bungabunga mamak

Di rumah, mamak senang mengoleksi bungabunga. Kalau kalian bertandang ke rumah, sudah pasti menyaksikan puluhan potpot bunga di halaman. Berkat hobinya ini, rumah jadi adem ayem. Lumayan, bisa jadi penangkal global warming. Apalagi di depan rumah ikut tumbuh dua pohon mangga dan satu pohon nangka. Tapi kalau pohon mangga dan nangka, kenapa bisa tumbuh, itu karena dulu bapak yang menanamnya.

Hobi mamak ini sudah berlangsung bertahuntahun. Biasanya demi memperbanyak bungabunga, kalau bertandang ke rumah sejawatnya, pasti mamak membawa pulang beberapa tanaman bunga. Begitu juga sebaliknya, kalau teman sejawatnya datang ke rumah, terkadang juga pulang membawa beberapa tangkai bunga.

Akibat hubungan mutualisme simbiosis ini, mamak keseringan bertandang ke rumah temantemannya. Di bonceng oleh bapak, mereka berdua bisa lama di luar. Terkadang kalau hanya untuk urusan kebutuhan dapur, setelah dari pasar, pasti mampir di rumah teman gengnya. Mau apalagi kalau bukan urusan bungabunga.


Makanya saya mencurigai kalau mamak biasa bertandang ke rumah gengnya, barangkali itu bukan urusan tetek bengek apalahapalah, melainkan hanya sedang menarget calon bungabunga yang akan dibawanya pulang nanti. Jadi, kalau urusan ini, mamak bisa satu sampai tiga kali bertandang di rumah yang sama. Kenapa tiga kali? Ini strategi. Yang pertama tentu hanya sekedar basabasi seperti ibuibu umumnya. Ngomong sana, ngomong sini.

Nanti di pertemuan kedua baru strategi dijalankan, yakni menyampaikan niat kalau dia sedang kesemsem dengan calon bunga yang jadi target. Nah, setelah itu di perjamuan ketigalah baru eksekusi dilakukan; pulang membawa bunga kemenangan. Pelan namun pasti. Strategi yang penuh perhitungan.

Tapi biasa juga kunjungan kenegaraan itu hanya dilakukan sekali kunjungan. Usut punya usut sebelumnya sudah terbangun kesepakatan bilateral antara mamak dengan teman yang akan memberikannya bunga. Kesepakatan maniak bunga ini ternyata sudah dilakukan di sekolah tempat mamak mengajar. Jadi kesepakatannya, mereka berdua akan saling bertukar bunga. Dan itu dilakukan tanpa sorot negaranegara digdaya. Sunyi senyap. Mulus tanpa halangan.


Sehingga bisa ditebak, setiap ada kunjungan mamak atau sebaliknya, mereka tidak serta merta berbicara dalam rangka urusan pekerjaannya di sekolah, atau apalahapalah, barangkali kalau memang iya, itu hanya tema sampingan belaka. Yang utama adalah bunga. Sudah pasti itu. Ya namanya kunjungan rahasia. Pasti informasinya begitu rahasia dengan bahasa yang tersirat. Titik.

Saya terkadang tidak habis pikir, apa sesungguhnya hakikat terdalam mengoleksi bunga. Apalagi sampai bertukar bunga segala. Barangkali di kepala mereka, bungabunga adalah tanaman yang harus segera diselamatkan dari muka bumi. Atau bungabunga adalah tanaman langka yang harus segera dikoleksi sebelum dicuri oleh suku saiyan dari planet Namek. Kalau yang ini barangkali hanya ahli makrifat saja yang tahu.

Oh iya, Mamak juga begitu berkuasa di sekolah. Ia bisa seperti pimpinan revolusi Kuba, Fidel Castro. Apa pasal kalau mamak menguasai satu teritori di sekolahnya. Di situ dengan tangan dinginnya, ia menguasai hampir empat puluh kepala anakanak muda. Menentukan nasib hidup mati mereka. Memimpin dengan tangan besi seperti Margaret Thatcher.  Ya, mamak seorang wali kelas. Kau tau kan yang namanya wali, tempat isi kepala orang digantungkan.

Nah dengan kewenangan inilah biasanya bungabunga di sekolah turut disisirnya. Apalagi kalau itu berada di tanah kedaulatannya. Maka tak pikir panjang, dengan sekali perintah, beberapa bunga bisa berpindah tempat. Dari halaman ruang kelasnya terbang melayang di depan halaman rumah. Sorry, kata terbang melayang sepertinya terlalu berlebihan digunakan, yang lebih tepat diantar langsung oleh salah satu muridmuridnya ke rumah.

Jadi ada dua hal yang menjadi kekuatan mamak dalam berkomunikasi, yakni kemampuannya dalam bernegosiasi, dan penggunaan wewenangnya tanpa tedeng alingaling. Dua kemampuan ini saya dugaduga dia dapatkan semenjak muda ketika berkecimpung di organisasi keperempuanan Muhammadiyah sampai sekarang.

Oke sampai di sini tak perlu saya jelaskan siapa yang punya tugas untuk menyiram bungabunga kepunyaan panglima besar di halaman. Tentang perintahperintah kenegaraan untuk menjaga bungabunga agar tetap subur. Kalau di rumah datang bertandang Kuntowijoyo, penulis kumpulan cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga,” sudah bisa ditebak, siapa yang bakalan murka mendengar judul buku semacam itu. Mencintai bungabunga kok dilarang. Gila apa!? Dasar lakilaki, tak tahu hakikat terdalam mencintai bungabunga.

Karena itu jangan sekalikali menyinggung kecintaan mamak kepada bungabunga. Itu akan dianggap melawan hukum negara kesatuan republik kerajaan mamak. Apalagi kebijakannya memiliki dampak besar terhadap rumah tempat kami tinggal. Dengan banyaknya bungabunga, halaman rumah jadi indah kelihatannya. Apalagi itu modal utamanya jika ingin membangun kerja sama antara bangsabangsa. Tanpa bunga tak ada hubungan kerja sama.

Anggrek, dari yang sering saya lihat, adalah bunga kesayangan mamak. Saya heran melihat bunga yang tumbuhnya menumpang itu disenangi ibuibu. Apa yang indah dari bunga yang cara tumbuhnya diternak di dalam sabuk kering kelapa. Menempel seperti parasit untuk bertahan hidup. Dasar bunga yang tidak mandiri. Sekali lagi ini hanya diketahui oleh ahli bunga tingkat makrifat.

Akhirnya saya khawatir seluruh kecintaan mamak habis untuk bungabunga yang ada di halaman. Sedangkan tiada sisa untuk satu bunga desa saja. Kau tahu kan bunga desa? Ah jangan sampai yang kau tahu hanya bunga bank negara ini yang belum lunaslunas dibayar pemerintah. Itu tidak ada urusan dengan mamak. Itu loh gadis desa pujaan anak muda tanggung ketika bosan melihat tingkah anak muda yang tersapu lipstik merah. Yang saya harapkan dari mamak, dia mau menyisakan satu kecintaan kepada bunga desa kelak. Tahu kan untuk siapa bunga desa itu?