Langsung ke konten utama

pliss..jangan menggonggong anjing!!


Kawan, mari dengarkan cerita saya. Tolong diperhatikan ya. Jangan gawai terus yang diurus. Barangkali kalian punya masalah yang sama. Baiklah. Jujur saya sangat khawatir dengan gonggongan anjing. Bisa dibilang sebenarnya saya takut terhadap anjing. Jadi bukan saja suara gonggongannya, tapi anjingnya kawan. Kalau dibandingkan, saya lebih takut anjing daripada gonggongannya. Apalagi kalau anjingnya yang menggonggong. Bukan main dua kali lipat takutnya saya. Biarpun kafilah sudah berlalu, ketakutan saya masih saja saya rasakan sampai sekarang.

Ceritanya begini. Dahulu kala, pada suatu waktu hiduplah seekor anjing dari negeri antah berantah. Dia hidup di perkampungan penduduk yang gemar memelihara anjing. Kebiasaan perkampungan itu memelihara anjing tiada lain untuk menjaga pekarangan rumah penduduk tetap steril dari para penyamun. Alhasil untuk membuat tetap bugar sehat wal afiat, anjinganjing yang tumbuh dibiarkan berkeliaran untuk menjaga agar peka terhadap setiap sudut kampung. anjinganjing yang dibiarkan tumbuh dengan alami, akhirnya menjadi anjing yang super cepat dan tangkas. Mereka tumbuh dengan luar biasa sempurna.

Celakanya, di sebelahnya, hiduplah kakak beradik yang selalu melewati perkampungan penuh anjing hanya untuk menunaikan sebagian dari agamanya; belajar mengaji. Malangnya, selain mesjid tempat mengaji jauh, kakak beradik ini harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Ini bukan karena pertimbangan setiap langkah kaki menuju mesjid akan dihitung sebagai pahala, melainkan hanya memang lewat kampung itulah jalan pintas yang paling dekat menuju mesjid.

Nah, perlu dijelaskan di sini, kakak beradik yang belum akil balik itu harus ke mesjid tiga kali selama seminggu. Jadi bayangkan selama tiga hari mereka harus menjaga kesucian badaniahnya dari gerayangan anjinganjing. Bagi anakanak seumuran mereka, menjaga kesucian badaniah adalah prinsip utama beragama. Masak kalau mendirikan sholat,  baju harus penuh dengan bulubulu kucing. Kan kata ustadz itu najis. Apalagi kalau itu bulubulu anjing. Wah bisa runyam di akhirat nanti.

Juga kakak beradik itu sering menghabiskan waktu bermain tanah. Masak ketika pergi mengaji tubuh masih penuh dengan tanah. Nanti di saat pergi mengaji, nanti dikiranya belum mandi. Seharusnya tubuh harus bersih kan? Biarpun manusia berasal dari tanah, bukan berarti badan harus penuh tanah saat menghadap Tuhan maha pencipta tanah bukan? Makanya itu tubuh harus dijaga sesucisucinya.

Maka godaan apalagi yang paling berat selain melewati perkampungan penuh anjing tanpa mengalami hadas. Bayangkan betapa beratnya ujian yang harus dilewati kakak beradik ini. Mereka harus berjalan dengan cara pelan sepelanpelannya. Seperti sudah terbiasa melewati pekarangan rumah yang memiliki anjing. Bersabar mengayunkan kaki mereka tanpa mengundang kecurigaan anjinganjing yang tidur bermalasmalasan.

Begitulah yang dialami kakak beradik ini sampai akhirnya tiba waktu suatu kejadian yang banyak mengubah segala hal. Termasuk trauma mendalam yang di alami oleh salah satu di antaranya.

Singkat cerita, ketika hobi berlari menjadi semacam kesenangan baru bagi kakak adik ini, di saat pulang mengaji ada inisiatif aneh untuk menguji kecepatan berlari  di antara mereka. Caranya sederhana, mengganggu anjinganjing yang sedang tidur bermalasmalasan.  Mekanisme kerjanya setelah beberapa meter  jauhnya dari anjing yang ditarget, kakak beradik ini memulai aksi nekadnya; membangunkan anjing yang pulas tertidur.  Caranya sederhana, hanya menirukan suara nyalak anjing dan sedikit memperlihatkan ancangancang berlari. Tak butuh berapa lama, umpan akhirnya di makan target.

Kawan, ini bukan mancing mania, yang ketika umpan telah dimakan maka tugas pemancing hanya diam ditempat sambil menarik ikan tangkapannya. Ini anjing kawan. Yang harus kamu lakukan setelah membuat gusar anjing yang sedang asikasiknya tidur siang adalah berlari sekencangkencangnya. Apalagi ini sebenarnya adalah uji kecepatan berlari. Karena itulah siapa yang paling cepat sampai di seberang jalan maka dialah juaranya. Jadi tak ada yang disebut, mancing mania, mantap!!!

Sial, tunggu dulu, sepertinya ada yang aneh. Bukankah kalau hanya untuk menguji siapa yang paling cepat berlari tidak harus mengikutkan anjing sebagai ujiannya bukan? Kalian hanya cukup menyepakati suatu titik sebagai tujuan akhir  yang mana siapa yang paling cepat sampai maka dialah juaranya kan? Bangsat. Ide siapa sebenarnya ini. Terlanjutr nasi sudah jadi bubur. Anjing itu sudah terlanjur berlari. Sudah tidak ada waktu lagi. Maka kakak beradik itu hanya bisa berlari sekuatkuatnya agar selamat dari rahang anjing kampung dewasa.

