Di waktu kecil saya sering berjalan kaki
hampir setengah kilo ketika turun dari bemo menuju ke sekolah. Jadi setelah
naik bemo dari rumah sesekira tujuh sampai delapan kilo, saya harus turun untuk
melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Maklum karena saat itu jalur bemo
tidak lewat pas di depan sekolah. Tidak apaapalah, hitunghitung olahraga. Oh
iya, saat itu saya masih duduk manis di sekolah dasar.
Jadi mudah ditebak, selain menjadi murid yang
taat akibat pelajaran PMP (pendidikan moral pancasila) di sekolah, saya
merangkap jadi olahragawan cilik yang kuat. Bagaimana tidak, bayangkan jarak
rumah yang jauh dari sekolah, pasti akan banyak memakan waktu selama di
perjalanan. Apalagi kalau sebagai murid teladan mamak, masuk tepat waktu adalah
idaman mamakmamak seluruh Indonesia. Nah karena inilah, Bahrul kecil sekaligus
imutimut harus melangkahkan kakinya dengan gaya berjalan jalan cepat. Bung,
setiap pagi saya seperti olahragawan Olimpiade.
Sering kali saya merasa kasihan dan jengkel
di setiap pagi lantaran sering diacuhkan sopir bemo. Tentu saja saya jengkel
dengan sopir bemo yang enggan mengangkut anak kecil seperti saya. Dipikiran
mereka apa untungnya mengangkut anak kecil seperti saya, mengetahui nama
menterimenteri saja tidak. Sudah pasti akan membuat sesak berdiri di belakang
sopir, dan ketika turun, cepatcepat mengambil langkah seribu tanpa membayar.
Dasar anakanak tak tahu diuntung. Puki mak!!
Dan kamu tahu kan kepada siapa saya kasihan? Benar, ya diri saya
sendiri ini, ketika berdiri sendirian di pinggir jalan menunggu bemo sialan.
Sampai seragam basah akibat keringat sementara banyak bemo yang lewat begitu
saja di hadapan Bahrul kecil yang lugu anak kesayangan mamak. Betulbetul miris
nasib anak ini. Pasti akan telat setiba di sekolah.
Saat itu di ibu kota Kupang, bemonya tidak
seperti bemobemo di tempat lain. Berbeda dari Makassar, di Kupang bemobemonya
dipermak jadi bemo yang gaul. Cat bemonya warnawarni mulus mengkilap. Setiap
bemo punya namanama khusus yang tertera di samping badan bemo. Di depannya
tidak lengkap kalau tidak memasang semacam bamper khusus. Belum dengan
macammacam lampu hiasan yang disematkan. Stikerstiker aksesoris yang membuat
indah bagianbagian tertentu bemo. Dan ini yang paling khas, setiap bemo
berlombalomba memiliki soundsystem paling canggih seantero semesta untuk
menghibur penumpangnya dengan lagulagu super kencang. Kalau sudah begitu, jika
kalian ingin melihat diskotik berjalan, tengoklah bemobemo di kota Kupang.
Dahsyat benar.
Bemobemo seperti itu sangat tidak disukai ibuibu yang sudah
beranak pinak berjutajuta anak hingga menambah kepadatan penduduk, tapi sangat
disenangi anakanak muda sekolah dan kuliahan. Perlu dicatat, Bahrul kecil juga
(ingin) suka naik bemo yang gaulnya bukan main itu, tapi bagi sopirsopir bemo
yang ratarata masih muda lebih tertarik mengangkut cewekcewek sekolahan yang
sudah mulai bermekaran buah dadanya. Jadi hanya dua warna yang disukai
sopirsopir bemo bangsat itu; biru dan abuabu. Merah jangan ditanya, seperti
pemerintah orba, itu sudah jelas tidak diangkut.
Tapi keadilan tuhan tidak akan kemanamana.
Masih ada yang ingin mengangkut Bahrul kecil beserta anakanak SD yang terlanjur
dimusuhi pemerintahan bemobemo gaul. Mereka adalaha sopirsopir dengan kumis
tebal di atas mulutnya yang hitam akibat banyak menghisap rokok Bentoel biru.
