Langsung ke konten utama

madah limabelas

Pk ingin pulang, dicarinya tuhan dan dalam pencariannya ia membikin geger seantero penjuru. Setidaknya itu yang menjadi jalan cerita dari Pk. Dari film yang dibintangi Amir Khan itu sekali lagi menunjukan, bahwa tuhan memang adalah urusan yang bisa pelik. Tidak saja dibangsabangsa lain, pun juga di India, Pk sepertinya ingin kembali mengingatkan tentang urusan tuhan tidak bisa diurus dengan kepala yang kering dan jiwa yang sarat emosi.

Itulah sebabnya, tuhan dalam benak Pk adalah sudah mirip sesuatu yang jamak dimiliki banyak orang. Ia menganggap tuhan bukan kepunyaan segelintir orang. Maka dicarinya tuhan ke tiaptiap sudut, didatanginya orangorang, rumahrumah ibadah, hingga akhirnya dia tahu rupanya tuhan bisa berbedabeda. Maka mulailah dia bersikukuh untuk mencari tuhan yang bisa memulangkannya dari setiap tuhan yang ia temui. Gilakah ia? Pk memang berarti gila, semua orang menganggapnya gila, tapi Pk sebagai orang yang ingin pulang sebenarnya adalah orang yang berpikir rasional.

“Tuhan manakah yang harus aku percayai?” Ungkapnya kepada Tapaswi, pemuka agama yang konon dapat berkomunikasi dengan tuhan. “menurutku tuhan itu ada dua” ungkapnya lagi. Dan dari dialog bersama Tapaswi  itu Pk membuka kembali makna tuhan yang berbeda; tuhan yang mencipta dan tuhan yang diciptakan.

Tuhan yang mencipta menurutnya adalah tuhan yang tak  pernah dapat diketahui, tak dapat dijangkau. Tuhan seperti inilah yang sulit diringkus dalam bahasa yang hanif. Ibnu Arabi menyebutnya sebagai misteri dari misteri yang misteri. Ini artinya tuhan yang mencipta adalah tuhan yang dalam ungkapan ibrahim dihadapan Firaun diilustrasikan sebagai yang ada di  barat maupun yang di timur.

Sementara tuhan yang dicipta adalah tuhan yang dalam benak. Tuhan yang oleh PK disebutnya seperti Taspawi, yakni tuhan yang berpurapura, pembohong, berpihak pada orang kaya, pemberi harapan palsu dan mengabaikan kaum miskin. Tuhan yang demikian disebutnya tuhan yang kembar, tuhan yang identik dengan prasangka manusia. 

Rasarasanya Pk benar, selama ini tuhan menjadi simbol seperti yang sudah identik dengan manusia. Hingga hidup dan menjadi tradisi dalam setiap ajaran agama. Hingga yang ada adalah agama yang dipertuhan kekuasaan, pujapuji dan rasa yang superior. Agama demikianlah yang barangkali selama ini kita jalani sampai sudah seperti benar selalu. Agama yang demikianlah yang sepertinya menjadi sumber persoalan. Sehingga film ini juga ingin menyindir; agama yang bertuhan dengan tuhan mirip Taspawi lebih baik tanggalkan segera.

Demikianlah film ini dipuji sekaligus kontoversial. Dikatakan di mana film ini dibuat malah banyak menyinggung agamaagama. Menyinggungkah film ini?  Tetapi film yang dikatakan kontroversial di india itu memang memantik keyakinan kita yang antik. Rasarasanya wajar jika india bisa melahirkan karya film yang demikian. Sebab India adalah bangsa yang terlahir dari pertikaian atas agama. Dari sejarahnya kita tahu, tanah bekas koloni inggris itu akhirnya harus pecah akibat sentimen agama; India dan Pakistan. Dan dalam arti yang kritis film ini juga sebagai kritik, yakni agama bukan saja soal iman yang dibatasi rumah ibadah, tetapi juga soal manusia yang tak berumah.

Karena itulah agama sebenarnya berbicara juga tentang hijrah; aktivitas berpindah tempat yang ditandai dengan lonjakan kesadaran dan juga iman. Sehingga barangsiapa yang menganut agama sebenarnya sedang hijrah, sedang berpindah tempat sekaligus proses iman yang kualitatif. Orang yang beragama seharusnya ditandai dengan hijrah yang panjang, yang tanpa akhir. Ini berarti hijrah juga dapat menenun iman menjadi semakin tinggi, semakin bajik. Pun juga tidak sekedar berpindah dalam arti peningkatan kesadaran dan juga iman, melainkan hijrah untuk pulang. Seperti Pk yang ingin pulang ke daerah asalnya. Ini seperti le grand voyage, suatu perjalanan agung, suatu tindak berubah arah untuk kembali kesumber segalanya.


Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...