Di suatu pagi, seperti di harihari
biasa; kota yang rapat mapat, aktivitas penduduk yang lalu lalang, jalan raya
padat kendaraan, seperti kotakota besar dengan gerak mobilitas yang tinggi,
handphone saya berbunyi. Sebuah pesan singkat, kurang lebih begini yang
tertulis;
”Dari
Udin berhasil sukses menang Togel. Bagi saudara2 kami yang sering kalah dalam
permainan angka Togel,, hub Mbah Sugem. 082333854*** dijamin 100% tembus.”
Jika mengandalkan ingatan, hampir
di tiap hari, sms serupa masuk melalui handphone saya. Dan barangkali pesan
yang serupa pun dialami oleh banyak orang. Togel atau kupon putih, atau apapun
namanya, telah menjadi massif. Dengan pola random, nomor diacak, bagi
pengirimnya di sana ada keuntungan. Dan ini, pada perhelatan dinamika kehidupan
kolektiv, pada tingkat yang paling elementer adalah sebuah masalah sosial.
Kehidupan yang serba cepat,
mobilitas yang tinggi, urbanisasi yang menyulap kota, punya ampasnya;
kemiskinan. Kemiskinan adalah situasi yang memedihkan. Dari matra ekonomi,
barangkali kita miris melihat perkembangan kenaikan kuota orangorang yang tak
mampu menghidupi diri maupun keluarganya. Jika kita mengacu pada standar badan
pusat statistik, diantara empat belas kriteria, kemiskinan adalah pendapatan
ekonomi seseorang yang tak lebih dari enam ratus ribu perhari atau Rp166.697
per kapita per bulan.
Namun kemiskinan, pada analisis
yang lebih kompleks, bukan lagi urusan statistik hukum ekonomi. Barangkali
pemerintah bisa yakin betul dengan sihir statistik ekonomi makronya, bahwa di
tiap kebijakan ekonominya berhasil menyulap si miskn menjadi masyarakat yang
merangkak naik 11,66 persen per tahunnya. Namun togel ataupun sejenisnya adalah
ilustrasi mental masyarakat yang punya unsur kebudayaannya sendiri.
Togel bukan saja sekedar aktivitas
masyarakat arus bawah. Togel adalah sebuah peristiwa. Dahulu, di tahun 80an,
togel adalah aktivitas legal yang diumumkan di akhir pekan oleh RRI. Dengan
maksud untuk memberikan sumbangan terhadap kegiatan olahraga dengan nama
sumbangan dana sosial berhadiah (SDSB). Namun mengalami banyak pertentangan
dari banyak pihak termasuk oleh MUI yang mengharamkannya sebagi aktivitas
perjudian.
Di tengah-tengah masyarakat miskin,
SDSB bermetamorfosis seiring perkembangan kebutuhan yang semakin mendesak.
Togel menjadi aktivitas kolektiv yang menyertakan banyak orang. Media loncatan
yang diharapkan mendongkrak stratifikasi. Di titik ini, togel melibatkan
hitunghitungan, harapan, keluh kesah, emosi mengenai tujuan untuk menggapai
hidup makmur. Togel atau aktivitas perjudian semacamnya adalah etalase
masyarakat bawah untuk mensejajarkan diri dengan kelas masyarakat atas. Maka dengan sejumlah taruhan, ada
harapan untuk keluar dari lingkaran limbah kemiskinan yang akut.
Urbanisasi dan developmentalisme
adalah palu godam yang dahsyat. Pukulannya telah menggiring kehidupan
sosio-ekonomi masyarakat menjadi peta yang rinci mendeskripsikan posisi
kelaskelas masyarakat. Betapa gampangya
ditemukan kolonikoloni perkotaan yang termarginalkan pada aksesakses perkotaan.
Di mana akses kebutuhan sandang, pangan maupun papan, menjadi minim untuk
dinikmati oleh masyarakat bawah. Nampak kasat kesenjangan yang mensubordinatkan
keberadaan masyarakat miskin hanya sebagai penyuplai kebutuhan pokok kelas
atas.