Mereka inilah dewa penyelamat kami yang masih kuat memegang perintah agama,
bahwa angkutlah anakanak kecil itu, sesungguhnya rejeki bersama mereka. Maka
dengan iman yang mengendap bersama asap rokok di dalam dada, diangkutlah kami
anakanak Adam yang malang ditinggal bemobemo yang dikutuk oleh seluruh ibuibu
tua bangka.
Bemobemo kesayangan neneknenek yang sering
pergi ke gereja di hari minggu ini, merupakan antitesa dari bemobemo gaul
pengangkut cewekcewek biru abuabu. Kalian tahu kan apa itu antitesa? Tidak
tahu!? Masak harus saya jelaskan berjamberjam tentang antitesa yang banyak
ditemukan di filsafat itu? Persetan!! Kalian cari saja sendiri di kamus Ilmi
yah? Sorry maksud saya bukan kamus kepunyaan Ilmi, tapi ilmiah.
Oke. Yang saya mau bilang bemobemo semacam
ini selain keberadaannya sudah hampir punah, di masa itu mereka kalah telak
dengan bemobemo yang sungguh mengkilat catnya itu. Mereka kalah pada dua hal;
tampilan fisik mobil, dan banyak tidaknya penumpang. Kekalahan ini implikasi
dari bemo mereka yang memang lebih mirip besi tua belaka. Tapi mereka masih
punya kekuatan yang menjadikan mereka pemenang. Bemobemo tua ini masih punya
kesetiaan mengangkut ibuibu tua atau anakanak kecil yang terlantar di tengah
jalan. Nah, bemo macam inilah yang sering menyelamatkan saya ketika berangkat
ke sekolah.
Hari ini saya mendugaduga apakah dulu bemo
karatan itu memang ikhlas mengangkut penumpang seperti saya. Barangkali mereka
sedang berjudi dengan diri sendiri. Jadi hitunghitungannya mirip pembuktian
tuhan Blaise Pascal (Pascal’s Wager), kalau diangkut kemudian penumpang turun
dengan membayar maka sopir itu beruntung. Toh kalau pada akhirnya penumpang
sialan tak tahu berterimakasih tibatiba langsung kabur tanpa membayar, maka
sang sopir tetap mendapatkan keuntungan berupa amal kebaikan. Sehingga tak ada
ruginya mengangkut anakanak ingusan yang belum mengerti apa itu pancasila. Oh
iya, mesti diingat situasi ini hanya berlaku ketika sopirsopir berkumis itu memang
sudah tak punya banyak pilihan hanya karena kekurangan angkutan.
Sampai sekarang jika melihat pete’pete’, yang
saya kenang adalah bemobemo gaul nan aduhai itu. Mereka sudah jadi angkutan
umum yang super memikat. Kalian harus tahu kata memikat di sini hanya berlaku
bagi anakanak muda sekolahan. Bagi orangorang tua, mereka punya idola sendiri;
bemobemo yang reyot dimakan karatan. Makanya ketika SMP, sering kali saya
melampiaskan balas dendam kepada bemobemo yang dulu mengacuhkan saya di pinggir
jalan. Caranya ketika turun, saya langsung berlari begitu saja tanpa membayar.
Orang Makassar punya istilah untuk menyebut peristiwa semacam ini: Masih Mauko!!
Tapi sayang, aksi balas dendam itu pernah
jadi boomerang. Untuk bemobemo yang pernah saya kerjai, akhirnya kapok
mengangkut saya. Malangnya karena itu, saya jarang bisa naik bemo yang gaul,
malah saya harus kembali turun kasta menaiki bemobemo kelas dua. Mensiasati
agar hal ini tidak lagi terjadi, saya akhirnya ikut dalam gerombolan anakanak
cewek ketika naik ke atas bemo. Dengan cara ini saya seperti ikan remora di
mulut ikan hiu. Berdempetdempetan di sekitar cewekcewek penggila Spice Girl’s.
