Hari ini Senin yang heroik.
10 November punya makna yang historis; hari pahlawan. Bagi bangsa kita, hari
pahlawan adalah momentum sejarah yang menyulut semangat patriotisme. Momentum
yang asal usulnya dapat dirujuk pada peristiwa tegaknya kedaulatan bangsa di
hadapan bangsa penjajah.
Kala itu, Hotel Yamato, dalam memori kolektif kita, merupakan penanda historis sebagai pusat ingatan 10 November. Sejarah bangsa kita mengungkapkan, pertempuran yang ditaksir tiga hari oleh pihak sekutu akhirnya harus lancung sampai berbulan-bulan.
Dan peristiwa yang fenomenal itu; disobeknya bendera Belanda di atas Hotel Yamato, adalah sikap ekspresif patriotisme bangsa Indonesia untuk menegakkan kedaulatan pasca proklamasi kemerdekaan.
Kala itu, Hotel Yamato, dalam memori kolektif kita, merupakan penanda historis sebagai pusat ingatan 10 November. Sejarah bangsa kita mengungkapkan, pertempuran yang ditaksir tiga hari oleh pihak sekutu akhirnya harus lancung sampai berbulan-bulan.
Dan peristiwa yang fenomenal itu; disobeknya bendera Belanda di atas Hotel Yamato, adalah sikap ekspresif patriotisme bangsa Indonesia untuk menegakkan kedaulatan pasca proklamasi kemerdekaan.
Perang 10 November di
Surabaya, yang melibatkan masyarakat sipil, kaum muda dan kyai saat itu,
merupakan perang pertama atas nama bangsa yang merdeka. Semangat patriotisme
saat itu merupakan penentu yang monumental bagi bangsa yang baru saja
memproklamirkan kemerdekaannya.
Meletusnya perang 10 November juga menjadi pemantik nasional untuk menggerakkan perjuangan seantero negeri dalam mempertahankan kedaulatan yang masih tebilang muda. Tak bisa kita bayangkan betapa heroiknya para pejuang kala itu untuk menahan agresi sekutu, semangat pantang mundur mempertahankan ibu pertiwi.
Meletusnya perang 10 November juga menjadi pemantik nasional untuk menggerakkan perjuangan seantero negeri dalam mempertahankan kedaulatan yang masih tebilang muda. Tak bisa kita bayangkan betapa heroiknya para pejuang kala itu untuk menahan agresi sekutu, semangat pantang mundur mempertahankan ibu pertiwi.
Pahlawan
Sosiologis Masa Kini
Pahlawan dalam rujukan
historisnya merupakan persona yang tumbuh bersama eskalasi terbentuknya bangsa
Indonesia. Situasi ini merupakan proses sosial kultural dalam konteks
perjuangan sekaligus menetapkan peran secara diametrial terhadap peran
bangsa lain. Artinya pahlawan adalah produk perjuangan yang memiliki tugas
mempertahankan ibu pertiwi terhadap pendudukan dan penjajahan bangsa asing.
Dengan demikian yang dimaksud pahlawan adalah orang-orang yang memiliki
kesadaran perjuangan untuk mempertahankan diri pertiwi atas dasar hak
kemerdekaan.
Tetapi menjadi dilematis
jika konteks perjuangan tak dialami oleh generasi bangsa masa kini. Generasi
kita seperti kehilangan konteks perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Padahal sejarah penjajahan antar bangsa-bangsa tak memiliki titik akhir,
di mana model penjajahan masa kini hanyalah mode konfigurasi yang kerap
berubah. Ini berarti hingga masa kini, detik ini, dalam konteks bangsa kita,
penjajahan masih tetap berlangsung dengan model yang sungguh berbeda dari
sejarah masa lalu.
Ini juga berarti pahlawan bukan saja produk sejarah perjuangan masa lalu, melainkan produk sosiologis masa kini, sejauh itu memiliki peran mempertahankan kedaulatan kemerdekaan dan memajukan bangsa dan ibu pertiwi.
Ini juga berarti pahlawan bukan saja produk sejarah perjuangan masa lalu, melainkan produk sosiologis masa kini, sejauh itu memiliki peran mempertahankan kedaulatan kemerdekaan dan memajukan bangsa dan ibu pertiwi.
