Langsung ke konten utama

Anakanak dan Masa yang hilang

Dunia anakanak adalah dunia yang penuh dengan keriangan. Di masa anakanak dunia selalu ditafsirkan sebagai kenyataan yang dinamis. Sebuah kenyataan yang tidak hendak untuk diseriusi. Dimana pada kenyataan demikian, kesadaran anakanak tidak sama dengan logika manusia dewasa yang selalu menganggap dunia sebagai masa yang di amanahi tanggung jawab. Singkat kata, kenyataan di masa anakanak adalah kenyataan yang diterima tanpa ada intrepertasi normative. Dunia anakanak adalah dunia bermain.

Maka tak heran jika dimasa kanakkanak, dalam memperkenalkan kenyataan yang akan di jalani kelak, sedikit banyak bersentuhan dengan dunia permainan.  Anakanak dan permainan merupakan dunia yang memiliki hukum logika tersendiri. 

Tidak seperti dunia orang dewasa yang penuh dengan tanggung jawab, aturan, maupun ikatan imperative yang mengikat, dunia anakanak adalah permainan dengan alam kebebasan. Dalam bermain, anakanak bisa melakukan apa saja, tidak ada jejaring kekuasaan berlaku. Dimana permainan menyituasikan anakanak sebagai subjek yang merdeka, tanpa harus khawatir melakukan sesuatu. Di waktu inilah daya imajinasi mendapatkan posisinya sebagai bahasa anakanak.


Dimasyarakat lampau, banyak kita temukan permainan yang tak saja mendukung perkembangan imajinasi anakanak, melainkan mempolesi daya ketangkasan, kekompakan, kerja sama dan cekatan anakanak. Bukan saja permainan, di masa dahulu, cerita juga disamping permainan selalu disertakan dalam masa pertumbuhan anakanak. Dongeng kiranya adalah salah satu dari apa yang dimaksudkan. Dengan begitu, melalui permainan dan cerita adalah dua hulu yang mengaliri alam berpikir anakanak. Melalui permaian, anakanak secara tidak langsung di ajari ketangkasan dan daya cekatan dalam melakukan kerja sama, sementara melalui tradisi lisan, anakanak dibiasakan mengembangkan daya berpikirnya.

Jika dalam masyarakat tradisional, dunia permainan selalu mengikut sertakan pendidikan dalam membentuk karakter anak, maka situasi demikian dijaman sekarang sungguh jauh berbeda.  Sebagai ilustrasi, pada masyarakat terdahulu, melalui penceritaan baik dongeng ataupun hikayat, anakanak dibesarkan dengan tradisi lingkungan ibu. Dimana bahasa seorang ibu, pada tindak bahasanya tidak menyertakan kekuasaan di dalamnya. Sehingga dari kaca mata pendidikan, pola seperti ini adalah usaha emansipatoris ibu dalam mengupayakan kesiapan mental sang anak.

Tindak bahasa ibu adalah tindak bahasa yang memperkenalkan anakanak terhadap dunia makna, symbol dan lambang yang memproyeksikan realitas tanpa tatanan dan kekuasaan. Dampak dari itu, masa anakanak adalah masa yang terbebas dari selubung jejaring kekuasaan yang mengitari. Pada momentum demikian, melalui penceritaan, anakanak di perkenalkan kepada kenyataan tanpa menyertai sikap keterpenjaraan, sehingga dunia dalam proyeksi anakanak adalah dunia yang dinamis.

Namun seperti dibahasakan sebelumnya, konteks budaya awal yang dimiliki anak telah diambil alih oleh dunia yang berbeda. Peran ibu dengan situasi nature-nya harus dipangkas oleh state kebudayaan kontemporer. Anakanak dimasa sekarang kehilangan situasi alaminya di hadapan permainan modern.  Dimana dunia kenyataan (dunia ibu) dibonsai habishabisan oleh dunia maya. Permainan yang diperkenalkan sudah melibatkan bahasa teknologi yang serba imperative. Yang mana, peran bahasa ibu yang tanpa tatatanan, tanpa kekuasaan, di ambil alih oleh bahasa imperative permainan modern yang mengajarkan perilaku kuasa pada anakanak. Dengan hanya menekan tombol maka anakanak kehilangan ketangkasan dan daya imajinasi sekaligus menjadi subjek semenamena.

Dengan ilustrasi yang demikian maka masa pertumbuhan anakanak mengalami  disorientasi pemaknaan. Pesatnya teknologisasi digital membuat  kekosongan di tengah jantung kebudayaan yang semestinya di isi oleh peran sentral seorang ibu. Adanya kekosongan ini mengakibatkan abjeksi besarbesaran yang di alami anakanak di masa pertumbuhan. Apatah lagi semakin meluasnya peran seorang ibu ke ranah publik membuat waktu yang privative bagi masa perkembangan anak menjadi hilang. Sehingga tak salah jika kita katakan gamegame maya yang banyak di mainkan oleh anakanak di jaman teknologisasi digital  sebagai the mother of modernity.[]

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...