Dasar anakanak, dikepalanya belum bisa membandingkan kecepatan berlari anjing dewasa dengan kecepatan berlari anak kecil berusia dua belas tahun. Tamat SMP saja belum. Paling banter baru saja menuntaskan hapalan kalikalian sembilan sambil terseokseok dikalikalian delapan. Itupun setelah dipaksa oleh kepala sekolah yang senang mengagetkan muridnya dengan todongan pertanyaan kalikalian secara tibatiba. Jadi kalau tidak bisa menjawab akibat kaget mendapat pertanyaan ketika kepala sekolah masuk tibatiba, maka tunggu saja sampai terlambat pulang.

Sehingga modal utama kakak beradik itu hanya kesombongan dari keyakinan bahwa mereka  mampu mengalahkan kecepatan anjing berlari. Tapi ternyata itu hanyalah keyakinan di dalam kepala anak ingusan yang tak tahu diuntung.  Kejadian sebenarnya tidak sampai lima menit, posisi anjing yang semula masih terlihat jauh sudah berada beberapa meter dibelakang pantat tepos kakak beradik itu. Siapa sangka tuhan menciptakan mahluknya dengan kelebihan masingmasing. Ternyata anjing itu punya kecepatan berlari yang super cepat. Dan pantat dua anak ingusan yang jadi sasaran empuk anjing yang sedang gusar.

Entah dari mana anjing itu mendapatkan kekuatannya. Caranya berlari bukan seperti anjing panuan yang pincang akibat dihajar warga kampung. Yang ini sungguh anjing yang sehat. Entah vitamin apa yang diberikan pemiliknya. Hanya dengan perbandingan lima langkah berbanding satu, suara gonggongan anjing ini mirip sirine yang meraungraung di jalan raya yang padat. Dari caranya menyalak, jelas sekali anjing ini begitu bergairah melompati dua tubuh ceking anak ingusan yang menjadi targetnya. Ehm..keadaan nampaknya menjadi terbalik. Semula anjing ini yang dijadikan umpan berlari, tapi sekarang justru..akh kau tahulah siapa kawan.

Maka tak lama, ketika jarak bukan lagi penghalang antara dua mahluk tuhan yang berjauhan, dengan ijin yang di ataslah dua mahluk tuhan akhirnya dipersatukan. Kun faya kun, terjadi maka terjadilah, salah satu pantat dari dua anak manusia itu mau tak mau harus ikhlas disantap moncong anjing sialan tak tahu belas kasihan. Entah pantat siapa. Yang jelas bukan sang kakak yang menemukan takdirnya. Justru di sore itu, erangan sang adik membuat perlombaan itu menjadi nasib yang sial.

Ya, perlombaan itu nyatanya berubah menjadi bencana. Pantat sang adik akhirnya harus jadi ajang amukan moncong anjing. Celananya langsung sobek dicium mulut anjing. Sementara di pantatnya ada bekas gigitan anjing. Sampai di sini, kita tak tahu apakah saat itu sang anjing sudah menggosok giginya. Yang pasti, namanya anjing, giginya bukan main tajam kawan. Beruntung saat itu belum ada anjing stres akibat virus rabies. Kalau saja saat itu yang menggigit adalah anjing rabies, bisa jadi sudah banyak bekas suntikan di perutnya.

Setelah peristiwa itu terjadi, sang adik harus lama berdiam di atas tempat tidur menjaga pantatnya tetap steril. Dan kemudian, mereka berdua akhirnya kapok melewati perkampungan horor itu. Tidak lama dari kejadian itu, aktivitas mengaji jadi terhenti. Sementara sang kakak tibabtiba langsung kehilangan nyali saat melihat anjing. Apalagi mendengar suara anjing yang menyalak. Diamdiam sang kakak mengalami trauma berat pasca bencana. Ya, itu bencana kawan. Siapa yang mau pantatnya jadi santapan gratis anjing kudisan. Jadi ini bukan luka sederhana. Ini trauma yang super berat.

Kamu sudah paham kan siapa yang mengalami gangguan psikologis berat karena anjing. Sayalah orang yang kehilangan nyali kalau berhadapan langsung dengan hewan paling menakutkan sedunia itu. Bahkan saya pernah terjatuh dari motor akibat suara gonggongan anjing. Apa lacur maksud hati ingin menambah gas, justru berakhir mencium aspal jalanan. Karena itulah sampai sekarang saya trauma kalau mendengar orang menyalak, maka akan saya kira anjing. Apalagi kalau memang yang menyalak adalah anjing yang sebenarnya.

Fajar sudah besar, dan saya juga sudah besar. Yang saya sesali adalah trauma dan ketakutan saya yang semakin akut. Musababnya akhirakhir ini kalau malam, semakin banyak anjing berkeliaran di rute jalan yang sering saya lalui. Jadi pliss.. kalau kamu bertemu saya di jalan jangan sampai berteriak, apalagi menyalak, seperti yang saya bilang, kamu akan saya kira anjing. Cukuplah gerombolan berjubah saja yang sering menyalak. Mereka sebelas duabelas seperti anjing. Omongomong apakah kamu tahu cara menyembuhkan penyakit saya?


Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...