Langsung ke konten utama

Sulhan Yusuf: "Ini Mirip-Mirip Komunis"

Kemampuan menulis selalu ditopang dengan kemampuan membaca. Begitu pesan pembuka yang disampaikan Sulhan Yusuf ketika memberikan kuliah umum di Inaugural Class Sekolah Literasi Paradigma Institute, 24 Januari, berlokasi di TB Paradigma Ilmu, Pabbentengan, Makassar.

Tidak ada penulis yang baik, sebelum menjadi pembaca yang baik, dijelaskan Sulhan adalah rumusan paten bagi siapa pun yang ingin menjadi penulis. Hubungan ini sifatnya komplementer, yang satu hanya bisa bekerja kalau yang lain diandaikan secara bersamaan.

Di pertemuan perdana ini, Sulhan juga menjelaskan tentang maqammaqam literasi. Maqam pertama adalah tingkatan baca dan tulis. Tingkatan baca tulis adalah kemampuan elementer tiap orang. Di tingkatan kedua, menulis karena kewajiban. Orang menulis sering karena tuntutan profesi. Orang menulis hanya memenuhi tuntutan kerja. Kedua maqam ini disebutkan Sulhan terjadi hanya karena ada tekanan eksternal. Terkadang katanya, mahasiswa menulis karena didorong oleh dosen yang memerintahkannya. Di tingkatan ini seseorang belum seperti di maqam ketiga, maqam ruhani. Maqam ruhani diungkapkan Sulhan, karena tulismenulis sudah merupakan panggilan ruhani.

Setiap maqam menurut pria berkepala plontos ini, harus diikat dengan apa yang disebutnya asas kejujuran. Baginya banyak penulispenulis yang sering tidak jujur dalam menulis. Banyak penulis yang memiliki kemampuan literasi yang baik, malah kadang tidak jujur. "Bahkan dari pengalaman saya, ada beberapa tulisan saya yang sering dimanfaatkan pihak tertentu dengan cara copy paste. Bahkan mau diikutkan lomba," bebernya.

Di maqam ruhani, ungkap Sulhan, tulisan menjadi sidik jari bagi penulisnya. "Kata kak Alwy Rahman, melalui sidik jari, seseorang dapat mengekalkan identitasnya." "Makanya kalau menulis, seseorang mudah dikenali dari tulisannya," lanjutnya.

Internalisasi, kata Sulhan mirip dengan aktifitas makan yang dibutuhkan oleh seorang penulis pemula. Namun, sebagai konsep, ruhani membutuhkan makanan ruhani pula untuk dikelola qalbu. Ruhani, disebutkan banyak membutuhkan asupanasupan gizi lebih dari sekedar makanan biasa. Hal ini karena qalbu akan menjadi powerfull lebih dari kualitas sebelumnya. Kaitannya dengan bacaan, diharapkan pagi penulispenulis muda harus banyak melahap habis bacaanbacaan berkualitas. Tujuannya, tambah Sulhan, itu akan mendorong lahirnya tulisantulisan yang berkelas.

Kelas literasi kali ini tidak jauh berbeda dengan kelas angkatan pertama. Semua yang terlibat bisa menyetor tulisannya berupa cerpen, novel, puisi, berita, esai, kritik sastra, drama, atau opini. Semua bisa memilih beragam genre tulisan yang dibagi menurut fisksi atau non fiksi. "Sebenarnya kalau dibilang kelas baru bukan juga, karena peserta kelas lama juga bisa nimbrung di kelas yang baru. Lagian tidak ada yang namanya penulis hebat di sini. Semuanya sama," jelas Ceo Paradigma Insitute ini.

Di pertemuan perdana ini juga dijelaskan mekanisme teknis kelas literasi. "Kelas dibuka tiap pekan pukul 14.00. Syarat utamanya setiap anggotanya wajib membawa tulisan sebagai bahan omongan di saat kelas berlangsung. Jadi, barang siapa yang ingin datang dengan hanya membawa gagasan tanpa tulisan maka dengan sendirinya akan ditolak," tegas Sulhan.

Di tengah penyampaiannya, Rezky, salah satu peserta baru mempertanyakan soal bagaimana caranya menghilangkan rasa kurang percaya diri ketika mem-publish karya tulis sementara akan ada orang yang mengklaim bahwa itu bukan karya kita sebenarnya. "Itu karena kita tidak jujur dalam menulis, kalau kita menulis dengan jujur mustahil kita akan takut. Kalau memang ada bagian tulisan kita yang mengutip, maka jujurlah sertakan dari mana Anda mengutip," tangkas Sulhan.

Sementara itu salah satu peserta baru, Jahir, mengungkapkan kegembiraannya mengikuti kelas literasi Paradigma Institute. "Di sini ternyata ada tiga hal yang dieksplore, pertama tindakan menulis, kedua tindakan membaca, dan ketiga yakni kemampuan mempersentase. Jadi sekali ikut bisa tiga kualitas yang diasah," ungkapnya setelah mengikuti kuliah umum.

Bukan Ajang Tanding

Ditemui pasca kelas perdana, bersama pesertapeserta baru, Sulhan, kembali membeberkan bahwa di kelas literasi tidak ada ajang tanding. "Kelas literasi bukan ajang tanding. Setiap peserta memiliki pertofolio yang akan dijadikan sebagai bahan evaluasi. Prinsipnya setiap pekan, peserta menabung tulisannya untuk dijadikan naskah evaluasi. Sehingga setiap minggu kita bisa melihat sejauh apa perkembangannya. Cara kerja seperti ini dianggap efektif untuk menghilangkan suasana persaingan antara peserta." Katanya diselasela perbincangan.

Output dari mekanisme yang diterapkan, Sulhan katakan akan ditandai dengan publikasipublikasi yang ditujukan ke korankoran lokal. Publikasi adalah salah satu capaiancapaian yang memang menjadi tujuan dari kelas literasi. Bahkan Sulhan menabalkan, setiap tulisan yang dikumpulkan bisa diterbitkan menjadi suatu karya tulis berupa buku.

Paradigma Institute, dijelaskan Sulhan selama ini sudah banyak menginisiasi penerbitan beberapa karya tulis buku. Untuk menyebut diantaranya adalah Airmatadarah, Dari Rumah Untuk Dunia, Ziarah Cinta dari beberapa penulis. Bahkan, bocornya, tahun ini Paradigma Institute sedang menyiapkan beberapa naskah untuk diterbitkan.

Di kelas literasi sikap solidaritas dan altruis merupakan semangat bersama yang sampai hari ini menjadi ikatan bersama. Bahkan kelas literasi tidak sama sekali dibebankan biaya pendaftaran dan administrasi. "Tidak ada uang apapun yang dipungut. Ini miripmirip komunis" canda Sulhan. "Intinya cara kami menjalankan kelas literasi menggunakan prinsip kerjasama," tambahnya.

Dari bocoran yang didapatkan melalui sumber yang tak ingin disebutkan namannya, kelas tahun ini "berani" menerbitkan semacam buletin yang terbit perdana di bulan Januari. "Kala nama selebarannya, ini mengingatkan bahwa dulu perjuangan literasi ditopang dengan selebaranselabaran macam begini. Bahkan koran dimulai dari selebaranselebaran" jelasnya sambil memperlihatkan selembar kertas copyan putih. Disebutkan pula, Kala akan terbit tiap pekan dengan memuat tulisantulisan kelas literasi Paradigma Insitute. "Iya, rencananya Kala akan terbit tiap pekan, kalau mau bisa digandakan," pungkasnya.

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...