Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2019

Otak Manusia, Sindrom Tarzan, Kucing , dan Lelaki Harimau

Poster Film Tarzan Kota (1974) dibintangi aktor legendaris Benyamin Sueb dan Ida Royani OTAK bayi manusia, saat pertama lahir, otak paling lemah dibandingkan binatang. Ahli neurologi menyebutnya otak ”prematur”. Butuh bertahun-tahun bagi bayi menyempurnakan jaringan otaknya. Otak binatang sejak kelahiran sudah sampai ke tahap perkembangan lanjut. Bayi manusia membutuhkan banyak waktu dan ”asupan” informasi demi mencapai otak sempurna. Otak sempurna akan berengaruh kepada kematangan kemandirian berpikir manusia. Itulah sebab, bayi manusia belum dilengkapi kecapakan berbahasa, gerak, dan perasaan saat ia lahir. Dalam sejarah, selain Isa Al Masih Tuhan tidak salah menurunkan mukjizatnya menciptakan seorang bayi mampu berbahasa sejak lahir. Anda bukan Isa Al Masih, seorang bayi tiba-tiba berkemampuan bercakap-cakap dengan ibu yang belum lama melahirkan Anda. Itu sebab, nama Anda tidak tercatat dalam buku-buku mukjizat para rasul, atau buku sejarah masa kini. ...

Toilet dan Toleransi

Eka Kurniawan Pengarang terkemuka Indonesia saat ini Buku fenomenalnya: Cantik itu Luka Bung, toilet Bung! Di film-film hollywood berlatar kehidupan gangsters, toilet pubs atau diskotik digambarkan urakan. Alih-alih nyaman, toilet versi kehidupan malam Amerika penuh coretan gravity, ungkapan-ungkapan cabul, sampah kondom, sisa muntahan, bekas kencing dan—jika film bisa menghidupkan indera penciuman—sudah tentu bau. Di situ, toilet diberlakukan semena-mena tanpa norma. Dia jadi ”panggung” pelampiasan hasrat tersembunyi manusia. Tentu kehidupan ”belakang” demikian berbeda dari keberadaan toilet di lingkungan elit. Fungsi dan ornamen toilet di lingkungan berada malah jadi representasi paradigma estetis. Bahkan, toilet umum di negara-negara maju dikreasikan dengan pendekatan wacana tertentu: ada yang ramah anak, ramah lingkungan, sampai dibikin mirip dunia galaxi. Semena-mena atau tidak perlakuan atas toilet, dikatakan World Toilet Organization sebagai cermin k...

Badut, Patch Adams, dan Balada Arthur "Joker" Fleck

Poster Film Joker Komedi adalah tragedi tanpa tangis, tragedi adalah komedi tanpa tawa DI SUATU waktu,  ia menyelinap masuk di kamar terlarang. Hanya dokter sungguhan boleh masuk di ruangan bercat serba putih itu. Ia masuk dengan niat tulus menciptakan lelucon.  Ia tanpa segan-segan menyelinap di dalam bangsal penderita kanker otak. Di situ ia memanfaatkan alat-alat kedokteran seadanya sebagai perkakas humornya. Ia mengubah pispot kencing menjadi sepatu raksasa, busa pompa karet menjadi hidung a la badut. Atau, pakaian dokter memeragakan kostum badut yang  melorot. Ulahnya itu membuat ruangan sunyi melompong menjadi riuh penuh canda tawa. Ruangan seluruhnya berisikan anak-anak seketika berubah seperti taman bermain. Untuk beberapa saat mereka melupakan penderitaan penyakitnya. Badut karakter dipilihnya demi menghibur anak-anak yang hampir semuanya berkepala botak. Di balik tingkah lucu, walaupun peluangnya kecil, pria bertubuh gempal ini berkeyak...