Langsung ke konten utama

kala kala jangan kalah

Kala belum jadi. Saya memilih tidur. Ngantuk tibatiba datang menyergap. Maklum pagi tadi saya harus keluar lebih awal. Setelah pulang, akibat kekenyangan membuat mata saya berat.
Kali ini Kala saya tangguhkan sampai malam. Sengaja saya tidur saja, biar malam jauh lebih fit mengerjakannya. Apalagi sampai siang belum ada tulisan yang masuk.

Minggu lalu, pasca kelas menulis PI, sudah ada tulisan yang siap pakai. Cuman baru satu esai. Kala biasa memuat dua esai. Terkadang juga beberapa puisi, itupun kalau memang dua esai tidak mencukupi kolom yang tersedia.

Satu esai, dimuat minimal 500-700 kata. Kadang ada esai yang bisa dimuat lantaran sampai 1000an kata. Implikasinya, satu esai yang lain harus tidak lebih dari 700 kata. Kalau format tulisannya pas, maka tak jadi soal. Kala terbit dengan dua esai seperti biasa.

Kala buletin debutan. Karena masih baru, Kala masih mencari pola. Entah aspek wacananya sampai teknis penerbitannya. Sampai detik ini, Kala sudah terbit empat pekan. Selama ini polanya sudah mulai kelihatan. Pertama, perhatian model tulisan selain esai, juga cerpen. Juga puisi. Kedua, nanti setiap jelang kelas PI dibuka baru Kala siap edar.

Pola kedua terjadi akibat tulisan jarang masuk lebih awal. Padahal setiap pekan redaksi Kala terbuka lebar bagi setiap tulisan kelas menulis PI. Namun, entah sampai saat ini meja redaksi Kala sepi tulisan. Kalau yang ini maklum, Kala bukan buletin prestisius. Juga memang barangkali tak ada yang tertarik mengirimkan tulisan.

Konsep awal Kala adalah media kolektif. Tujuan dasarnya menampung tulisan kelas menulis PI. Jadi secara kolektif tak ada soal dari mana sumber tulisan Kala. Itu bisa diambil dari tulisan kawankawan. Yang jadi problem adalah hampir semua kawankawan banyak menulis jenis tulisan freewriting. Sementara yang dikhususkan merupakan tulisan jenis esai. Atau suatu tulisan yang fokus membahas satu tema dengan menyertakan sudut pandang tertentu.

Jenis freewriting gandrung akhirakhir ini. Temanya bisa macammacam. Gaya maupun bentuk penulisannya juga demikian. Kelebihan jenis tulisan ini bisa mengeksplore banyak hal dari satu tema yang menjadi pintu masuk. Prinsipnya mengalir bagai air. Biarkan ceritamu yang menuntunmu. Karenanya, akan sulit bertahan atas satu ide yang akan digubah. Walaupun bebas, tulisan bukan sama sekali menanggalkan aturan main penulisan. Fleksibel, salah satu kuncinya.

Kala bisa memuat jenis tulisan macam freewriting bila satu esai sudah terpenuhi. Kalau belum akan ditunggu sampai masuk ke meja redaksi. Waktu deadline biasanya sampai jam 10 pagi. Pernah di pekan keempat, esai yang masuk hanya satu judul. Sementara esai yang kedua nanti datang jelang masa injurytime. Karena saat itu malah menyisakan kolom kosong, mau tak mau itu jadi tugas redaksi mengisinya.

Tadi siang ada omongan kalau Kala hanya beredar di kalangan internal. Itu bisa jadi soal atau malah sebaliknya. Kala jadi soal kalau peredarannya belum bisa keluar dari komunitas. Justru jadi serius kalau belum bisa menjadi wacana. Ukuran redaksi, Kala bisa berhasil salah satunya kalau posisi Kala menjadi topik omongan. Sebaliknya tidak jadi masalah, karena Kala bukan apaapa. Makanya bukan soal kalau Kala hanya beredar di seputar kawankawan.

Sampai malam ini masih satu esai yang masuk. Kala butuh dua esai. Kalau besok pagi belum terpenuhi dua esai, sudah jadi tugas redaksi mensiasatinya. Redaksi memang harus punya banyak akal, apalagi misal tulisan yang kurang.

Sekarang saya habis makan. Janji sebelumnya malam ini baru urus Kala. Seperti biasa harus lebih dulu mengedit tulisan. Setelah itu baru sesi urus layout. Terakhir tinggal save kemudian siap naik cetak besok siang.

Tapi, seperti yang saya bilang, sampai saat ini masih satu esai yang layak terbit. Redaksi harus bersabar sampai besok. Kalau memang belum ada, jujur terpaksa redaksi harus pakai jurus ke 977. Kadang di keadaan yang kepepet, jurus itu penting. Sama pentingnya, Kala harus tetap terbit di akhir pekan. Kala jangan Kalah.


Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...