Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

Palestina dan Google Map

APALAH arti sebuah nama suatu bangsa dibandingkan suatu museum sejarah yang beralihfungsi menjadi masjid. Sebuah nama, sebuah identitas, yang menandai sesuatu yang hidup, berkembang, dan memiliki takdirnya sendiri. Apa jadinya jika suatu nama hilang, atau dihilangkan? Itu artinya hilang pula suatu kehidupan, diberhentikannya pula suatu yang sedang berkembang. Dengan kata lain, maka hilang tanpa bekas itu yang namanya takdir hidupnya. Palestina, kini hilang—atau tepatnya dihilangkan. Pelan-pelan dan bertahap. Awalnya orang Yahudi datang, berkabilah, berduyun-duyun, kemudian mengisi tanah-tanah di hampir segala penjuru. Mereka hidup dan beranak pinak di sana, dan tibalah suatu waktu di tingkatan global, berkumpul orang-orang elite mereka, yang memikirkan kaumnya dan berinisiatif membentuk suatu negara, bukan bangsa. Negara itu diberi lambang Bintang Sulaiman, suatu simbol dari masa lalu yang bersisi enam sudut menandai enam penjuru. Kini, lambang itu kian hari jadi makin agresif da...

Masjid dan Politik

MASJID, kiwari bukan sekadar tempat suci yang terpaut dengan Tuhan belaka, melainkan ikut diseret-seret dan terperosok ke dalam kepentingan politis. Jika dulu peruntukkan masjid utamanya untuk melakukan ibadah kepada Tuhan, di masa ketika dunia jadi runcing dan saling kancing, masjid kadang tidak lebih seperti podium-podium politik. Memang tidak seharfiah itu, tapi begitulah bagi sebagian kelompok umat muslim. Mendiami masjid sama artinya dengan kekuasaan untuk mengkapling jamaah. Pertama-tama menjadi marbot, jadi takmir, dan ujung-ujungnya jadi imam dan pengurus masjid.   Di saat itu, masjid jadi juru bicara mazhab, jadi tempat kampanye ideologi keagamaan. Ada suatu masa, dalam sejarah Islam, masjid jadi bagian kekuasaan kekhalifahan, yang berarti apa yang sah dan absah dilakukan dalam masjid menjadi kewenangan sepenuhnya bagi kekuasaan saat itu. Coba telusuri cek-cok dan pertikaian antar mazhab dalam Islam, masjid alih-laih jadi tempat reproduksi peradaban, sebaliknya, ia mal...

Eksistensialisme Ali Syariati: Tafsir Kebebasan Manusia di Era Kenormalan Baru

Tulisan ini terdiri dari lima partisi yang mendedah filsafat eksistensialisme secara umum berdasarkan pemikiran Jean Paul Sartre, dan eksistensialisme Ali Syariati yang dilihat dari filsafatnya tentang manusia. Pada dua bagian akhir, akan dipaparkan korelasi filsafat eksistensialisme dengan keadaan pandemi saat ini dengan mengajukan eksistensialisme Ali Syariati sebagai salah satu solusi alternatif bagi masyarakat untuk dapat bertindak secara optimistik tanpa melanggar konsensus-konsensus protokol kesehatan. Itu artinya, dengan eksistensialisme Ali Syariati korona bukanlah penghalang yang mesti dikhawatirkan secara fatalistik sekaligus dihadapi dengan sikap yang berlebih-lebihan. Versi rekaman esai ini dapat didengarkan di sini (1) JEAN Paul Sartre, salah satu tokoh filsafat eksistensialisme, dalam tulisannya Existensialism is Humanism , merumuskan apa itu filsafat eksistensialisme. Eksistensialisme bukan ajaran yang menganjurkan pesimisme, tidak bermutu, dan tidak be...

Apa yang Bisa dihasilkan oleh Sains

SAYA marah, karena bertindak bodoh. Pohon lengkeng yang saya pelihara berminggu-minggu mulai dari biji hingga mencapai sekira 30 cm, kini layu dan daunnya gugur satu persatu. Saya marah karena kini pohon itu tergeletak begitu saja, di antara kesegaran bunga asoka, lidah mertua, lemon, pohon cabai, dan beberapa bunga yang tidak saya tahu akan menyebutnya dengan nama apa. Saya marah dan menjadi orang konyol, setelah dua minggu lalu, pasca membakar sampah berkas-berkas tumpukan kertas, menggunakan sisa debunya untuk pohon lengkeng yang saya kira bisa mengganti sekam atau pupuk.   Tapi, ternyata tindakan saya itu salah. Dua hari setelah itu beberapa helai daun mulai layu dan berubah menjadi cokelat.    Saya marah, dan makin marah, oleh sebab rasanya semuanya sudah terlambat. Sejak mengetahui beberapa daunnya layu, tidak sesegera menyisihkan debu pembakaran kertas yang saya duga kuat menjadi penyebab mengapa sekarang pohon lengkeng itu bagai tanaman hias ranting, kerin...

Yang Fana Adalah Waktu, Kebodohan Abadi

”Kini dikatakan, mukjizat telah berlalu; kini kita punya orang-orang yang berfilsafat, untuk membuat hal-hal yang supranatural dan tanpa sebab menjadi sesuatu yang modern menjadi biasa saja.” –Shakespere dalam “All’s Well That Ends Well”, dikutip dari “Pasti” Goenawan Mohammad.   SETIAP sebagian orang pernah bertindak bodoh. Hatta sekalipun ia diberikan mukjizat untuk menghindarinya, ada saat sepersekian waktu ia kehilangan kendali dan melakukan hal-hal di luar akal sehat. Jika Anda mengganti kata bodoh dengan kata kejahatan, maka bejibun perilaku bodoh dapat Anda sebutkan.   Dunia pernah menyaksikan lahirnya tragedi genosida yang dimotori seorang Hitler, munculnya fasisme di Italia oleh Musollini, rezim diktator Pinochet di Chile, dan Suharto sendiri sebagai orang yang kian kemari makin agung dalam benak sebagian orang. Mereka ini, tidak pernah duduk di dalam satu perjamuan meja politik, tapi memiliki kesamaan yang nyaris absolut. Jika orang melakukan kebodohan seri...