Langsung ke konten utama

muhajir: lakilaki panggilan

Pemuda tanggung ini bernama Muhajir. Hanya Muhajir saja. Tidak ada nama belakang seperti nama orangorang umumnya. Saya menduga kedua orang tua Hajir, begitu ia disapa, memberikannya nama begitu karena terinspirasi dari nama sebuah masjid entah di mana. Atau karena terngiangiang kisah orangorang muhajirin di masa Rasulullah dulu. Atau memang ada harapan kelak, Hajir di suatu waktu mendirikan masjid dengan Muhajir sebagai nama masjidnya. Atau Muhajirin. Ya, tanpa embelembel nama dibelakangnya. Singkat saja.

Gambar ini saya ambil ketika dia sedang bersiapsiap mengisi diskusi salah satu lembaga di kampus orange. Akhirakhir ini Hajir memang sering jadi lelaki panggilan. Dia dalam seminggu saja bisa berkeliling tiga kali bak ustadz mengisi forumforum pengajian. Dipanggil sanasini tanpa rela dibayar. Kadang dia harus rela mengisi forum dua kali dalam sehari. Betulbetul tanpa ongkos.

Kadang saya berpikir, sebagai orang yang sering melihatnya mondarmandir dari forum satu ke forum lainnya, dia sebelas duabelas mirip tukang pijit. Hampir sebagian waktunya hanya untuk orangorang yang membutuhkan. Pergi pagi pulang sore dengan menenteng tas penuh bukubuku. Ikhlas dituntun oleh satu forum ke forum lainnya.

Kadang juga saya punya prasangka buruk tentangnya. Tidak burukburuk amat sih sebenarnya. Saya curiga dia begitu bersemangat diundang karena senang kalau di forum yang dihadirinya banyak cewekcewek yang gemesin bukan main. Biasanya, orangorang yang mendapatkan kesempatan berbicara di depan cewekcewek ala JKT48, akan begitu bersemangat mengeluarkan skill ilmu komunikasinya. Bahkan serumit apapun pembahasannya akan nampak ringan diulasnya. Janganjangan di bagian ini Hajir sudah huduri ilmunya. Semoga saja.

Kalau sudah begitu siapa yang mau mirip tukang pijat. Buta pun ogah, apalagi berjalan menentengnenteng tongkat. Bahkan bukan bau minyak gosok lagi yang tercium, justru berganti parfum akibat forum yang dipenuhi ukhtiukhti hijabers. Tapi itu jarang saya temukan. Hajir bukan tipe orang yang melek karena ukhti chibichibi. Satu hal yang bisa membuatnya begitu bersemangat mengisi kajian di manamana; makan gratis.

Untuk urusan makan, di bungker memang musim paceklik tak pernah pergipergi. Makanya, Hajir sebagai salah satu penghuninya punya profesi sebagai intelektual panggilan. Jadi semacam mengadu nasib dengan kelaparan yang kerap melanda. Makanya ada semacam hubungan simbiosis mutualisme antara pengetahuan yang dimilikinya dengan orangorang yang mengundangnya. Jadi, sebagai pengisi diskusi, Hajir akan mendapatkan makanan gratis, dan orangorang yang mendengar kuliahnya mendapatkan ilmu gratis.

Namun saya yakin justru bukan makan gratis yang diidamidamkan lakilaki tanggung ini. Hajir sebagaimana pemuda umumnya, adalah pemuda yang pernah tumbuh di luar pengawasan orang tua. Anakanak muda yang sering menghabiskan waktunya bermain gitar di ujung lorong yang angker. Lakilaki yang kalau magrib tiba segera mandi dan muncul kembali di tikungan jalan mengondos cewekcewek kampung. Di saat itulah dijemarinya mengapit sebatang rokok untuk memberikan kesan macho. Rokok bagi anak muda yang baru tiga tahun mengalami mimpi basah, adalah benda yang paling ajaib yang bisa dihisap mulut.

Rokok, betul rokok, yang membuat Hajir rela begadang membukabuka buku untuk mengisi kajian esok harinya. Saya sanksi Hajir akan membenarkan perkataan saya ini. Tapi, kuat dugaan saya, seperti saya dulu, rokok bisa membuat orang betah mulutnya berbusabusa demi perbincangan yang tiada ujungnya. Sehingga mudah ditebak, makanan gtatis hanya nilai tukar yang tak bermakna apaapa dibandingkan sebungkus rokok.

Malam ini saya sempatkan mengambil gambarnya, karena Hajir orang yang saya kenal menyukai foto yang memuat dirinya. Kalau kalian melihat gambar di bawah ini, jangan percaya dia serius membaca catatannya. Sungguh itu hanya akalakalannya saja ketika saja saya memberitahunya akan mengambil gambarnya. Sontak dia langsung purapura serius menekuni laptopnya. Padahal saya tahu, dia biasa membawa diskusi tanpa membaca lebih dahulu. Ada beberapa tema yang sudah dia hapal di luar kepala.

Itu saya tahu karena saya orang yang sedikit banyak bersentuhan dengan aktivitasnya di kampus. Dulu ketika masih urakan dia sempat rajin mengikuti kelas logika yang saya bawakan. Saya masih ingat gayanya yang menyerupai vokalis band antah berantah dengan kalung di leher dengan rambut yang dibuat miripmirip Andika kangen band. Rambutnya ya! Bukan mukanya, catat! Tapi sekarang penampilannya sudah jauh berbeda. Juga kesenangannya kepada bukubuku.

Karena bukulah Hajir jadi lakilaki panggilan. Juga dengan bukulah ilmu yang dia miliki dibagi cumacuma di manamana. Serta tujuh tahun menjadi mahasiswa melalanglang buana ditempa di macammacam forum. Entah jadi peserta, dan sekarang jadi pembicara dadakan. Ya, sering kali dia diundang dadakan, dan sering kali pula dia senyumsenyum sendiri.

Oh iya, Hajir juga penulis muda yang sedang panaspanasnya mengurus blog. Alamat blognya www.alhegoria.blogspot.co.id.. Ups, salah, maaf itu alamat blog saya. Sorry. Alamatnya, kalian tanya dia saja langsung. Kalian punya pin BBM kan, mumpung dia sedang asik BBMan dengan gawai barunya. Kalau tentang tulisannya, kalian tidak bakalan rugi membacanya. Dia juga bisa kalian temui di kelas literasi Paradigma Institute. Tiap akhir pekan dia aktif di sana. Bahkan dia salah satu orang yang turut membawa nama Paradigma Institute sebagai background namanya.

Yang terakhir, Hajir pernah berkata akan melanjutkan studinya. Hajir anak pendidikan. Seperti yang saya bilang, dia menghabiskan tujuh tahun di kampus. Sempurna. Menurut saya, Hajirlah satusatunya orang yang menghabiskan karirnya sampai berdebu di kampus seperti saya. Sekarang dia berkeras ingin kuliah kembali. Namun, bukan tujuh tahun ya! Mudahmudahan kalau dia sudah lanjut, dia masih bisa diajak berdiskusi sebagai lakilaki panggilan. Amin ya Allah.


Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...