Langsung ke konten utama

Postingan

madah limapuluhdua

Tak saya duga sebelumnya, di Soho, pusat perbelanjaan di tengah London yang terkenal itu, ada dua tempat yang secara historis mengingatkan kita pada komunisme. Di pusat perbelanjaan itu, yang banyak menjual produk merekmerek terkenal dunia, terdapat sebuah gedung yang pernah ditinggali Marx semasa di Inggris. Juga sebuah restoran Cina yang menggantung perkataan pimpinan revolusi negeri Tiongkok, Mao, di depan pintu masuknya sebagai semboyan barangkali, "barang siapa tak kuat memakan cabe, maka dia bukanlah seorang yang revolusioner". Ini suatu yang unik, juga sesuatu yang sesungguhnya kontras. Soho di kota London, dari masa lalu adalah tempat dengan sejarah yang panjang. Tapi ringkasnya, di sana dulunya adalah tempat tinggal kaum pekerja. Di Inggris ketika revolusi industri pecah dan bergaung besar, saya kira tempat itu adalah tempat yang tak berpenanda kemakmuran. Seperti tempat kumuh umumnya, Soho pastinya adalah tempat yang tak terawat, tempat yang kotor dan tak ...

Malaikat Buku-Buku

Lukisan Jibril (Arab)/Gabriel (Inggris) dari Abad 12 FILSUF muslim menyebutkan segala yang ada memiliki malaikatnya masingmasing. Misalnya, untuk urusan wahyu ada malaikat Jibril, urusan rezeki ada malaikat Mikail, untuk soal nasib ada Mungkar dan Nakir. Di Islam, sepuluh malaikat dan tugastugasnya wajib diketahui, walaupun disebutkan oleh beberapa literatur bahwa jumlah malaikat sebanyak bintangbintang di langit. Jika demikian, saya berandaiandai ada juga malaikat buku. Namanya adalah malaikat Al Alim. Tugas utamanya adalah menjaga bukubuku agar dapat terawat dengan baik. Tujuannya agar bukubuku tak punah hingga akhir zaman. Selain itu, tugasnya adalah mencatat seluruh nama dan jenis buku yang ada di muka bumi. Seharihari, tugas lainnya adalah mengatur peredaran bukubuku di dunia.  Tugas malaikat buku tak kalah berat dari malaikat Mikail yang mengatur setiap rezeki seluruh mahluk di setiap sudut mayapada. Berbeda dari itu, malaikat Al Alim mengatur dan mencatat ...

sketsaku

Fiksi Lotus

Beberapa hari yang lalu saya datang ke sebuah toko buku. Maksud kedatangan saya ke sana tentu ingin membeli buku. Kedatangan saya ke toko buku ini sebenarnya terbilang jarang, sebab saya lebih senang mendatangi tokotoko buku kecil yang lebih gampang saya datangi. Saya datang ke sana dengan satu alasan: buku yang saya cari hanya ada di toko buku itu. Alasan saya ini sejatinya hanya dugaan belaka. Tapi hitunghitungan sudah lama saya tak menyambangi toko buku yang dimaksud, maka saya datang juga ke sana. Awal cerita kenapa saya datang ke toko buku itu, karena hasil percakapan via BBM dengan seorang penjaja buku online. Suatu waktu, via display picture BBMnya, terpampang gambar buku: fiksi lotus judulnya. Itu saya tahu setelah beberapa kali picture zoom saya lakukan. Dari gambar itu, saya tahu itu buku sastra. Tapi apakah itu kumpulan sajak, cerita pendek ataukah novel saya tidak tahu. Tapi setelah saya tanyakan kepada pemiliknya, buku itu ternyata adalah kumpulan cerita pendek dar...

madah limapuluhsatu

Tahun 1984, suatu tempat di Jerman Timur. Rumah Dreyman disusupi. Hampir setiap sudut rumahnya penuh kabelkabel tersembunyi di balik dinding. Di vas bunga, di balik pintu, terminal listrik, belakang lemari, di bawah tempat tidur, bahkan di dalam kamar mandi. Praktis setiap sudut jadi suatu proyek pengintaian. Ruang tempat tinggal Dreyman jadi pusat perhatian negara. Di bawah pengintaian, Dreyman jadi manusia yang transparan. Gerak geriknya jadi bahan amatan dari objek kekuasaan. Tapi ia tak tahu. Sementara di suatu sudut rumah, di mana kabelkabel itu berpusat, empat sampai lima monitor tak pernah padam. Alat rekam suara juga tak berhenti menangkap setiap bunyi. Dan seseorang dengan taat mengawasi gerakgerik Dreyman dari ruang kotak itu. Mencatat setiap detil yang mencurigakan. Memasukkannya dalam laporanlaporan setiap hal yang dialami Dreyman. Pria yang taat itu akhirnya mulai mempelajari Dreyman dengan membangun jadwal aktivitasnya. Dengan telaten, setiap gerak, juga setia...

Airmatadarah dalam Tekad

Saya sebenarnya tak mengerti betul sastra, apalagi puisi. Puisi, yang kental dengan simbolisme itu seringkali membuat saya bingung. Sebab, dengan material katakatanya yang simbolis juga metafor tak pernah stabil merujuk pada satu pengertian yang pasti. Puisi, dengan gaya penuturan yang demikian, akhirnya hanya menjadi katakata yang pias makna di hadapan saya. Puisi, dengan katakatanya yang metafor, sepengetahuan saya adalah cara untuk menangkap kenyataan yang tanpa tirai. Dengan kata, puisi ingin merekam apaapa yang murni. Puisi, jika disebut sebagai potret kemurnian, adalah media yang mengungkapkan katakata menjadi baitbait yang gamit. Tapi justru kata tanpa tirai bisa bikin kenyataan jadi asing. Sastrawan menurut saya adalah orang yang punya semacam kemampuan membuat bahasa jadi lain. Katakata di tangan sastrawan menjadi bahan yang dilucuti dari penggunaan yang sudah umum. Di tangan sastrawan, katakata dibersihkan dari ruang tuturan umum yang sering membuat kata jadi banal...

madah limapuluh

ADA kisah tentang Pak Hamid yang   risau. Atau sebenarnya ia takut. Sebelumnya datang kabar nun jauh dari Papua. Anak bungsunya bakal menikah. Dari tempatnya yang jauh dari anaknya tinggal, tidak terbersit bahagia di mukanya. Yang ada justru tanda suatu soal berat. Anaknya akan menikahi perempuan berbeda agama. Usut punya usut, dari pengalaman anaknya yang lain, setiap pasca menikah dengan pasangan beda iman, anaknya pindah keyakinan. Sebab itulah air mukanya jadi murung. Kabar yang ia terima seperti air jebol merusak apa saja. Anaknya yang dibesarkannya bertahun-tahun kini jadi orang yang bikin hatinya gulana. Membikin hatinya runyam. Bagi sebahagian orang agama adalah pilihan. Tapi bagi Pak Hamid, yang namanya agama tidak mesti diganggu gugat. Ia setua tradisi turun temurun. Itulah sebab, agama jadi soal penting. Bertahun-tahun anaknya dididik sesuai agama tradisi, walaupun memang istrinya seorang muallaf. Tapi malang, justru di saat akan membangun rumah tangga, ana...