Langsung ke konten utama

dian sastro dan perempuan rembang

Di depan istana negara belakangan ini,  heboh akibat aksi demonstrasi sembilan perempuan asal Rembang. Aksi demonstrasi dengan cara mengecor kaki itu berlangsung selama dua hari. Aksi itu dilakukan untuk menolak pembangunan pabrik semen Rembang yang dinilai akan merusak ekosistem dan mata pencarian masyarakat sebagai seorang petani.

Sesudahnya, di media massa (Kompas.com, 16 April), menanggapi aksi yang terbilang tak biasa itu, Dian Sastro, ikut berpendapat. Memang penolakan yang dilakukan ibu-ibu petani itu banyak menyedot perhatian. Tak terkecuali aktris alumnus jurusan Filsafat UI ini.

Yang malang dari pendapat Dian Sastro adalah statemennya soal perempuan yang tidak usah melibatkan  diri ke dalam urusan politik. “Saya melihat fenomena bicara perempuan itu, ada tanda tanya besar. Apakah polemik itu terlalu politis bagi laki-laki. Kenapa yang bicara malah perempuan, saya enggak tahu,” ungkapnya saat diwawancarai kuli tinta. “Itu jadi menarik adanya kasus sekarang. Ibunya lepas dong dari politik, kembali ke urusan domestik. Tambah Aktris yang bakal nongol lagi di AADC2 April ini.

Mengartikan statemen Dian sama halnya menempatkan kembali perempuan ke tempat yang tak diperhitungkan. Perempuan, dengan seluruh suara yang diajukan melawan tatanan yang patriarkat, sampai hari ini adalah hal yang masih terus diperjuangkan.

Ambivalensi statemen Dian ini, tidak bisa diartikan sepele. Dian boleh bilang perempuan kembali ke urusan domestik. Namun, bagaimana jika urusan domestik, telah dirusak akibat rembesan kebijakan tertentu yang membuat dapur berhenti mengepul. Dan, bukankah selama ini, domestifikasi merupakan cangkang  kebudayaan yang selalu menyituasikan perempuan di posisi nomor dua.

Boleh jadi perempuan-perempuan Rembang tak mau berpolitik, bisa jadi sembilan perempuan Rembang tak ingin melawan rela mengecor kaki tak putus siang malam. Namun, bukankah industrialisasi kerap menyosor bahkan menggusur kebudayaan masyarakat petani. Mungkinkah pembangunan pabrik semen menjamin ekosistem alam tetap subur agar bisa menopang kebiasaan masyarakat bertani? Dian Satro bisa bilang apa saja. Tapi perempuan Rembang?

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...