Pahlawan
Di Era Global
Masa sekarang adalah
era global vilage yang berarti batas-batas tentang identitas
kultural antar bangsa menjadi kabur. Dalam kajian sosiologis, betapa mirisnya
proses globalisasi berbarengan dengan produk westernisasi yang mengubah visi
kebangsaan kita. Pembaratan dalam segala aspek kehidupan berbangsa menjadi
salah satu medan perjuangan yang harus kita masuki untuk mempertahankan
ke-Indonesia-an kita.
Dalam konteks inilah pahlawan sebagai produk sosiologis masa kini mengambil peran strategis untuk menerjemahkan perjuangan di tengah deru globalisasi. Apalagi tahun 2015 nanti kita dipertegas untuk masuk pada jaringan global AFTA.
Dalam konteks inilah pahlawan sebagai produk sosiologis masa kini mengambil peran strategis untuk menerjemahkan perjuangan di tengah deru globalisasi. Apalagi tahun 2015 nanti kita dipertegas untuk masuk pada jaringan global AFTA.
Pada konteks demikian,
kesadaran sejarah harus senantiasa dihidupkan di ruang kultural kita. Pahlawan bukan
terma sejarah dalam museum ingatan kolektif, melainkan kata kerja yang memiliki
makna perjuangan untuk mempertahankan dan memajukan bangsa kita.
Artinya secara defenitif perlu kita akui, pahlawan dalam era global berarti orang-orang yang memiliki kualitas produktif dalam memajukan bangsa ini tanpa kehilangan akar historisnya.
Artinya secara defenitif perlu kita akui, pahlawan dalam era global berarti orang-orang yang memiliki kualitas produktif dalam memajukan bangsa ini tanpa kehilangan akar historisnya.
10 November yang lampau dan
10 November masa kini adalah dua jaman yang berbeda. Masa kini, terutama era
modern seperti sekarang, sangat dibutuhkan peran-peran heroik berdasarkan
kewajiban kita sebagai warga negara. Peran heroik tidak selamanya berawal dari
otoritas dan power yang besar, melainkan oleh sesiapa saja yang
mengintegrasikan perannya di dalam proses kemajuan bangsa. Dalam hal ini
pahlawan tidak tumbuh dari pusat-pusat pusaran elit tetapi juga bisa hadir di
pinggiran kehidupan masyarakat.
Lantas seperti apakah
kualitas produktif yang dapat mempertahankan dan memajukan bangsa kita? Jika
anda seorang pelajar, politikus, pengambil kebijakan, guru, mahasiswa, pegawai
negeri sipil, tukang becak, dosen, nelayan, ekonom, pedagang kaki lima,
ataukah seluruh peran profesi atau peran sosial yang tumbuh di tengah
masyarakat, selama anda bekerja berdasarkan kesadaran atas peran kemasyarakatan
dan kewajiban konstitusional, maka dari sanalah hilir sungai produktivitas
mengalir.
Syahdan, saya teringat
keyakinan-keyakinan mitologi yang senantiasa terpusat pada sosok besar nan
agung sebagai juru selamat. Cerita-cerita babad yang memuat harapan besar orang
banyak terhadap satu person yang dianggap mampu mengangkat penderitaan. Pada orang-orang
semacamnyalah predikat pahlawan disematkan.
Namun, marilah kita merujuk peristiwa sejarah bangsa kita, terutama 10 november, dari ingatan kolektif itu kita dapat belajar bahwa sekali lagi pahlawan tidak bermula dari pusat-pusat elit, melainkan rakyat jelata yang punya peran besar terhadap tanah pertiwi yang dibelanya. Bagaimanakah anda?
Namun, marilah kita merujuk peristiwa sejarah bangsa kita, terutama 10 november, dari ingatan kolektif itu kita dapat belajar bahwa sekali lagi pahlawan tidak bermula dari pusat-pusat elit, melainkan rakyat jelata yang punya peran besar terhadap tanah pertiwi yang dibelanya. Bagaimanakah anda?
*Terbit di kolom opini Harian Fajar, 10 November 2014