Tumbuh berkembangnya bisnis
perumahan yang massif di kotakota besar sebagai syarat urbanisasi juga memiliki
dampak yang serius terhadap eksistensi kaum miskin perkotaan. Penghidupan yang
menuntut aktivitas yang tinggi dan efisiensi kerja, semakin mempersempit lahan
kota untuk dibanguni komplekskompleks elit. Keberadaan bisnis perumahan secara
pelanpelan semakin menggusur keberadaan tempat tinggal yang dimiliki oleh kaum
miskin kota kewilayahwilayah pinggiran.
Developmentalisme yang pernah
diterjemahkan oleh masa orde baru dengan konsep repelita, menghendaki situasi
perekonomian yang mapan sebagai penopang gerak laju pertumbuhan kota. Akses
yang mendorong akan hal itu adalah investasi yang masuk untuk merangsang
pendapatan perkapita di tiap tahunnya. Tumbuh berkembangya pusatpusat hiburan
dan perbenlanjaan, secara ekonomi mempengaruhi sebuah kawasan menjadi kota
urban yang maju. Keberadaan pusatpusat hiburan dan perbelanjaan, hanya semakin
memperparah posisi kelas bawah sebagai bagian yang pasif dalam perannya sebagai
masyarakat kota.
Semakin padatnya pembangunan di
tempattempat penting, menjadikan pusat sebuah perkotaan tidak lagi terpusat
pada satu titik konsenstrasi. Pusat sebagai titik pertemuan tak lagi bisa
ditentukan secara defenitif pada kotakota urban. Dengan hadirnya pusat
perbelanjaan, pusat administrasi, pusat kebugaran, pusat pendidikan, pusat
kesehatan, pusat perumahan yang menyebar dengan perencanaan pembangunan kota,
akhirnya semakin memperluas kawasan padat penduduk yang menyingkirkan keberadaan
masyarakat marginal.
Di tengah situasi demikianlah,
masyarakat kota selalu mereposisi keberadaannya. Ditengarai himpitan ekonomi,
tertutupnya akses kesehatan, pendidikan, kebudayaan maupun politik,
menyituasikan kalangan kaum miskin kota menjadi orangorang yang bergerak berdasarkan
insting hidup dibawah garis kelayakan. Pada akhirnya mentalitas kebudayaan yang
dikorup oleh kondisi kota, menempatkan kaum marginal kota menjadi kalangan yang
terbelakang.
Kemiskinan seandainya sebagai
mahluk biologis, barangkali sudah ditebas. Setidaknya itu yang pernah diucapkan
oleh Ali bin Abi Thalib di suatu waktu, menantu Rasulullah. Ilustrasi ini, bisa
kita bayangkan betapa berbahayanya kemiskinan. Kemiskinan bisa menjadi lumbung
kejahatan. Kekerasan tak jarang selalu berawal dari daerahdaerah kumuh. Namun
bukan berarti kemiskinan adalah identik dengan kekerasan. Hanya saja gugatan
kemiskinan selalu mendorong kenekatan untuk berbuat sesuatu keluar dari
tipologi rasionalitas.
Dahulu Marx punya citacita, sebuah
jalan bagi masyarakat kelas bawah untuk keluar dari keterpurukannya. Ia
mentaklik revolusi kelas bawah sebagai suluk yang pasti di tengah sejarah
masyarakat kapitalis. Namun, ramalannya hanya menjadi rapalan kosong. Kapital
semakin massif, industri tumbuh menjamur, kota digerakkan urbanisasi yang
pesat, sehingga tinggalah, harapan yang mengendap bersama kemiskinan, dan togel
dengan keterlibatan masyarakat bawah adalah bentuk kontra hegemoni bagi mesin
besar kapital. Dari togel, uang berputar di tengah pusaran kehidupan kelas tak
berpunya. Membangun mekanisme kerjanya sendiri dengan hitungan rumusrumus
dengan mimpi yang dikalkulasi.