Beberapa hari yang lalu saya datang
ke sebuah toko buku. Maksud kedatangan saya ke sana tentu ingin membeli buku.
Kedatangan saya ke toko buku ini sebenarnya terbilang jarang, sebab saya lebih
senang mendatangi tokotoko buku kecil yang lebih gampang saya datangi. Saya
datang ke sana dengan satu alasan: buku yang saya cari hanya ada di toko buku
itu. Alasan saya ini sejatinya hanya dugaan belaka. Tapi hitunghitungan sudah
lama saya tak menyambangi toko buku yang dimaksud, maka saya datang juga ke
sana.
Awal cerita kenapa saya datang ke
toko buku itu, karena hasil percakapan via BBM dengan seorang penjaja buku
online. Suatu waktu, via display picture BBMnya, terpampang gambar buku: fiksi
lotus judulnya. Itu saya tahu setelah beberapa kali picture zoom saya lakukan.
Dari gambar itu, saya tahu itu buku sastra. Tapi apakah itu kumpulan sajak,
cerita pendek ataukah novel saya tidak tahu. Tapi setelah saya tanyakan kepada
pemiliknya, buku itu ternyata adalah kumpulan cerita pendek dari
sastrawansatrawan dunia, sebab tak lama kemudian ia mengirim namanama yang
menjadi penulis buku itu. Dan dari entri nama yang dicantumkannya, terbersit
seketika dalam benak: saya harus segera membacanya.
Saya sebenarnya awam tentang dunia
sastra. Basic keilmuan saya adalah ilmu sosial, sosiologi tepatnya. Jadi,
tentang sastra, ibarat ilmu yang baru pertama kali saya kenali. Sebab itulah
saya tak mengenal seluk beluk sastra, perkembangan sastra, aliranaliran sastra,
bentukbentuk sastra dan seluruh pilahpilah keilmuan susastra. Juga tentu saya
juga tak begitu banyak tahu tentang namanama sastrawan dunia, pun jika ada
belum tentu saya pernah membaca karyakaryanya. Tapi dari namanama yang
dikirimkan oleh penjaja buku itu, yang menjadi entri dari buku bersampul
warnawarni itu, saya mengenal beberapa nama dari orangorang yang kerap menyebut
namanama semisal, Ernest Hemingway, O Henry, Frans Kafka, Naguib Mahfouz, J.P
Satre, Anton Chekov dsb. Dan dari namanama merekalah hati saya digerakkan agar
segera membaca buku itu.
Tapi malang. Di waktu itu, si
penjaja buku tak bermaksud menjual buku itu. Justru Ia hanya bermaksud
memajangnya menjadi DP BBMnya. Tapi karena sudah sering saya membeli
bukubukunya, saya akhirnya menanyakan berapakah harga bukunya. Siapa tau saja
ia berubah pikiran agar menjualnya. Malang tetaplah malang, sebab ia bersikukuh
untuk tidak menjualnya, ia bermaksud hanya menjadikannya koleksi pribadi. Tapi
komunikasi bisa mengubah seluruh hal termasuk dalam transaksi ekonomi. Apalagi
jenis transaksi saya dengan penjaja buku ini selama ini terbilang dialogis.
Artinya keputusan bisa saja berubah, tergantung komunikasi yang dibicarakan.
Dan akhirnya, dari perbincangan via BBM itu, ia mengubah sikapnya dengan
bersedia menjual bukunya dengan kesepakatan harga yang ditetapkannya.
Hanya saja dari harga yang
ditetapkannya, saya agak berat dengan nominal yang diberikannya. Dengan
beberapa kali permintaan harga baru yang sedikit lebih murah pun ia tak
bergeming. Maka dari beberapa kali percobaan negoisasi yang tak mulus,
transaksi akhirnya gagal. Harga yang diharapkan kedua pihak tak kunjung
disepakati. Tapi dari negoisasi yang tak
berhasil itu, disarankanlah kepada saya untuk mencarinya ke toko buku yang ia
katakan. Dari sarannya itu, maka saya
menuju ke toko buku yang dimaksud.
Dan kesialan yang kedua untuk tidak
ingin dikatakan malang, di toko buku itu, buku yang susah payah saya
negoisasikan sebelumnya ternyata kosong. Dari deretan panjang rak buku sastra,
beratusratus buku di sana, mata saya gagal menemukannya. Apa daya, barangkali
indera tak mampu menyapu bersih setiap sudut rak buku, maka tibalah saya di
depan mesin pencari dengan keyakinan tak ada yang bisa lolos dari jangkauan
sistem informasi. Berbekal setengah iman yang tersisa, diketiklah judul buku itu:
fiksi lotus. Dan itulah kesialan yang sesungguhnya: stock kosong. Dan kesialan
manalagikah yang engkau dustakan: berada di toko buku terbesar, di antara jubel
riburibu buku, tetapi satu ekslempar
buku yang diinginkan tak juga ditemukan. Nampaknya malaikat buku tak
sudi meridhaiku.
Dan dari kesialan yang serupa
durian runtuh itu adalah, betapa lugunya saya untuk tetap datang ke toko buku
itu setelah sebelumnya dikatakan oleh si penjaja buku, bahwa ia juga pernah
mencarinya di toko buku yang sama dan ia pun tak berhasil menemukannya. Dan dua
kali lipat rasanya sebab dikatakannya bahwa kejadian itu sudah setahun yang
lalu terjadi. Artinya sebenarnya saya tak perlu datang untuk mencarinya, sebab
ia sebelumnya sudah melakukannya. Tapi itu satu tahun yang lalu, tentu banyak
kemungkinan bisa terjadi, misalnya buku itu sebenarnya masih ada dan luput dari
pencariannya. Bisa juga, seeksemplar yang luput dari pencariannya masih ada
tersisa dan tak ada yang sudi membelinya. Atau yang paling mungkin: buku itu
dicetak ulang.
Syahdan, keluguan dan kemalangan
saya di toko buku besar itu saya konversi saja dengan membeli beberapa buku
yang lain. Buku yang saya beli masih bergenre buku sastra dan sebuah buku
filsafat. Tepat sampai di sini, perasaan yang telah dikonversi menjadi duka
kembali. Pasalnya, bila bertahuntahun yang lalu masih saya temukan dua tiga rak
khusus untuk bukubuku filsafat, justru di waktu sekarang yang tersisa hanyalah
setengah dari satu rak buku. Dan, penanda tempat buku filsafat yang biasanya
diterakan di atas rak buku, juga lenyap di antara rak yang lain. Anehnya,
beberapa buku filsafat yang tersisa di simpan begitu saja di bagian bukubuku
agama. Di situlah letaknya, setengah dari rak kelompok bukubuku agama.
Seandainya setengah rak itu paralel
dengan arti sebagian pengetahuan antara iman agama adalah filsafat, maka hati
saya tak mencelos. Tapi keadaan itu justru lain: ini tinanda bahwa filsafat
tengah tersingkir dari konstelasi produksi pengetahuan. Buktinya, walaupun
tidak disertai bukti kuat, adalah berkurangnya bukubuku filsafat di pasaran
mainstream. Ini artinya produksi pengetahuan yang berbau filosofis sudah sangat
jarang dilakukan. Dan malangnya, ini juga hampir berlaku bagi buku dengan genre
yang lain.
Maka, di toko buku yang megah itu,
saya hanya bisa bergumam dalam hati: maka kesialan mana lagikah yang engkau
dustakan.