Ada cara bagaimana kita bisa mengukur kebahagiaan. Bentham, filsuf
Inggris abad 18, meyakininya dengan cara yang kuantitatif, yang disebutnya
"kalkulus kebahagiaan." Resep yang digunakannya sederhana;
kebahagiaan sama dengan kepuasaan dikurangi kepedihan. Ini artinya, kebahagiaan
berarti merunut sebanyak hal ihwal kepuasaan serta dikurangi dengan masalah
yang membuat pedih. Hasilnya, itulah kebahagiaan anda.
Di abad 18, semangatnya itu ia tulis dalam karyanya yang hanya
berupa pembukaan sebanyak 300 halaman; Introduction.
Dalam Introduction,
Ia juga mengusulkan untuk menulis daftar yang terdiri dari ragam
kepuasankepuasan dan kepedihan. Di sini kita diajak untuk mengingatingat halhal
yang membuat diri puas sekaligus hahal yang menjengkelkan. Setelah itu dicatat,
dari daftar yang panjang berisi kumpulan kepuasan dan kepedihan itu disebutnya
dengan istilah yang unik; katalog kepuasan.
Sebuah perhitungankah ini? Pengelolahan angkakah ini? Bentham hidup di Inggris. Di abad 18 pasca rasionalisme disingkirkan. Empirisme tumbuh berkembang di Britania, juga sains. Bermula dari itu cara berpikir Inggris nampaknya berubah. Segalanya mesti terukur. Juga kebahagiaan.
Bentham memiliki prinsip kepuasan berdasarkan utility. Di masanya, utility bukan berarti kegunaan dari sesuatu,
melainkan kepuasan dari sesuatu. Dan kepuasaan dalam arti satisfaction sinonim dengan keuntungan, kepuasan,
keunggulan, kebaikan atau kebahagiaan dari suatu objek.
Dan dari katalog kepuasaan yang disusun Bentham, peringkatnya
mudah ditebak; kekayaan dan kekuasaan adalah daftar teratas kepuasan. Sementara
kebalikannya, kesengsaraan dan ketidaknyamanan adalah urutan teratas kepedihan.
Sepertinya ada yang tak pernah berubah dari dahulu tentang
kekayaan dan kekuasaan. Marx barangkali adalah orang yang telah menaksir,
kepuasan terhadap kekayaan dan kekuasaan adalah mata rantai yang bisa
mendatangkan derita di ujung lainnya. Masyarakat dapat kaya, tapi kemiskinan
tidak mesti dibiarkan begitu saja. Sebab kepuasan terhadap kekayaan tidak
selamanya menjadi ukuran yang defenitif. Juga kekuasaan, yakni selama manusia
mampu membangun kehidupannya, kekuasaan adalah poros yang banyak menelan
korban.
Tapi ada yang bisa saja fatal dalam filosofi kebahagiaan Bentham.
Konsekuensinya adalah kepuasaan hanya diukur atas logika kuantitas. Satu
kepuasaan seorang pelukis pasca menghasilkan karya lukisan akan sama dengan
satu kepuasaan ibu rumah tangga yang memenangkan arisan. Secara kuantitatif dua
kepuasaan itu akan jadi berbeda dalam ukuran yang kualitatif.
Sebab itulah Bentham bisa salah dalam mengukur kebahagiaan. Yang
luput darinya adalah persamaam yang dibangunnya antara kepuasaan dan
kebahagiaan. Juga dalam karyanya itu, kepuasan nampaknya akan semakin
menjemukkan oleh sebab repotnya skala dan unsurunsur yang diperhitungkan yang
disertakan dalam mengukur kepuasaan.
Richard Schoch menyebutkan bagaimana Bentham menulis kerumitan
dalam mengukur kepuasaan dengan hukum persamaannya atas unsurunsur yang
diperhitungkan. “Ini lebih rumit dari pada sekedar menaruh mereka dari
skala..kita harus mengetahui beragam hal dari mereka; aspekaspek yang
membahagiakan, situasi yang mempengaruhi, dan bagaimana mereka berhubungan satu
dengan lainnya.” Syahdan, untuk pekerjaan mengukur kebahagiaan yang repot itu,
Bentham mempercayakannya kepada politisi. Richard Schoch menyebutnya pemerintah.
Menurut Bentham, pemerintah harus punya tanggung jawab untuk
mengurusi kebahagiaan dengan memperhatikan keadaan yang dipersiapkan untuk
menunjang warganya mencari kepuasan sebanyakbanyaknya. Kepuasaan, oleh Bentham,
atas keadaan yang diciptakan pemerintah, harus mengingat satu hal; keamanan.
Pemerintah harus punya tanggung jawab menciptakan keamanan, tanpa keamanan
kepuasan tak dapat dimungkinkan. Dan Bentham percaya, tanpa keamanan seorang
pun tak dapat menemukan kebahagiaan.
Sama halnya Hobbes, Bentham sangat percaya jika manusia dibiarkan
mengejar tanpa batas kepuasannya, maka perang bakal terjadi. Bellum omnia omnes, perang
semua terhadap semua. Itulah mengapa perlu ada pemerintah yang mengatur
kebahagiaan banyak orang.
Sampai di sini saya tak tahu apakah kalkulus kebahagian yang
dicetuskan Bentham menjadi cara pemerintah menciptakan kebahagiaan warganya
dengan ukuranukuran statistik. Juga beserta klasifikasi daftar kebagiaan warga
yang panjang yang harus dipenuhi pemerintah. Tapi, sepertinya tak semua
pemerintah sesuai dengan maksud Bentham. Selain menciptakan rasa aman, juga
ingin repot menaksir ukuran kebahagiaan warganya. Dan tak semua kepuasaan sama
artinya dengan kebahagiaan, apalagi harus diukur berdasarkan kalkulus
kebahagiaan. Begitu juga kita yang tak ingin repot menghitung apaapa yang
membuat kita puas dan pedih setiap hari, dan kemudian menjumlahkannya dalam
daftar kepedihan yang panjang.