Kalian juga mesti tahu, bemobemo di Kupang
juga memiliki asisten pembantu. Di Kupang mereka disebut Konjak. Konjak sering
kali menggelantung begitu saja di bibir pintu bemo. Tugas mereka selain
berteriak mencari penumpang, juga bertugas sebagai mesin kasir. Sumpah, dulu
ketika melihat konjak, saya seperti melihat orang yang hebat luar biasa.
Bayangkan kalau bemo sudah berlari kencang di jalanan, mereka dengan santainya
bergelantungan dengan rambut terurai gondrong diterpa angin. Apalagi dengan
kaus junkies seadanya dengan setelan celana jeans yang sobeksobek karena
keseringan disikat. Pikiran saya langsug terbang kepada artisartis rock n roll
tahun 90an.
Di saat saya bergerombol bersama cewekcewek
jerawatan dengan baju seragam bercampur bau keringat dan parfum, konjakkonjak
macam inilah yang seringkali menyortir penumpang macam saya ini. Dasar mata
keranjang!! Konjakkonjak ini lebih senang mengangkut perempuanperempuan yang
belum mengenal apa arti memakai kawat gigi di abad 20. Kalau angkutannya sudah
penuh, baru konjak dan sopirnya menyungging senyum kemenangan. Tak lama setelah
itu, baru musik Aqua diputar keraskeras…Come on Barbie, let's go party! Ah ah ah
yeah, Come on Barbie, let's go party!Ooh wow, ooh wow…
Sebenarnya saya ingin bercerita tentang
keinginan tersembunyi saya ketika lewat di depan toko milik seorang Cina. Satu
toko yang terletak tepat di depan pintu masuk gereja tempat saya berjalan kaki.
Ketika berjalan menuju sekolah, mata saya pasti tidak lepas dari kotak besar
yang disebut slinding flat glass freezer. Itu loh kotak penyimpan es krim. Ke
dalam kotak itulah pikiran saya tertuju. Bersemayam bersama es krim es krim
yang saya tak tahu rasanya. Semenjak saya tahu ada yang disebut es krim, ingin
rasanya saya membelinya. Satu saja. Itu sudah cukup. Lidah kecil Bahrul sangat
ingin mencicipinya. Tapi sayang, saat itu hanya jadi anganangan belaka. Apa
daya uang jajan tidak mencukupi. Itupun kalau ada. Kasihan.
Coba kamu bayangkan ketika berjalan di siang
bolong dengan terik matahari yang seakanakan tinggal sejengkal. Panasnya bukan
main. Dugaan saya sebelas duabelas gurun pasir di Afrika sana. Apalagi kalau
itu terjadi di musim kemarau. Masya allah, panasnya minta ampun. Ingin rasanya
masuk ke dalam gereja mencari air minum. Air ledeng juga tak masalah, yang
penting kerongkongan tidak seperti di tusuk jarum. Ingin membeli es lilin apa
daya, uang yang ada akan digunakan hanya untuk membayar konjak mata keranjang
sialan. Saya kapok diteriaki makimakian khas ibu kota Kupang kalau langsung
lari tanpa membayar. Maka membayangkan es krim yang tergeletak adem di dalam
kotak penyimpann itu adalah fatamorgana yang memberikan semangat untuk hidup.
Cukup membayangkan saja. Membelinya adalah mimpi di siang bolong saja. Malang
betul nasib.
Makanya melalui tulisan ini, saya ingin
meminta, kepada kamu, iya kamu. Jangan purapura tidak tahu. Kamu yang saya
maksud, bukan orang di belakangmu itu!! Saya hanya ingin meminta, maaf,
tepatnya memohon, itu pun kalau kamu berniat membantu saya. Tentang keinginan
masa kecil yang tak kesampaian. Saya mohon yaa…Bisa tidak kamu membelikan saya
satu es krim saja. Iya satu saja es krim. Hanya es krim belaka. Bisa kan?
Pliss..