnya yang sudah dibikin tipis.

Pasca jatuh bodi motor yang lecet saya tutupi stiker. Berbagai cara saya lakukan agar bodinya kembali mulus. Tapi apa daya tetap saja luka berbekas luka. Bodi yang tergores tetap tak bisa dihilangkan.

Walaupun sudah tua motor saya itu banyak yang minta dijual. Kebanyakan orangorang yang punya bengkel. Saya curiga mereka ingin menjadikannya motor balap. Katanya tipe motor saya cocok sebagai motor balap.

Omongomong soal balapan, dulu jika ramadan seperti ini di kala subuh saya sudah berada di pusat alunalun. Pasca jamaah sholat subuh bubar giliran anak muda berhamburan di jalanjalan. Cari lawan dan kemudian balapan.

Waktu itu motor bapak saya yang saya pakai. Diamdiam setelah penghuni rumah tidur motor saya bawa keluar. Saya dorong beberapa meter dari pagar, stater dan whuzz saya sudah berada di tengah gerombolan pebalap kampung.

Sampai pagi kami memacu motor. Satu lawan satu atau sekalian lima pengendara sekaligus. Mencari trek panjang kemudian motor diadu. Barangsiapa menang dia dapat uang taruhan. Yang kalah makan hati. Dan saya sering makan hati.

Karena sering kalah saya berhenti ikut balapan. Lebih baik jalanjalan sambil cari gebetan. Atau lihatlihat cewek dikala pagi mulai terang. Jika gagal menemukan yang cantikcantik, saya pulang. Tidur.

Sekarang sudah hampir seminggu berpuasa. Sebentar lagi masuk minggu kedua. Rencananya minggu ketiga saya segera ingin pulang kampung.

Sebelum itu tentu saya harus segera memperbaiki motor saya. Apalagi selama ini dia tidak pernah dipanasi. Janganjangan karena lama tidak dinyalakan motor saya malah tambah rusak. Bahaya. Bisa bikin repot. 

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...