Langsung ke konten utama

Sampul Buku


Model sampul buku anak-anak SD zaman 90-an

Sampul buku itu penting. Dia ibarat kulit, melindungi. Sampul, karena itu jadi barang wajib. Tanpa sampul, buku tak bisa tahan lama. Akibatnya, buku yang bersampul punya masa lebih panjang dua kali lipat dari buku yang tak bersampul.

Dulu bagi anakanak sekolah dasar, sampul harus ada jika punya buku baru. Musababnya karena hampir setiap guru bersepakat, buku yang baik adalah buku yang bersampul. Makanya bagi anak sekolah dasar buku apapun modelnya akhirnya jadi seragam.

Buku yang bersampul juga karena itu jadi ukuran kerapihan. Kadang bagi siswa, ketika mengumpulkan tugas, buku yang tanpa sampul tidak bakal diterima guru. Itu juga mengapa buku tanpa sampul adalah ukuran kepatuhan. Jadi di kelas gampang menilai mana murid patuh mana murid nakal.

Seingat saya sampul paling terkenal kala masih sekolah dasar adalah sampul berwarna cokelat. Pembungkusnya agak mirip kertas minyak. Biasanya dijual satu lusin di hampir tiap kios dekat sekolahsekolah. Kadang sampul itu banyak jenisnya. Bahkan biasanya di bagian depannya lengkap dengan katakata mutiara semisal rajin pangkal pandai; hemat pangkal kaya; sabar adalah kunci ilmu dsb.

Untuk membedakan setiap buku pelajaran, sampul yang dipakai sudah dilengkapi daftar isian jenis buku di sebelah kiri atas. Sehingga kalau mau menulis buku mata pelajaran "matematika" misalnya, cukup langsung ditulis di tempat yang sudah disediakan. Ini bagi anak sekolah dasar adalah pekerjaan yang menyenangkan, sebab bisa belajar mengklasifikasikan buku berdasarkan mata pelajaran sebelum kelas tahun pertama dibuka.

Sekarang agak sulit menemukan sampul cokelat seperti yang dipakai anak sekolah dulu. Anak sekolah sekarang lebih suka memamerkan gambargambar yang melekat di halaman kulit depan buku. Ini terjadi terutama jika sudah kelas empat ke atas. Bagi anak kelas empat atau di atasnya, buku bersampul cokelat justru membuat buku tidak tampak gagah. Apalagi mulai di kelas inilah buku pelajaran sudah mulai digabunggabung. Mata pelajaran yang berbedabeda cukup satu atau dua buku saja.

Kegiatan menyampul buku sekarang hanya penting bagi orangorang pecinta buku. Cuman berbeda dari anak sekolah dasar, sampul yang dipakai adalah sampul plastik transparan. Agak lucu kalau sekarang setiap koleksi buku berwarna cokelat. Juga akan menyusahkan kalau bukubuku susah dibaca sampulnya jika diperlukan.

Makanya penting jika setiap buku punya sampul. Setidaknya dari situ cara manusia mencintai peradabannya. Menyampul buku karena itu tindakan paling sederhana menjaga kepunahan peradaban. Cuman bedanya, tidak seperti anak sekolahan, kegiatan itu dilakukan bukan karena perintah guru, melainkan suatu sikap yang didorong rasa suka. Ya, rasa suka, atau barangkali cinta.

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...